Mekah
dan Pengaruh Suku Kuraisy
Diantara sekian banyak kota di semenanjung Arabia,
salah satu kota terpentingnya adalah Mekah. Kota Mekkah terkenal di antara
kota-kota lain di seluruh jazirah Arab, karena kota ini menjadi jalur
perdagangan penting yang menghubungkan antara negeri Yaman di selatan dan
Suriah di belahan utara. Disamping itu, keberadaan Ka’bah di tengah-tengah kota
Mekkah juga memberi pengaruh tersendiri bagi kota ini, karena ia menjadi pusat
keagamaan berbagai kabilah dan suku-suku di seluruh negeri Arab. Ka’bah
didatangi oleh kabilah-kabilah untuk beribadah dan berziarah. Di dalamnya
terdapat kurang lebih 360 berhala yang mengelilingi patung utama, Hubal.[1]
Diantara suku-suku yang paling berpengaruh di sekitar
Mekkah adalah suku Kuraisy. Suku Kuraisy sejak berabad-abad lamanya memainkan
peranan penting dalam percaturan sosial masyarakat Arab karena mereka secara
turun-temurun dikenal sebagai pengurus Ka’bah dan tempat-tempat bersejarah
lainnya. Peranan tersebut menyebabkan Suku Kuraisy dimuliakan oleh
kabilah-kabilah lainnya di seluruh Jazirah Arab.[2] Bahkan
pergaulan kaum Kuraisy dengan bangsa-bangsa lain, seperti dengan dua bangsa
yang memiliki peradaban tua dan imperium sangat luas, Persia dan Romawi,
memberikan pengalaman dan pengetahuan yang sangat berarti bagi sejarah,
politik, dan kebudayaan suku Kuraisy, suatu capaian yang tidak dimiliki oleh
suku-suku lainnya di Jazirah Arab. Banyak diantara mereka yang terampil
membaca, menulis, menghitiung, disamping pengetahuan yang luas tentang sejarang
bangsa-bangsa tetangganya.[3]
Suku Kuraisy merupakan keturunan langsung dari Fihr,
salah seorang putra Nabi Ismail as. Salah seorang keturunan Fihr yang bernama
Qusay memiliki sepuluh orang putra yang kemudian menjadi tokoh-tokoh
berpengaruh di Mekah. Ke sepuluh keturunan Qusay digelari dengan nama bapak
mereka, yakni (1) Bani Hasyim, (2) Bani Umayyah, (3) Bani Nawfal, (4) Bani Abd
al-Darr, (5) Bani Asad, (6) Bani Taym, (7) Bani Zuhrah, (8) Bani ‘Adiy, (9)
Bani Jum’ah, dan (10) Bani Sahm. Setiap kepala keluarga dari tiap Bani memegang
jabatan dalam majlis tertentu, seperti majlis al-Siqayah yang menangani masalah
air Zamzam, al-Rifadah yang menangani konsumsi dan akomodasi jamaah haji, dan
majlis al-Nadwa yang bertugas sebagai administratur kepemerintahan. Pembagian
itu diputuskan sesuai kesepakatan yang diambil melalui musyawarah di suatu
lembaga yang disebut Dar al-Nadwah. [4]
Bani Hasyim adalah klan yang mempunyai jabatan siqayah,
yakni pengawas mata air Zamzam untuk digunakan oleh para peziarah. Jabatan ini
sebenarnya kurang begitu prestius dibandingkan jabatan-jabatan lainnya, seperti
liwa’ (ketentaraan), diyat (kehakiman), sifarah (usaha negara), khazinah
(administrasi keuangan), atau nadwa (ketua dewan). Artinya, Bani Hasyim adalah
salah satu keluarga terhormat namun relatif miskin. Bani Hasyim inilah yang
menurunkan Nabi Muhammad melalui ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthallib, dan
ibunya, Aminah binti Wahhab. Baik dari jalur ayah maupun ibu, silsilah Nabi
Muhammad SAW. sampai kepada Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as.[5]
Kelahiran
Muhammad SAW.
Hari itu,
Senin, 12 Rabiul Awwal/20 April 570 M., Muhammad lahir dalam keadaan yatim.
Ayahnya, Abdullah, meninggal saat melakukan perjalanan dagang ke Yastrib
(Madinah) dan dikebumikan di sana. Kematian Abdullah terjadi tiga bulah setelah
menikah dengan Aminah. Kelahiran Nabi Muhammad SAW. berselang beberapa bulan
setelah serangan raja Abrahah dari Yaman beserta tentara gajahnya ke Mekkah,
sehingga tahun itu dikenal dengan sebutan Tahun Gajah.[6]
Dan dalam usianya yang ke 6, Muhammad SAW. menjadi yatim-piatu karena ditinggal
mati oleh ibunya, Aminah.
Sejak masih
bayi, Nabi Muhammad sudah menunjukkan tanda-tanda kenabian. Saat kelahirannya,
beliau sudah dalam keadaan di khitan, dan pertumbuhan badannya sangat cepat. Pada
usia 5 bulan, Muhammad sudah pandai berjalan dan pada usia 9 bulan sudah dapat
berbicara. Selain itu, anak-anak Halimah, perempuan yang mengasuh Muhammad
sejak kecil, sering menemukan keajaiban-keajaiban pada diri Muhammad. Mereka
sering mendengar suara yang memberikan salam, padahal mereka tidak melihat ada
orang yang menyampaikan salam itu. Pada hari yang lain, salah seorang anak
Halimah bernama Dimrah berlari-lari pulang sambil menangis. Dengan mulut
terbata-bata, Dimrah mengatakan bahwa Muhammad ditangkap oleh orang yang
besar-besar berpakaian putih. Halimah lalu bergegas menyusul ke tempat Muhammad
bermain, dan didapatinya Muhammad sedang berdiri seorang diri sambil menengadah
ke langit. Setelah ditanyai oleh Halimah, Muhammad SAW. lalu menjawab: Ada dua
Malaikat turun dari langit. Mereka memberikan salam kepadaku, membaringkanku,
membuka bajuku, lalu membelah dadaku. Setelah itu mereka membasuh dadaku dengan
air yang mereka bawa, lalu mereka menutup dadaku kembali tanpa kurasakan sakit
sedikitpun. Tidak ada luka dan tidak ada bekas luka. Kedua malaikat itu baru
saja menghilang ke angkasa.[7]
Diantara
tanda-tanda kenabian Muhammad SAW. lainnya adalah saat beliau mengikuti
rombongan dagang milik pamannya, Abu Thalib, menuju Syam (Suriah). Saat itu
usianya baru sekitar 12 tahun. Dalam perjalanan di tengah gurun pasir yang
panas dan tandus itu, iring-iringan kafilah dagang ini selalu diiringi segumpal
awan yang terus memayungi mereka dari terik matahari kemana saja mereka
bergerak. Dari pagi hingga sore harinya, awan itu erus bergerak mengikuti gerak
langkah mereka. Jika kafilah itu berhenti, maka awan itupun berhenti.
Pergerakan
awan itu menarik perhatian seorang pendeta Kristen bernama Buhairah yang
melihatnya dari atas biaranya di Bushra. Karena sang pendeta sangat menguasai
betul isi kitab Taurat, seketika hatinya bergetar ketika melihat bahwa dibawah
naungan awan itu terdapat serombongan kafilah dagang sedang mendatangi
perkampungannya. Apalagi diantara mereka terdapat seorang anak kecil umur
belasan tahun menyertai rombongan sambil menaiki seekor unta. Anak itulah yang
sebenarnya sedang ”dilindungi” oleh segumpal awan tersebut dari sengatan
matahari. ”Inilah roh kebenaran yang dijanjikan itu,” pikirnya.
Sang pendeta
lalu menyongsong kedatangan kafilah itu dan mengundang mereka dalam satu
perjamuan makan. Dalam perjamuan itu, pendeta Buhairah terlibat perbincangan
serius dengan Abu Thalib. Selain membahas tentang awan itu, topik pembicaraan
mereka juga berkisar tentang kabar akan datangnya Nabi akhir zaman yang
termaktub dalam Taurat (Perjanjian Lama), dimana tanda-tanda itu terlihat pada
diri kemenakan Abu Thalib, Muhammad SAW. Tanda-tanda itu semakin nyata tatkala
pendeta Buhairah berbincang-bincang langsung dengan Muhammad SAW. dan melihat
tanda kenabian yang ada di belakang bahunya. Ketika hendak berpisah, pendeta
Buhairah berpesan kepada Abu Thalib: ”Saya harap tuan benar-benar berhati-hati
dalam menjaga dia. Saya yakin dialah Nabi akhir zaman yang sudah lama
ditunggu-tunggu seluruh umat manusia. Usahakan agar dia tidak diketahui oleh
orang Yahudi, sebab mereka telah membunuh para Nabi sebelumnya. Apa yang saya
katakan ini berdasarkan apa yang saya ketahui dari kitab Taurat dan Injil.
Semoga tuan-tuan selamat dalam perjalanan”.
Ketika berusia
20-an tahun, Muhammad SAW. mendirikan Hifdz al-Fudlul, sebuah lembaga yang
bertujuan membatu orang-orang miskin dan teraniaya. Baik penduduk Mekkah maupun
pendatang mendapat perlindungan dan hak yang sama dari lembaga tersebut.
Melalui Hifz al-Fudlul inilah sifat-sifat kepemimpinan Muhammad SAW. mulai
terlihat dan namanya makin harum di kalnangan masyarakat Mekkah. Apalagi ia
memang terkenal sebagai orang jujur yang tak pernah sekalipun berbohong.
Kejujuran inilah yang membuat Muhammad SAW. mendapat gelar al-Amin, atau orang
yang terpercaya.[8]
Nama
baik Muhammad SAW. semakin harum tatkala ia banyak membebaskan budak-budak
dengan harga yang mahal melalui lembaga Hifdz al-Fudlul yang dikelolanya.
Bahkan semua budak yang dimiliki istrinya, Khadijah ra., sebelum pernikahan
mereka, kini semua dimerdekakan tanpa syarat. Salah satu diantara mereka
bernama Zaid bin Haritsah, yang kemudian menjadi anak angkat Nabi Muhammad SAW.
Sifat-sifat
kemeimpinan dan kematangan berfikir Muhammad SAW. juga terlihat saat penduduk
Mekkah bergotong royong membangun kembali beberapa bagian Ka'bah yang rusak
berat akibat banjir. Saat pengerjaan itu hampir selesai dan tinggal pemasangan
Hajar Aswad ke tempat semula, timbul perselisihan diantara mereka.
Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan dan merasa paling berhak
meletakkannya. Abu Ummayyah bin Mughirah, tokoh tertua diantara mereka,
akhirnya tampil ke depan dan berkata: ”Serahkan permasalahan ini kepada orang
yang oertama kali memasuki pintu Shafa” Ternyata semua kepala suku menyetujui usulan
tersebut. Semuanya menunggu siapa yang mula-mula memasuki pintu Shafa. Tak lama
berselang, muncullah seorang pemuda memasuki pintu tersebut. Dialah Muhammad
SAW., orang yang memang sejak lama dikenal sebagai seorang bijak yang jujur.
”Itu dia, al-Amin, kami rela menerima keputusannya.” seru mereka.
Setelah
persoalannya diketahui, Muhammad SAW. kemudian meminta membentangkan serbannya
di atas tanah, lalu meletakkan Hajar Aswad di atas serban itu. Setelah itu,
Muhammad SAW. kemudian meminta agar seluru kepala suku memegang tepi serban dan
mengangkat bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu di sebelah
tempat asal Hajar Aswad. Muhammad SAW. kemudian mengangkat dan meletakkan batu
itu pada tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan itu dapat diselesaikan
secara bijaksana dan semua suku merasa puas atas penyelesaian seperti itu.[9]
Kenabian
dan Dakwah Pertama
Setelah
mendapat wahyu pertama di Gua Hira’, Nabi Muhammad SAW. secara resmi diangkat
oleh Allah SWT. sebagai utusan-Nya bagi seluruh umat manusia. Tak berapa lama
kemudian beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi kepada keluarga
dekatnya atau sahabat-sahabatnya. Orang pertama yang pertama kali masuk Islam
adalah istrinya, Khadijah, lalu disusul oleh kemenakannya, Ali bin Abi Thalib,
serta sahabat karibnya, Abu Bakar, dan Zaid bin Haritsah (anak angkatnya) serta
Ummu Aiman (salah satu pengasuhnya sejak kecil).[10]
Abu bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa temannya, seperti
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash,
Thalhah bin Ubaidillah. Mereka diajak oleh Abu Bkaar untuk menemui Nabi SAW.
dan masuk Islam dihadapan Nabi SAW.
Beragam reaksi
muncul dari keluarga dekat Nabi SAW. saat diajak oleh beliau untuk memeluk
agama Islam. Ada yang menerima secara langsung dan ada pula yang menolaknya.
Yang menolak ada yang dilakukan secara halus dan ada pula yang dilakukan dengan
kasar. Namun karena Nabi Muhammad mendapat pembelaan dari Abu Thalib, sesepuh
kaum Kuraisy yang sangat dihormati, penolakan kasar itu tidak tidak sampai
menjurus kasar dan aniaya.
Dakwah Nabi
Muhammad SAW. diketahui secara luas setelah beliau menerima wahyu dari Allah
yang memerintahkan agar beliau berdakwah secara terang-terangan, yakni:وأنذر
عشيرتك الاقربين واخفض جناحك لمن اتبعك من المؤمنين فان عصوك فقل إني بريء مما
تعملون وتوكل على العزيز الرحيم الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين إنه هو
السميع العليم
Nabi
SAW. kemudian pergi ke Bukit Shafa dan mengajak penduduk Mekkah untuk berkumpul
di sana. Mereka tentu saja heran dengan perilaku Nabi SAW. tersebut. Sebab
Muhammad SAW. selama ini dikenal sebagai orang yang jujur dan berbudi pekerti
mulia, sehinga tidak mungkin ia mengajak mereka berkumpul di Bukit Shafa jika
tidak ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikannya. ”Wahai
saudara-saudaraku Bani Ka’b, Bani Qahr, dan Bani Abdul Muthallib, jika aku
berkata bahwa di belakang gunung ini ada pasukan musuh yang sangat besar,
apakah kalian mempercayainya?” tanya Nabi SAW. mengawali pembicaraan. ”Ya, kami
percaya” seru mereka serentak. Mendengar jawaban itu, Nabi SAW. kemudian
meneruskan, ”Jika begitu, maka dengarkanlah bahwa aku ini adalah seorang
pemberi peringatan (nadzir). Allah telah emmerintahkanku agar aku memberi
peringatan kepada saudara-saudara. Sembahlah Allah, karena tiada tuhan selain
Dia. Jika kalian ingkar, maka kalian akan mendapat siksa yang pedih. Kalian
akan menyesal, dan penyesalan di hari kemudian tidak akan ada gunanya.” Khutbah
Nabi SAW tersebut membuat mereka tercenbgang. Semua terdiam. Ada yang marah, ada
yang gusar, ada yang tertunduk, ada yang menegadahkan tangan, ada yang mulutnya
tidak dapat terkatup, dan ada yang langsung pulang. ”Celaka kamu Muhgammad.
Apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami!!” seru Abu Lahab secara
tiba-tiba.[11]
Pada masa permulaan tersebut, Rasulullah saw sering
mengadakan dialog dengan pemimpin-pemimpin Quraisy, seraya mengharap semoga
mereka masuk Islam. Pada suatu hari beliau bertatap muka dengan 'Utbah bin
Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, 'Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, Umayyah bin
Khalaf dan Walid bin Mughirah, ayah Saifullah Khalid bin Walid.
Rasulullah berunding dan bertukar pikiran dengan mereka
tentang Islam. Beliau sangat ingin mereka menerima dakwah dan menghentikan
penganiayaan terhadap para sahabat beliau. Sementara, beliau berunding dengan
sungguh-sungguh, tiba-tiba Abdullah bin Ummi Maktum datang mengganggu minta
dibacakan kepada ayat-ayat Alquran. Kata Abdullah, "Ya Rasulullah,
ajarkanlah kepadaku ayat-ayat yang telah diajarkan Allah kepada Anda!"
Rasulullah terlengah memperdulikan permintaan Abdullah.
Bahkan, beliau agak acuh terhadap interupsinya itu. Lalu beliau membelakangi
Abdullah dan melanjutkan pembicaraan dengan para pemimpin Quraisy tersebut.
Mudah-mudahan dengan Islamnya mereka, Islam bertambah kuat dan dakwah bertambah
lancar. Selesai berbicara dengan mereka, Rasulullah saw bermaksud pulang.
Tetapi, tiba-tiba penglihatan beliau menjadi gelap dan kepala beliau terasa
sakit seperti kena pukul. Kemudian, Allah mewahyukan firman-Nya kepada beliau, "Dia
(Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta datang kepadanya.
Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia
(ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat
kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya.
Padahal, tidak ada (celaan) atasmu kalau mereka tidak membersihkan diri
(beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bergegas (untuk mendapatkan
pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya.
Sekali-kali jangan (begitu)! Sesungguhnya ajaran itu suatu peringatan. Maka
siapa yang menghendaki, tentulah ia memperbaikinya. (Ajaran-ajaran itu)
terdapat di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan,
di tangan para utusan yang mulia lagi (senantiasa) berbakti." (Abasa:
1 -- 6).
Enam belas ayat itulah yang disampaikan Jibril al-Amin
ke dalam hati Rasulullah saw sehubungan dengan peristiwa Abdullah bin Ummi
Maktum, yang senantiasa dibaca sejak diturunkan sampai sekarang, dan akan terus
dibaca sampai hari kiamat.
Sejak hari itu Rasulullah saw tidak lupa memberikan tempat yang mulia
bagi Abdullah apabila dia datang. Beliau menyilakan duduk di tempat duduknya,
beliau tanyakan keadaannya, dan beliau penuhi kebutuhannya. Tidaklah heran
kalau beliau memuliakan Abdullah sedemikian rupa, bukankah teguran dari langit
itu sangat keras!
Setelah
menyampaikan tugas untuk mengajak kaumnya hanya menyembah Allah SWT.,
mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, beragam reaksi pun
bermunculan. Para tokoh masyarakat, saudagar-saudagar kaya, kaum feodal, dan
para pemilik budak umumnya menentang dakwah Nabi SAW. Mereka mungkin khawatir
dengan ajaran Nabi SAW. yang menekankan keadilan sosial dan persamaan derajat
antar umat manusia tanpa memandang kelas dan status sosial. Mereka ingin
mempertahankan tradisi lama yang selalu memihak kepentingan orang-orang kaya
dan terpandang. Beragam siasat pun dirancang untuk membatasi gerak Muhammad
SAW. dalam mendakwahkan ajaran-ajaran barunya. Namun hal itu tidak menyurutkan
semangat juang Nabi SAW. Bahkan jumlah pengikut Nabi SAW. yang tadinya cuma
belasan orang semakin hari semakin bertambah. Para pengikut Nabi SAW. itu
umumnya terdiri dari kaum wanita, budak-budak, kaum pekerja, dan orang-orang miskin
dan tertindas.
Melihat
fenomena itu, kaum Kuraisy pro status quo melakukan langkah-langkah politik
guna menangkal dakwah Nabi SAW. Upaya itu mereka lakukan dengan berbagai macam
cara, mulai dari cara-cara diplomatik maupun kekerasan. Namun upaya itu tidak
mampu menggoyahkan semangat Nabi SAW. dan para pengikutnya untuk terus berjuang
dan bertahan. Salah satu bentuk kekerasan itu adalah dengan menyiksa
budak-budak mereka yang telah memeluk agama Islam, bahkan setiap kepala suku
diminta agar menyiksa anggota keluarganya yang berani memeluk agama Islam.
secara keseluruhan, umat Islam saat itu mendapat siksaan yang pedih dari kaum
Kuraisy Mekkah. Mereka diejek, disoraki, dilempari batu atau kotoran binatang,
dihalangi untuk melakukan ibadah di Ka'bah, dicambuk, atau dijkemur di terik
matahari.
Hijrah ke
Habasyah (Ethiopia)
Kekejaman yang
dilakukan Kaum Kuraisy Mekkah itu mendoronmgh Nabi Muhammad SAW. untuk
mengungsikan para pengikutnya ke luar dari Mekkah. Habasyah (Ethiopia) adalah
tempat yang dipilih Nabi SAW. sebagai tujuan pengungsian, karena raja Habasyah
dikenal sebagai raja yang adil dan lapang dada menerima tamu.
Pada bulan
Rajab tahun kelima setelah kenabian, berangkatlah 15 orang yang terdiri dari 10
laki-laki dan dan 4 orang perempuan menuju Habasyah. Mereka yang berangkat
antara lain, Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah binti Muhammad SAW.; Abu
Hudzaifah bin Uthbah dan istrinya, Sahlah; Zubair bin Awwam; Mus’ab bin Umair;
Abdurrahman bin Awf; Abu Salamah al-Makhzumi bersama istrinya; Utman bin
Maz’un; dan Ibnu Mas’ud yang menyusul kemudian. Itulah gelombang pertama
orang-orang Islam yang hijrah ke Habasyah. Sementara gelombang kedua berjumlah
80-an orang, termasuk diantaranya Ja’far bin
Abi Thalib. Dengan demikian, jumlah kaum Muslimin yang hijrah ke
Habasyah berjumlah total 100 orang lebih. [12]
Kedatangan
mereka disambut baik oleh raja Najasyi yang beragama Nashrani. Setelah
kedatangan rombongan kedua, sang raja menanyakan maksud kedatangan mereka di
negaranya. Ja’far bin Abi Thalib yang ditunjuk sebagai juru bicara menjawab,
bahwa kedatangan kaum Muslimin ke negeri itu adalah dengan maksud baik dan demi
menghindari siksaan orang-orang Kuraisy. Ja’far menambahkan bahwa mereka adalah
orang-orang yang memeluk agama Islam atas kesadaran sendiri. Mereka ingin
menjadi orang-orang yang menjalankan perbuatan baik dan meningalkan perbuatan
buruk, seperti meyembah berhala. Ja’far lalau membacakan surat Maryam ayat 19
yang berisi kisah mukjizat Nabi Isa as. kepada raja Najasyi. Mendengar bacaan
itu, Raja Najasyi beserta bawahannya tampak terharu. Mereka merasakan bahwa apa
yang dibacakan Ja’far itu sangat sesuai dengan firman yang terdapat dalam kitab
Bible (Injil). Dengan demikian, Raja Najasyi meyuakini bahwa keduanya berasal
dari sumber yang sama, yakni Allah SWT.
Sejak saat
itulah, Raja Najasyi memperlakukan kaum Muhajirin dengan sangat baik. Sebab dia
berkeyakinan bahwa pertolongan atas mreka sama halnya dengan memberi
pertolongan kepada sahabat yang seiman-seagama.
Keberangkatan
para pengikut Nabi Muhammad SAW. ke Habasyah tentu saja membuat Kaum Kuraisy
merasa gusar. Beragam cara mereka lakukan untuk menghalangi kepindahan umat
Islam, seperti membujuk raja Habasyah untuk menolak kehadiran kaum Muslimin di
negerinya. Kaum Kuraisy mengutus Amr bin Ash ke Habasyah guna menemui raja
Najasyi dan memintanya untuk mengembalikan kaum Muhajirin ke Mekkah. Namun
permintaan itu ditolak oleh sang raja.
Karena
berbagai usaha belum juga berhasil, kaum Kuraisy semakin meningkatkan tekanan
mereka kepada orang-orang Islam yang masih tinggal di Mekkah. Di tengah upaya
resistensi yang kian meningkat itu, ternyata dua orang yang disegani dan
ditakuti oleh orang-orang Kuraisy, yakni Hamzah bin Abdul Muthallib dan Umar
bin al-Khatthab, masuk Islam. dengan masuknya dua orang yang dijuluki ”Singa
Arab” ini, maka semakin menguatlah posisi kaum Muslimin kala itu.
Fenomena ini
membuat reaksi kaum Kuraisy semakin keras. Mereka kemudian membuat strategi
baru untuk menghalangi dakwah Nabi SAW., yakni dengan melumpuhkan Bani Hasyim
yang selama ini selalu melindungi dan memberi ruang gerak atas dakwah Nabi SAW.
Dalam pandangan mereka, kekuatan Nabi Muhammad SAW. terletak pada perlindungan
Bani Hasyim terhadapnya, sehingga jika Bani Hasyim dilumpuhkan maka otomatis
dakwah Nabi pun akan ikut lumpuh. Kaum Kuraisy melarang siapapun untuk
melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk hubungan jual-beli, pernikahan,
dan lain sebagainya. Akibatnya, para keluarga Bani Hasyim mengalami kelaparan,
kemiskinan, dan kesengsaraan mendalam, sehingga mereka memutuskan untuk
mengungsi ke suatu lembah di luar kota Mekkah.
Pemboikotan
yang berlangsung selama tiga tahun itu akhirnya dihentikan karena diantara
pemimpin Kuraisy ada yang menyadari bahwa tindakan mereka itu sudah sangat
keterlaluan. Kesadaran itulah yang membuat mereka menghentikan blokade massal
itu dan membiarkan Bani Hasyim kembali ke kota Mekkah dan kembali bisa
berinteraksi dengan dunia luar.
Walaupun telah
membebaskan Bani Hasyim dari belenggu pemboikotan, namun resistensi Kaum Kuraisy
terhadap Nabi dan para pengikutnya tidak banyak berubah. Apalagi sepeninggal
Abu Thallib yang selama ini menjadi pelindung utamanya, yang tiga hari kemudian
disusul oleh istrinya, Khadijah, serta berita bahwa Nabi SAW. melakukan
perjalanan menghadap Tuhan di langit ketujuh selama satu malam dalam peristiwa
isra’ dsan mi’raj, maka semakin keraslah propaganda kaum Kuraisy dan ejekan
mereka kepada Nabi SAW. dan para sahabatnya. Walaupun demikian, propaganda
kasar yang bertubi-tubi itu tidak menyurutkan semangat Nabi dan kaum Muslimin
untuk terus berjuang mempertahankan akidah yang mereka yakini kebenarannya.
Fakta Penting:
- Dibutuhkan strategi dakwah yang
matang dan bertahap, yakni dengan sembunyi-sebunyi, lalu terang-terangan
- keteguhan keyakinan dan iman umat
Islam ditengah cobaan dan siksaan yang tak ber prikemanusiaan
- penolakan dari kaum Kuraisy hanya
demi mempertahankan status quo, bukan karena tidak mengakui kebenaran
ajaran Nabi SAW.
- dll???????
Madinah
Pra-Hijrah
Sebagaimana
telah diterangkan di muka, salah satu kawasan subur di semenanjung Arab adalah
Yatsrib (Madinah). Madinah terletak di sebuah lembah subur yang di kelilingi
tiga bukit, dan menjadi tempat pertemuan aliran air yang mengalir dari arah
selatan dan timur saat musim hujan tiba. Dengan demikian, Madinah memiliki
banyak oase yang dapat digunakan untuk lahan pertanian. Hasil pertanian di kota
ini antara lain, sayur-sayuran, kurma, anggur, pisang, delima, persik, ara, dan
lain sebagainya. Karena itu, mayoritas penduduk Madinah hidup dari bercocok
tanam, disamping berdagang dan beternak.[13]
Masyarakat
Madinah terdiri dari dua suku besar, yakni Yahudi dan Arab. Secara bertahap,
keberadaan komunitas Yahudi di Madinah mampu menjadikan kota itu sebagai kota
penting kedua di daratan Hijaz setelah Mekkah. Orang-orang Yahudi membangun
pemukiman-pemukiman permanen, pasar, dismping benteng pertahanan agar mereka
terhindar dari gangguan orang Badui yang hidup secara nomaden. Suku-suku Yahudi
terkemuka adalah Bani Quraidzah, Bani Nadzir, dan Bani Qainuqa’.[14]
Sementara
Bangsa Arab yang tingggal di Madinah terdiri dari penduduk asli dan dari
kawasan Arab selatan yang pindah ke Madinah karena pecahnya bendungan Ma’arib.
Selama menetap di Madinah, para pendatang ini memainkan peranan penting yang
pada akhirnya menjadi suku terkemuka di kota itu. Kabilah yang memiliki
pengaruh besar dalam percaturan kehidupan masyarakat Madinah adalah suku Aws
dan suku Khazraj.
Layaknya
suku-suku lain di Arab, permusuhan –bahkan peperangan- antar suku juga sering
terjadi di Madinah. Di kota itu tidak ada kepemimpinan tunggal. Yang ada adalah
pemimpin-pemimpin sukui yang hanya memikirkan kepentingan golongannya
masing-masing. Mereka saling bersaing untuk menanamkan pengaruh dan fanatisme
kesukuan.
Ditinjau dari
segi ekonomi dan politik, maka kaum Yahudi Madinah merupakan golongan yang
banyak mendominasi dua sektor kehidupan paling vital tertsebut. Sejak sebelum
kedatangan Islam, kaum Yahudi umumnya menguasai kawasan-kawasan subur dan
oase-oase penting seperti Taima, Fadak, dan Wadi al-Qura. Dominasi Yahudi itu
juga terdapat pada jumlah penduduk Madinah. Jumlah orang Yahudi yang melebihi
separuh jumlah penduduk dari komunitas lainnya, menjadikan mereka sebagai
penduduk terbesar di kota itu. Namun dominasi Kaum Yahudi itu mendapat tantangan
keras dari komunitas Arab, khususnya suku Aws dan Khazraj. Dua suku Arab
selatan ini menjadi pesaing utama Yahudi dalam segala hal, termasuk dalam aspek
penguasaan area perdagangan dan sentra-sentra ekonomi lainnya seperti pertanian
dan perkebunan.
Tidak mau
dirugikan oleh permusuhan yang semakin memuncak, kaum Yahudi kemudian melakukan
politik adu domba dan siasat memecah-belah antar bangsa Arab. Intrik politik
dengan menyebarkan permusuhan itu terutama ditujukan kepada dua musuh utamanya,
suku Aws dan Khazraj. Siasat kotor ini terbukti berhasil dengan baik. Suku Aws
yang dulunya membenci Yahudi, kini harus mencari mitra baru untuk memerangi
saudaranya sendiri, Bani Khazraj, dan yang dipilih adalah Bani Qainuqa’ (salah
satu kabilah Yahudi). Sedangkan Bani Khazraj juga melakukan hal yang sama;
mereka bersekutu dengan dua suku Yahudi lainnya, Bani Nadzir dan Bani
Quraidzah. Dari pertentangan itu, akhirnya pecahlah perang saudara yang
dinamakan dengan Perang Bu’as pada tahun 618 M.
Walhasil,
semua suku Yahudi yang tidak banyak berperan dalam perang saudara itu akhirnya
mampu merebut kembali posisi kuat mereka, terutama di bidang ekonomi dan
perdagangan. Sentra-sentra ekonomi kini kembali ke pangkuan mereka setelah dua
suku Arab yang menjadi sangan mereka sibuk dengan urusan peperanagan.
Fakta penting:
- Madinah adalah kawasan subur dan
sangat representatif sebagai tempat berdakwah
- suku-suku berpengaruh di Madinah
adalah pendatang, bukan suku asli
- semua kabilah itu saling bersaing
memperebutkan lahan-lahan ekonomi dan perdagangan
- Suku Yahudi mempunyai posisi
sentral yang diraih dengan cara-cara kotor
- dll?????????
Menemukan
Pemimpin Ideal
Tak lama
setelah perang Bu’as berakhir, baik suku Aws maupun suku Khazraj menyadari
kesalahan mereka, sehingga mereka kemudian melakukan perdamaian dan bersatu
kembali seperti sedia kala. Namun yang menjadi persoalan kemudian adalah,
siapakah yang akan mereka angkat sebagai pemimpin. Baik suku Aws dan Suku
Khazraj sama-sama mempunyai kandidat.
Pada musim
haji tahun 620 M., di tengah kebingunan menetukan pemimpin baru, beberapa orang
dari suku Khazraj pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Sementara
perdebatan soal wacana kepemimpinan masih terus dibicarakan oleh mereka yang
berada di Madinah.
Setelah
selesai melaksanakan prosesi ibadah haji, rombongan itu ditemui oleh Nabi SAW.
di sebuah kemah di Mekkah. Nabi memperkenalkan agama Islam dan mengajak mereka
untuk mengesakan Allah SWT. Mendengar pokok-pokok ajaran Islam yang menekankan
ketahuidan, kesederajatan, dan persaudaraan antar manusia, mereka mulai
tertarik masuk Islam. Apalagi sebelumnya mereka sudah pernah mendengar ajaran
kitab Taurat dari kaum Yahudi tentang hari kebangkitan, ganjaran dan balasan
atas perbuatan setiap manusia, serta tentang akan datangnya Nabi terakhir yang
akan meneruskan penyebaran agama monoteisme. Mereka semakin mantap dan yakin
bahwa orang yang saat itu berada di hadapan mereka adalah orang yang selama ini
ditunggu-tunggu. Karena itu, mereka langsung menyatakan masuk Islam dan
berjanji akan mengajak penduduk Madinah untuk memeluk agama baru itu.[15]
Sebelum berangakat pulang, salah seorang diantara mereka berkata: ”Bangsa Kami
sudah lama terlibat permusuhan. Saat ini mereka benar-benar merindukan
perdamaian. Harapan kami, kiranya Allah SWT. Mempersatukan mereka kembali
melalui perantaraanmu dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Karena itu, kami akan
berdakwah akan agama yang kami terima dari engkau.”[16]
Setibanya di
Madinah, mereka bercerita kepada penduduk setempat tentang Nabi SAW. dan agama
yang dibawanya, serta mengajak untuk memeluk agama Islam. Sejak saat itulah
Nabi Muhammad SAW. menjadi bahan pembicaraan masyarakat Arab Madinah. Apalagi
saat itu, baik suku Aws maupun Khazraj, memang sedang menghadapi pilihan sulit
guna menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin mereka. Sementara dari kabar
yang mereka terima, Nabi Muhammad adalah sosok pemimpin ideal. Nabi baru itu
dikenal sebagai orang yang jujur, lemah-lembut, ramah, tegas, adil, arif, dan
bijaksana, serta tidak pernah berbohong sejak masa kecilnya. Semakin besarlah
ketertarikan mereka akan Nabi SAW.
Pada tahun
berikutnya (621 M.), sebanyak 10 orang suku Khazraj dan 2 orang suku Aws pergi
ke Mekkah menemui Nabi SAW. Mereka menyatakan diri masuk Islam dan melakukan
baiat kepada nabi SAW. di ‘Aqabah yang kemudian dikenal sebagai baiat ‘Aqabah
pertama.[17]
Saat kembali ke Madinah, mereka ditemani oleh Mush’ab bin Umair sebagai juru
dakwah di kota itu. Mush’ab bin Umair memang sengaja diutus oleh Nabi SAW. atas
permintaan rombongan itu.
Di Madinah, Mush'ab bin Umair tinggal di rumah As'ad
bin Zurarah, seorang bangsawan suku Khazraj. Selain menjadi tempat tinggalnya,
rumah tersebut juga dijadikan sebagai tempat menebarkan dakwah islamiyah kepada
penduduk Madinah sesuai tugas yang diembannya dari Rasulullah SAW.
Suatu hari, ketika Mush'ab bin Umair dan tuan rumahnya,
As'ad bin Zurarah, pergi menemui kabilah Bani Abd Asy-hal untuk mengajarkan
Islam kepada mereka, datanglah Usaid bin Hudhair, salah seorang pemimpin suku
Aws. Usaid datang langsung berdiri di tengah-tengah jamaah seraya berkata,
"Apa maksud tuan-tuan datang ke sini? Tuan-tuan hendak mempengaruhi rakyat
kami yang bodoh-bodoh. Pergilah sekarang juga, jika tuan-tuan masih ingin
hidup." bentaknya.
Mush'ab menoleh kepada Usaid dengan senyum mengembang.
Dengan gaya bahasanya yang simpatik dan menawan, Mush’ab berkata, "Wahai
Pemimpin Bani Aws! Maukah Anda mendengarkan yang lebih baik dari itu?”
tanyanya. "Apa itu?" tanya Usaid. "Silahkan duduk bersama-sama
kami, mendengarkan apa yang kami bicarakan. Jika Anda suka apa yang kami
bicarakan, silakan ambil, dan jika Anda tidak, maka kami siap meninggalkan
Madinah dan tidak akan kembali lagi ke sini." kata Mauh’ab masih dengan
wajah berseri. "Anda memang pintar!" seru Usaid seraya duduk.
Mush'ab kemudian mengarahkan pembicaraan tentang
hakikat Islam, sambil membaca ayat-ayat al-Quran di sela-sela pembicaraanya.
Mendengar bacaan al-Quran, rasa gembira terpancar di muka Usaid. "Alangkah
bagusnya apa yang Anda katakan, dan alangkah indahnya apa yang Anda baca. Apa
yang harus saya lakukan jika hendak masuk Islam?" tanya Usaid kemudian.
"Bersihkan badan, bersihkan pakaian, ucapkan dua kalimat syahadat, sesudah
itu salat dua rakaat." jawab Mush'ab singkat. Setelah itu, Usaid langsung
berdiri dan pergi ke telaga menyucikan badan, kemudian mengucapkan dua kalimat
syahadat, dan sesudah itu salat dua rakaat. Mulai hari itu bergabunglah ia ke
dalam agama Islam.
Usaid adalah seorang Arab penunggang kuda yang tangkas,
dan pemimpin suku Aws yang sangat diperhitungkan lawan-lawannya. Usaid digelari
kaumnya sebagai "Al-Kamil" (yang sempurna) karena otaknya yang
cemerlang dan kebangsawanannya yang luar biasa. Disamping mengusai ilmu pedang,
Usaid juga dikenal ahli dalam membaca dan menulis. Sebagai penunggang kuda yang
cekatan, dia memiliki ketepatan memanah yang luar biasa. Dengan Islamnya Usaid,
maka beberapa pemimpin suku Aws lainnya ikut memeluk agama Islam, diantaranya
Sa'ad bin Muadz. Inilah salah satu keberhasilah dakwah Mush’ab bin Umair di
Madinah.
Pada musim
haji tahun berikutnya (622 H.), sebanyak 73 orang Madinah, baik yang sudah
datang oada tahun sebelumnya atau belum, pergi ke Mekah menemui Nabi SAW.
Mereka melakukan baiat di ‘Aqabah yang kemudian dikenal sebagai baiat ‘Aqabah
kedua. Setelah prosesi baiat, atas nama penduduk Madinah mereka mengajak Nabi
SAW. dan kaum Muslimin Mekkah untuk hijrah ke Madinah, sebab situasi Mekkah
tidak memungkinkan untuk menjadi pusat penyebaran agama Islam.[18]
Mereka semua berjanji akan membela Nabi SAW. dan kaum Muslimin Mekkah dari semua
ancaman. Tawaran untuk hijrah itu mendapat sambutan positif dari beliau, dan
Nabi SAW. berjajnji untuk mempertimbangkannya. Sebagaimana telah dijelaskan di
muka, Nabi SAW. dan kaum Muslimin Mekkah selalu mendapat teror dan intimidasi
dari kaum Quraisy Mekkah yang tidak suka dengan dakwah beliau.
Fakta penting:
- Sebelum masuk Islam, suku Khazraj
sedang menghadapi masalah krisis kepemimpinan
- Penduduk Arab Madinah sudah
pernah mendengar berita akan datanganya Nabi akhir zaman
- jadi, selain bersifat agamis,
ajakan kaum khazraj untuk hijrah juga bersifat politis
- dll????
Hijrah
yang Penuh Rintangan
Setelah kaum
Kuraisy mendengar adanya perjanjian antara Nabi SAW. dan penduduk Madinah,
perlakuan kejam kaum Kuraisy semakin menjadi-jadi. Karena itu, beberapa bulan
setelah baiat ‘Aqabah kedua, Nabi kemudian memerintahkan para sahabatnya untuk
pindah ke Madinah. Dalam waktu kurang lebih dua bulan, kaum muslimin secara
bergiliran dan diam-diam berangkat menuju Madinah. Orang pertama yang hijrah ke
Madinah adalah Abu Salamah bersama istrinya, yang kemudian diikuti oleh kaum
muhajirin lainnya secara berangsur-angsur. Dalam masa dua bulan, sudah ada 150
kaum Muslimin Mekkah yang berada di Madinah. Pada akhirnya, jumlah total kaum
Muhajirin yang pindah ke Madinah kurang labih 200 orang. Sementara Nabi SAW.
sendiri pada waktu itu tetap berada di Mekkah untuk terus memperjuangkan dakwah
Islamiyah sekaligus menungggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau hijrah.
Nabi SAW. ditemani oleh dua sahabat dekatnya, Abu Bakar al-Shiddiq dan Ali bin
Abi Thalib, serta beberapa orang sahabat lainnya yang belum memiliki bekal yang
cukup di perjalanan, seperti Shahib dan Zayd bin Haritsah.[19]
Karena
banyaknya orang-orang yang hijrah, akhirnya kepindahan kaum Muslimin diketahui
juga oleh Kaum Kuraisy. Mereka kemudian merencanakan pembunuhan atas Nabi SAW.
Mereka mengumpulkan para pemuda terkuat dari setiap suku yang kan mengepung
kediaman Nabi SAW. Rencana pembunuhan itu ternyata sudah didengar oleh Nabi
SAW. Pada malam yang telah ditentukan, para pemuda Kuraisy itu membuat pagar
betis di sekeliling rumah Nabi SAW. Mereka mengepung rumah kecil itu dengan
sangat rapat, sehinga tak ada celah sedikit pun untuk bisa lolos. Sementara di
dalam rumah, Nabi SAW. hanya ditemani oleh Abu Bakar dan Ali tengah
berbincang-bincang mengenai persiapan keberangkatan ke Madinah. Menjelang
tengah malam, setelah segala perbekalan dipersiapkan, Nabi SAW. kemudian
mengajak Abu Bakar untuk segera berangkat. Sementara Ali diminta untuk
menggantikan Nabi SAW. di tempat tidurnya agar kaum Musyrikin mengira bahwa
Nabi SAW. masih tidur. Selain itu, Ali juga diminta oleh Nabi SAW. untuk
mengembalikan barang-barang yang dititipkan oleh orang lain kepada beliau,
lalau menyusul kemudian ke Madinah. Setelah itu, Nabi SAW. dan Abu Bakar keluar
dari rumah tanpa dapat dilihat oleh mata para pengepung. Nabi SAW. dan Abu
Bakar dengan mudah dan leluasa dapat melewati blokade yang sangat rapat itu.[20]
Dari Mekkah,
mereka berdua menuju ke arah selatan dan bersembunyi di dalam sebuah gua (gua
Tsur) yang terletak kira-kira 3 mil dari Mekkah. Keesokan harinya, beberapa
pemuda Kuraisy yang pada malam harinya mengepung rumah Nabi juga tiba di gua
Tsur. Namun karena seluruh pintu masuk ke dalam gua ”dipagari” oleh lilitan
sarang laba-laba, maka mereka mengira bahwa Nabi SAW. tidak berada di dalam gua
itu. Nabi SAW. dan Abu Bakar sendiri berdiam diri di dalam gua Tsur selama tiga
hari tiga malam menunggu keadaan aman. Dan pada malam keempat, setelah kaum
Kuraisy mengendorkan usaha mereka karena mengira Nabi SAW. sudah sampai di
Madinah, keluarlah Nabi SAW. bersama Abu Bakar dari gua itu. Sementara di luar
sudah menunggu Abdullah bin Uraiqit yang sebelumnya memang telah diperintahkan
oleh Abu Bakar untuk membawa dua ekor unta. Bersama dua orang sahabatnya itu,
berangkatlah Nabi SAW. menuju Madinah dengan menyusuri pantai laut Merah, suatu
jalan yang belum pernah dilalui oleh orang lain.
Setelah
menempuh perjalanan selama tiga hari, rombongan kecil ini tiba di Quba’, sebuah
desa kecil yang berjarak 5 km. dari Madinah. Di desa ini, Nabi SAW. menginap di
rumah seorang warga bernama Kaltsum bin Hindun. Di halaman rumah Kaltsum inilah
Nabi SAW. membangun Masjid Quba’, masjid pertama yang dibangun Nabi SAW. tak
lama kemudian, Ali bin Abi Thalib datang bergabung dengan rombongan mereka.[21]
Fakta Penting:
- terdapat dua mu’jizat Nabi yang
tak terbantahkan; pertama, tidak dapat dilihat oleh mata para pengepung
saat beliau keluar dari kediamannya; kedua, pintu masuk Gua Tsur ditutupi
sarang laba-laba yang sangat lebat berselang satu hari setelah masuknya
Nabi dan Abu Bakar ke dalam gua
- tetap berusaha walaupun sebagai
Nabi, misalnya dengan melakukan perjalanan melalui jalur yang belum pernah
dilewati oleh orang lain, bersembunyi di dalam gua, dan menunggu konmdisi aman
sebelum keluar gua, dll.
- kesetiaan kaum muslimin sangat
luar biasa, terutama Abu Bakar (pendamping), Ali (pengganti tempat tidur),
dan Abdullah bin Uraiqit (pembawa onta)
- dll???????
Menapaki
Kehidupan Baru
Sementara non
jauh di sana, penduduk Madinah sudah gusar menunggu kedatangan Nabi SAW. Sebab
menurut perhitungan mereka, seharusnya Nabi SAW. dan rombongan saat itu sudah
tiba di Madinah. Beragam reaksi ditunjukkan oleh kegusaran mereka. Beberapa
penduduk pergi ke tempat-tempat tinggi memandang ke arah Quba’, menanti
kedatangan rombongan Nabi SAW. Setelah kurang lebih tiga hari menunggu, salah
seorang penduduk yang berada di atas bukit melihat iring-iringan kafilah kecil
menuju Madinah. Diamatinya rombongan kafilah itu dengan seksama. Setelah merasa
yakin bahwa yang datang itu adalah Nabi SAW. bersama rombongannya, ia pun
segera turun ke perkampunagn penduduk. Dengan penuh rasa gembira, ia
mengabarkan kepada penduduk setempat bahwa orang yang mereka tunggu-tunggu
telah datang.[22]
Mendengar
kabar kedatangan Nabi SAW., penduduk Madinah –terutama suku Aws, Khazraj, dan
kaum Muslimin Mekkah yang sudah lebih dulu tiba di Madinah- langsung
mempersiapkan prosesi penyambutan. Mereka berbaris di sepanjang jalan dengan
raut muka berseri-seri. Dada mereka berdegup kencang menunggu saat-saat
berjumpa dengan orang yang mereka kagumi, mereka dambakan, dan mereka bicarakan
selama ini. Tak lama berselang, dari kejauhan muncul bayang-bayang kecil yang
kian lama kian mendekat. Setelah memastikan bahwa yang datang benar-benar Nabi
SAW. dan rombongan, maka secara serempak melantunlah lagu penyambutan yang
kemudian dikenal dengan sebutan Shalawat Badar: ”Telah datang kepada
kami bulan purnama, dari celah-celah bukit (tsaniah al-wada’). Kami
harus bersyukur selama masih ada orang yang berseru kepada Ilahi. Wahai orang
yang diutus kepada kami, engkaulah pembawa sesuatu yang kami taati”[23]
Hampir semua
penduduk Madinah meminta agar Nabi SAW. bersedia mampir atau menginap di rumah
mereka. Mereka berebutan agar Nabi SAW. bersedia singgah. Tapi karena
permintaan itu tidak dapat dipenuhi seluruhnya, Nabi SAW. dengan ramah berkata:
Aku akan menginap di mana untaku berhenti. Biarkanlah dia berhenti sekehendak
hatinya.” Unta itu ternyata berhenti di tanah milik dua anak yatim, Sahal dan Suhail,
yang berada di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian, maka Nabi
SAW. memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap. Beliau tinggal di rumah
itu selama tujuh bulan lamanya sambil menunggu selesainya pembangunan rumah
beliau yang dikerjakan secara bergotong-royong oleh kaum Muslimin. Sejak
kedatangan Nabi SAW. itulah, Madinah yang dulunya bernama Yatsrib diubah
namanya menjadi al-Madinah al-Munawwarah atau kota yang memancarkan cahaya,
karena dari situlah cahaya Islam tersebar ke seluruh dunia.
Fakta penting:
- bukti kecintaan kaum muslimin
kepada Nabi; gelisah saat Nabi terlambat datang, menyambutnya dengan
sambutan luar biasa saat kedatangannya, menawarkan diri agar rumahnya
disinggahi, dan bergotong royong membangun rumah beliau
- hal diatas juga bukti masih
lekatnya budaya paternalistik
- dll??????
Tahun
Pertama
Setelah sampai
di Madinah, Nabi Muhammad SAW. segera meletakkan dasar-dasar pembentukan suatu
tatanan masyarakat baru. Dasar pertama adalah ukhuwah Islamiyah yakni antara
kaum muslimin yang berasal dari Mekkah (muhajirin) dan muslimin Madinah
(Anshar). Nabi Muhammad SAW.
mempersaudarakan individu-individu muhajirin dengan individu-individu
dari golongan Anshar. Dengan pertalian itu diharapkan tercipta rasa
persaudaraan dan kekeluargaan diantara kedua golongan. Dengan demikian
Rasulullah SAW. telah membentuk sitem persaudaraan baru, yakni persaudraan
berdasarkan agama menggantikan persaudaraan berdasar keturunan dan kesukuan.
Dasar kedua
adalah membangun sarana pendukung terwujudnya persaudaraan itu, yakni dengan
membagun masjid Nabawi. Selain berfungsi sebagai sarana ibadah secara
berjamaah, masjid Nabawi pada masa Nabi SAW. juga berfungsi sebagai pusat
kegiatan berbagai hal, seperti belajar-mengajar, bermusyawarah, melatih
tentara, menyusun strategi perang, atau mengadili perkara-perkara yang timbul
di masyarakat. Masjid yang didirikan di atas sebidang tanah milik Abu Ayyub
al-Anshari itu dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya terbuat
dari pelepah kurma. Di dekat masjid itu juga didirikan rumah tempat tinggal
Nabi SAW. bersama keluarga.
Dasar ketiga
yang diletakkan Nabi SAW. adalah membangun hubungan persaudaraan dengan
pihak-pihak lain yang ada di Madinah. Sebagaimana telah kita ketahui, di
Madinah terdapat banyak golongan dan suku, seperti Yahudi dan orang-orang Arab
yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar sytabilitas negara bisa
terwujud, Nabi Muhammad SAW. kemudian mengadakan ikatan perjanjian dengan
mereka yang dituangkan dalam sebuah piagam kesepahaman. Piagam yang dikenal
dengan sebutan Piagam Madinah itu antara lain berisi kesepakatan untuk hidup
bersama secara damai, dijaminnya kebebasan beragama dan berpolitik, serta
kewajiban mempertahankan negara dari serangan luar bagi setiap masyarakat.
Dalam piagam itu disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW. menjadi kepala pemerintahan, sehingga
tanggungjawab dan otoritas pengaturan ketertiban umum diserahkan kepada beliau.
Segala perkara atau perselisihan yang terjadi di masyarakat diajukan kepada
Nabi SAW. untuk diselesaikan. Inilah cikal-bakal terbangunnya civil society
yang melampaui zamannya.
Dasar keempat
adalah membuat perjanjian dengan suku-suku lain di luar Madinah. Hal ini
dilakukan demi terciptanya stabilitas regional dan hubungan bilateral yang
harmonis antar suku, agar tidak ada lagi perang antar suku seperti yang terjadi
pada masa-masa sebelumnya, disamping untuk mempertahankan negara Madinah yang
baru dibangun. Misalnya, Nabi Muhammad SAW. mengadakan ekspedisi ke daerah Abwa
dan mengadakan perjanjian dengan Bani Damrah, lalu ke Usyairah mengikat
kesepakatan dengan Bani Mudij, serta mengutus beberapa sahabatnya ke kawasan
Hijaz dan Laut Merah. Semua itu ditujukan untuk menciptakan hubungan bilateral
dengan suku-suku tetangga serta sebagai upaya memperkuat kedudukan Madinah.
Dalam berbagai
ekspedisi tersebut, dari wakrtu ke waktu para pemeluk agama Islam semakin
bertambah banyak. Kondisi ini tentu saja merisaukan kaum Kuraiisy Mekkah yang
pernah mengusir Nabi Muhammad SAW. dan
para pengikutnya dari tanah kelahiran merelka. Kaum Kuraisy khawatir
kalau-kalau membalas dendam atas kekejaman yang pernah mereka perbuat.
Disamping itu, mereka juga mengkhawatirkan keselamatan para kafilah dagang
Mekkah yang hendak menuju Suriah, sebaba mereka harus melewati kawasan Madinah
yang dikuasai kaum Muslimin. Hal ini tentu akan merugikan aktivitas
perekonomian mereka.
Fakta penting:
- Membangun sebuah bentuk negara
baru yang tidak berdasarkan ikatan keturunan maupun kesukuan; sebuah
formulasi bentuk negara yang belum pernah ada sebelumnya.
- membangun hubungan persaudaraan
baru antar kaum Muslimin berdasar ikatan keagamaan, menggantikan ikatan
persaudaraan lama yang berdasarkan keturunan dan kesukuan.
- melakukan konsolidasi kekuatan
dan menjadikan masjid sebagai pusat koordinasi
- mengadakan perjanjian untuk hidup
bersama secara damai dengan pihak non Muslim di Madinah
- Membangun hubungan bilateral
dengan pihak-pihak lain di luar Madinah
- semakin kukuhnya tauhid dan
syariat uamt setelah adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai
- mmmmmmmm???????????????
Tahun
Kedua
Setelah dua
tahun menetap di Madinah, Rasulullah SAW. dan kaum muslimin telah berhasil
membangun negara baru itu dengan baik sehingga stabilitas kemanan terus
terpelihara. Kaum muslimin dibawah bimbingan Nabi Muhammad SAW. bersatu-padu
membangun Madinah tanpa kenal lelah. Dengan semangat ukhuwah islamiyah
dan dilandasi keyakinan akan masa depan yang cerah, baik yang bersifat duniawi
maupun ukhrawi, umat Islam mampu menjadi komunitas yang utuh dan tangguh
dibawah bimbingan junjungan sejati, Muhammad SAW.
Namun selama
dua tahun itu pula, kerinduan akan tanah kelahiran, Mekkah, selalu mengganggu
pikiran kaum muhajirin. Mereka memang belum bisa melupakan tempat dimana mereka
dilahirkan dan dibesarkan dahulu. Kerinduan akan tanah kelahiran itu mendorong
mereka mencari kesempatan untuk –paling tidak- bisa menunaikan ibadah haji ke
Mekkah.
nmnmmnmb
Pada tahun ini
pula pecahlah perang Badr, yakni puncak pertikaian antara kaum Miuslimin
Madinah dan Kuraisy Mekkah. Perang ini terjadi setelah berbagai upaya damai
yang diusahakan Nabi Muhammad SAW. gagal dan menemui jalan buntu. Pada mulanya,
kaum mUslimin mengahadap sebuah kafilah dagang Kuraisy yang datang dari Syam
dan dipimpin oileh Abu Sufyan[24]……
Dengan
dorongan keimanan kepada Allah SWT. dan kesetiaan kepada pemimpinya, Nabi
Muhammad SAW., Kaum Muslimin Madinah yang hanya berjumlah 313 orang dengan 70
ekor unta dan 3 ekor kuda yang ditunggangi secara bergantian serta dengan
peralatan seadanya, berhasil mengalahkan tentara Kuraisy Mekkah yang jumlahnya
mencapai 1000 orang, dimana 600 orang di antaranya adalah prajurit infantri
berbaju besi, 100 tentara berkuda, dan 300 laskar cadangan yang merangkap
sebagai penabuh genderang perang.[25]
Dalam perang ini, 14 orang Muslim tewas sebagai syahid. Sedangkan di pihak
Kuraisy Mekkah, Abu Jahal tewas bersama 69 tentara Kuraisy lainnya, dan 70
orang menjadi tawanan. Kemenangan ini benar-benar merupakan pertolongan dari
Allah SWT. sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran.3:123.[26]
Sepulang dari
medan perang, Nabi Muhammad SAW. melakukan musyawarah dengan para sahabatnya
untuk menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan ke 70 orang tawanan itu.
Dalam musyawarah itu diputuskan bahwa para tawanan yang pandai membaca dan
menulis akan dibebaskan jika bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih
buta huruf dan tidak dapat menulis. Sementara tawanan yang mempunyai kemampuan
finansial lebih dapat ditebus oleh keluarganya, dan tawanan yang tidak memiliki
kekayaan apa-apa dan juga tidak bisa baca-tulis dibebaskan tanpa syarat.[27]
Keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan bahwa Islam adalah agama yang
menjunjung tinggi perdamaian dan kesetiakawanan, serta tidak memperlakukan
lawan secara sewenang-wenang. Disamping itu, tebusan berupa mengajari
baca-tulis merupakan upaya Nabi SAW. untuk memberantas buta huruf dan buta
aksara, yang pada akhirnya nanti akan memberantas kebodohan di kalangan Umat
Islam. Upaya taktis yang sangat sesuai dengan ajaran Islam yang menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan.
Tak lama setelah
situasi normal kembali dan suasana perang sudah mereda, Nabi Muhammad SAW.
kembali dihadapkan dengan persoalan baru, yakni penghianatan yang dilakukan
oleh Bani Qainuqa’, salah satu suku di Madinah yang berkomplot dengan Kuraisy
Mekkah. Bani Qainuqa’ yang ikut menandatangani Piagam Madinah itu mengingkari
isi piagam itu dan melakukan pemberontakan dari dalam. Akhirnya dengan sangat
terpaksa Rasulullah SAW. mengusir mereka ke Syam (Suriah), setelah sebelumnya
mereka dalam ditaklukkan dalam sebuah pertempuran singkat.
Selain
tantangan dari dalam, Nabi Muhammad SAW. juga dihadapkan dengan persoalan
eksternal yang rumit, yakni penghianatan oleh beberapa suku Badui (A’rabi) yang
sebelumnya telah mengadakan perjanjian damai dan kerjasama bilateral dengan
Nabi SAW. Namun penghianatan itu tidak menimbulkan ekses berarti karena pasukan
nomad itu tidak begitu besar sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.
Fakta
penting
- tauhid dan syariat????????
- Perlakuan manusiawi terhadap
tawanan perang
- lekatnya budaya musyawarah
- Pemberantasan buta huruf, bukti
kecintaan Islam pada ilmu pengetahuan.
- jumlah pasukan minim berhasil
mengalahkan pasukan yang lebih besar
- dikhianati oleh beberapa suku,
baik yang berada di Madinah maupun luar Madinah
- mmmmmm??????
Tahun
Ketiga
Pada tahun yang
ketiga pasca Hijrah ini, stabilitas keamanan sudah sangat terjkendali sehingga
kaum Muslimin di Madinah dapat melaksanakan rutinitasnya sehari-hari. Aktivitas
yang bersifat duniawi seperti bekerja atau berdagang, serta aktivitas ukhrawi
seperti shalat atau menyantunhi fakir-miskin semakin semarak digalakkan.
Sementara Rasulullah SAW. sebagai mubayyin atau pemberi kejelasan bersikap
sangat terbuka dan kooperatif dalam memecahkan segala persoalan yang diahadapi
umatnya. Aktivitas yang bersifat eksternal, seperti ekspedisi ke berbagai
kawasan dan mengadakan perjanjian dengan suku-suku tetangga, tidak banyak
dilakukan pada tahun ketiga ini. Segala energi kaum muslimin banyak dicurahkan
untuk konsolidasi ke dalam.
Di tengah
situasi aman dan tenteram itu, Nabi Muhammad SAW. mendapat kabar gembira karena
pamanya, Abbas bin Abdul Muthallib, bersedia masuk Islam. Namun kabar baik itu
juga diiringi dengan berita mengejutkan yang dibawa oleh Abbas ra. Abbas yang
baru tiba dari Mekkah mengabarkan bahwa tentara Kuraisy akan menyerang Madinah.
Menurut penuturan Abbas, kekalahan Kaum Kuraisy Mekkah dalam perang Badr tidak
dapat mereka terima. Kekalahan itu mereka artikan sebagai noda hitam bagi
kehormatan orang-orang Kuraisy. Karena itulah Kaum Kuraisy kemudian bersatu untuk
membalas dendam dengan membawa tentara yang dua kali lebih besar daripada dalam
Perang Badr.
Setelah
mendengar berita tersebut, Nabi Muhammad SAW. langsung mengirimkan mata-mata ke
gunung Uhud, empat kilometer sebelah timur laut Madinah, tempat pasukan Kuraisy
berada. Ternyata, menurut laporan mata-mata itu, pasukan Kuraisy berjumlah
3.000 orang dengan 3000 ekor unta dan 200 ekor kuda, serta 700 tentaranya
berbaju besi dan disertai beberapa pasukan wanita. Karena begitu besarnya
pasukan musuh, Nabi Muhammad SAW. kemudia mempersiaplkan 1000 prajurit, yang
sebenarnya belum sepadan dengan jumlah pasukan musuh.[28]
Sekitar tiga
hari setelah menerima kabar itu, berangkatlah Rsulullah beserta pasukannya
menuju bukit Uhud. Namun di tengah perjalanan, sekitar 300 orang munafik yang
ketakutan akan besarnya pasukan lawan, melakukan pembelotan. Mereka kembali ke
Madinah di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay. Akhirnya, pasukan Muslim tinggal
700 orang saja. Walaupun demikian, mereka tetap berangkat ke bukit Uhud.[29]
Rasulullah
kemudian menyusun strategi dengan menempatkan 50 pasukan panah di atas bukit
Uhud di bawah pimpinan Abdullah bin Zubair. Nabi Muhammad SAW. berpesan agar
mereka tidak meninggalkan posisi mereka dalam kondisi apapun. Tak lama
kemudian, pecahlah pertempuran tak seimbang itu. Setahap demi setahap, pasukan
Muslimin yang hanya berjumlah 700 orang itu berhasil mendesak pasukan lawan
yang jumlahnya 3000-an orang, sehingga pasukan lawan berai-berai dan akhirnya
melarikan diri.
Melihat
tentara musuh porak-poranda, pasukan panah yang ditenpatkan di atas bukit lupa
akan pesan Nabi SAW. Mereka kemudian menuruni bukit untuk ikut berebut
mendapatkan harta rampasan perang. Kesempatan itu dimanfaatkan pihak lawan
dengan menyerang balik kaum muslimin yang sedang lengah. Alhasil, kini giliran
pasukan muslim yang kocar-kacir dan tanpa koordinasi. Akibatnya, banyak kaum
pasukan Muslim yang tewas, bahkan Nabi SAW. sendiri sempat mendapat luka-luka
akibat serangan balik itu.
Di antara
pasukan Muslim yang meninggal adalah Mus’ab bin Umair, pembawa panji perang
Islam. Karena wajahnya mirip Rasulullah SAW., maka tentara Kuraisy mengira
bahwa Nabi SAW. telah tewas. Berita gugurnya Rasulullah SAW. segera menyebar
dan membuat lawan mengendurkan serangan mereka, disamping menimbulkan
kegoncangan di kalangan pasukan Islam sendiri.
Akan tetapi, Ka’b bin Malik yang melihat Rasulullah SAW. masih hidup
segera mengabarkan berita gembira itu guna mengobarkan semangat kaum muslimin
yang mulai patah semangat. Mendengar berita tersebut, kaum Muslimin bangkit
keberaniannya sehingga sedikit-demi sedikit berhasil mendesak lawan dan
akhirnya berhasil memukul mundul mereka. Dalam perang ini, sekitar 70 orang
pasukan muslim gugur sebagai syahid, termasuk diantaranya Hamzah bin Abdul
Muthallib, paman Nabi SAW. dan salah satu tokoh berpengaruh di kalanagan Umat
Islam. Banyaknya korban di pihak Muslim ini sudah dinilai cukup oleh kaum
Musyrikin sebagai pembalasan atas kekalahan mereka dalam
pertempuran-pertempuran sebelumnya, sehingga mereka memutuskan untuk kembali ke
Mekkah dan menghentikan pertempuran.
Selepas dari
perang Uhud, Kaum Muslimin masih dihadapkan dengan persoalan baru, yakni upaya
persekongkolan antara beberapa orang Yahudi Madinah dengan Kaum Kuraisy Mekkah.
Kaum Yahudi membatalkan secara sepihak Piagam Madinah yang mereka tandatangani
bersama Nabi SAW. dua tahun sebelumnya. Fakta ini membuat Nabi SAW. mengambil
langkah taktis dengan……..(cari ibarot)
Fakta Penting:
- tauhid dan syarita?????
- Masih lekatnya budaya
paternalistik (ingat ketika kabar wafatnya Nabi SAW. mempengaruhi semangat
kaum muslimin)
- Masih lekatnya ghirah yang
bersifat duniawi (seperti ketertarikan berebut harta rampasan perang) pada
saat melakukan pekerjaan yang bersifat ukrawi (jihad)
- mmmmmmmm???????
Tahun
Keempat
Aman damai
Fakta Penting:
- bangunan tauhid dan syariat
- mmmmmm??????
Tahun
Kelima
Kondisi aman
dan damai yang dirasakan oleh kaum Muslimin selama satu tahu terakhir ini tidak
bertahan lama. Sebab Bani Nadzir dan Bani Wa’il, dua kabilah Yahudi Madinah,
melakukan persekongkolan dengan Kaum Kuraisy Mekkah dan kabilah Ghatafan. Bani
Nadzir dan Bani Wa’il merasa tidak puas dengan keputusan Nabi SAW. yang
menempatkan mereka diu luar kota Madinah. Karena itulah mereka kemudian
mengutus Huyayy bin Akhthab untuk melakukan hubungan diplomasi dengan Kaum
Kuraisy. Huyayy menyampaikan keinginan mereka untuk melakukan pembelotan kepada
para pemimpin Kuraisy dan mengajak untuk bersama-sama memerangi Nabi SAW. yang
dinilai oleh orang Kuraisy sebagai orang yang telah memporak-porandakan sistem
kemasyarakatan dan sistrem keagamaan Bangsa Kuraisy. Ajakan itu pada mulanya
tidak lansung diterima, namun setelah diyakinkan oleh Huyayy akhirnya mereka
sepakat untuk bekerjasama.
Setelah
berhasil mempengaruhi Kaum Kuraisy, Huyayy kemudian menghubungi kabilah
Ghathafan untuk diajak bersama dalam koalisi itu. Kabilah Ghathafan tentu
tertarik dengan ajakan Huyayy, apalagi mereka dijanjikan akan mendapat hadiah
berupa hasil perkebunan dan pertanian tanah Kahibar, sebuah kawasan subur di
Madinah, disamping mereka bisa memperoleh harta rampasan perang bila kelak
berhasil memenagkan pertempuran itu. Koslisi tiga kekuatan utama di semenanjung
Arab itu berhasil menghimpun 10.000 pasukan dengan peralatan perang yang
lengakap dan canggih. [30]
a. Membuat parit
Kabar mengenai
rencana penyerbuan besar-besaran terhadap kota Madinah itu terdengar oleh
Rasulullah SAW. dan kaum Muslimin. Namun karena pasukan Muslim sangat terbatas
jumlahnya, maka untuk menyongsong kedatangan lawan jelas tidak mungkin. Untuk
bertahan saja kaum Muslimin tentu akan kesukitan mengahadi jumlah lawan yang
sangat besar itu. Padahal mempertahankan akidah, syariat, dan kehormatan
merupakan kewajiban agama. Karena itulah Rasulullah kemudian melakukan
musyawarah guna menyusun strategi mengahadpi lawan. Dalam musyawarah itu,
Salman al-Farisi mengusulkan agar di perbatasan Madinah dibangun sistem
pertahanan parit (khandaq). Dengan demikian, menurut Salman, gerakan musuh akan
terhambat oleh parit sehingga mereka akan kesulitan memasuki Madinah. Dan jika
pun mereka memaksakan diri menyeberangi parit, maka menurut Salman, kamum
Muislimin akan dengan mudah memberondong mereka dengan serangan panah.
Usul cemerlang
Salman al-Farisi itu diterima oleh Rasulullah SAW. belliau pun segera
memerintahkan kaum Muslimin agar segera menggali parit besar dan dalam di
sekitar Madfinah, tepat di arah datangnya musuh. Penggalian itu dipimpin
langsung oleh Rsulullah SAW. dan selesai dalam waktu enam hari. Disamping
membuat parit, kaum Muslimin juga memperkokoh sistem pertahanan di dalam kota
Madinah sendiri. Rumah-rumah yang menghadap ke arah datanbgnya musuh di
perkokoh, dan rumah- rumah yang terletakj di belakakng part di kosongkan.
Wanita dan anak-anak di tempatkan di rumah yang kuat dan dengan pengawalan
ketat. Sementara penjagaan kota yang tidak dikelilingi Parit diserahkan kepada
Yahudi Bani Quraidzah yang telah membuat perjanjian damai den bersumpah untuk
saling tolong-menolong.[31]
Sementara nun
jauh di sana, pasukan musuh telah dipersiapkan dengan ssangat matang. Mereka
dibagi dalam tiga kekuatan besar. Kelompok pertama dipimpin oleh A’war
al-Salami dan bertugas menyerang dari atas lembah. Kelompok kedua yang
dikoordinasi oleh Uyainah bin Hisn bertugas menyerang dari arah samping kota
Madinah. Sementara kelompok ketiga yang dipimpin oleh Abu Sufyan akan menyerang
Madinah dari arah depan atau pintu gerbang utama memasuki kota Madinah. Setelah
semua persiapan matang, berangkatlah pasukan besar itu sesuai tugas
masing-masing. Mereka tampak optimis akan mampu menghancurkan Madinah dalam
waktu singkat.
b. Dikepung
Pasukan Sekutu
Ketika telah
tiba di Madinah, pasukan sekutu tersebut heran melihat sitem pertahanan parit
yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Penerapan sistem pertahanan ala
Salman al-Farisi itu ternyata mampu membendung laju lawan, sehingga mereka
tertahan di seberang parit. Setelah mengetahui bahwa bila mereka menyeberangi
parit itu, maka mereka akanm emnjadi sasran pasukan panah kaum Muslimin,
akhirnya mereka hanya bertahan dan menyebar pasukan di sekeliling parit.
Pasukan sekutu berniat memblokade Madinah dan memutus hubungan dengan kota-kota
lain.
Selama satu
bulan masa pengepungan, kaum Muslimin Madinah benar-benar mengalami penderitaan
luar biasa karena terisolasi dari dunia luar dan semakin menipisnya suplai
makanan. Namun dengan bekal keimanan yang kuat dan kesetiaan kepada Nabi
Muhammad SAW., mereka terus bertahan di dalam kota. Selamam satu bulan itu
pula, tidak ada kontak antara pasukan Muslim dan sekutu, kecuali saling melepas
anak panah dan perang tanding. Dalam setiap perang tanding, pasukan Mudlim yang
dipimpin Ali ra. selalu mampu menaklukkan lawan.
Di tengah
kondisi kaum Musliminn yang semakin terjepit, persoialan baru timbul dari
dalam, yakni membelotnya Bani Quraidzah dan membatalkan secara sepihak
perjanjian mereka dengan Rasulullah SAW. Keadaan ini tentu saja membuat kaum
Muslimin terguncang hebat dan sempat menggoyahkan semangat mereka. Namun Nabi
SAW. berhasil menenangkan mereka dengan menyatakan bahwa tidak lama lagi Allah
SWT. akan memberikan pertolongan-Nya. Saat itu Rasulullah berdo’a kepada Allah:
”Ya, Allah. Dzat yang menurunkan wahyu dan maha cepat membuat perhitungan,
kalahkan lah pasukan ahzab.[32]
Kalahkanlah mereka dan menangkan kami atas mereka” (HR. Bukhari dan Muslim).[33]
Tak lama
setelah itu, datanglah Nu’man bin Mu’adz, seorang anggota kabilah Bani
Ghathafan, menemui Nabi SAW. dan menyatakan diri masuk Islam. Nu’man menyatakan
bahwa dirinya membelot dari Bani Ghathafan tanpa sepengetahuan kawan-kawannya.
Dia menyatakan bersedia diutus dan diberi tugas oleh Nabi SAW. untuk menemui
pasukan lawan. Setelah meyakini kesungguhan niat Nu’man, akhirnya Rasulullah
SAW. mengutusnya untuk menemui pasukan sekutu dan mencoba menurunkan semangat
mereka. Rasulullah SAW. menyerahkan sepenuhnya kepada Nu’man mengenai siasat
apa yang akan ia terapkan, yang jelas target utamanya adalah mengendorkan
semangat musuh.
Setelah
bergabung kembali dengan pasukan sekutu, Nu’man kemudian melakukan siasat
penggembosan dari dalam. Mula-mula ia menghubungi kepala pasukan Bani
Quraidzah, suku Yahudi yang membelot, dan menyarankan mereka untuk meminta
jaminan kepada dua sekutu mereka, yakni Kaum Kuraiys dan Ghathafan, bahwa
mereka tidak akan dibiarkan tinggal sendirian saat menghadapi kaum Muslimin.
Bentuk jaminan itu adalah dengan dikirimkannya beberapa pimpinan Kuraisy dan
Ghathafan untuk menemui pimpinan Yahudi Bani Quraidzah. Setelah itu, Nu’man
juga mendatangi beberapa kepala pasukan Kuraisy dan meyarankan hal yang sama;
yakni meminta jaminan dari dua suku lainnya dan mengirimkan beberapa kepala
sukunya untuk menemui kepala pasukan Kuraisy sebagai jaminan kesetiakawanan.
Setelah berhasil membujuk kepala suku Kuraiys, Nu’man kemudian menemui kepala
pasukan Bani Ghathafan dan juga memberikan saran yang sama.
Siasat Nu’man
ternyata berhasil. Hasutan itu berhasil menghilangkan rasa kepercayaan antar
satu pasukan atas pasukan lainnya. Pada malam Sabtu tanggal 5 Syawal, Abu
Sufyan sebagai kepala pasukan Kuraiys mengirimkan utusan kepada kepala suku
Yahudi Bani Quraidzah dan berpesan bahwa keesokan harinya (Sabtu), mereka harus
sudah melakukan penyerangan. Namun jawaban dari pihak Yahudi Bani Quraidzah
ternyata diluar dugaan; mereka menolak menyerang pada hari Sabtu, karena hari
itu dinilai sebagai hari suci umat Yahudi dan orang Yahudi tidak boleh bekerja
pada hari itu. Yang lebih mengejutkan lagi, Yahudi Bani Quraidzah juga meminta
jaminan kesetiaan Suku Kuraisy dan Ghathafan dengan mengirimkan beberapa kepala
pasukan kepda mereka. Hal ini tentu membuat Abu Sufyan berang. Ternyata apa
yang disampaikan Nu’man benar; bahwa kaum Yahudi memang tidak dapat dipercaya.
Abu Sufyan bersumpah tidak akan mengirimkan beberapa kepala pasukannya kepada
Bani Quraidzah dan menyuruh suku Yahudi itu berperang sendirian. Mendengar sumpah
serapah Abu Sufyan, kaum Yahudi Bani Quraidzah pun membenarkan ucapan Nu’man,
bahwa kaum Kuraisy tidak sepenuh hati bekerjasama dengan kaum Yahudi.
c. Datangnya
pertolongan Allah SWT.
Ketika kemelut
internal pasukan sekutu itu semakin memuncak, pada suatu malam tiba-tiba
terjadi topan dahsyat yang memporak-porandakan perkemahan mereka. Angin topan
itu disertai dengan hujan deras dan petir yang mengelegar-gelegar tanpa henti.
Pasukan sekutru tentu saja panik melihat kondisi semacam itu. Mereka juga khawatir
jangan-jangan kaum Muslimin Madinah akan menyerang mereka disaat mereka sedang
lengah. Karena itulah Abu Sufyan kemudian memerintahkan pasukan Kuraiys untuk
menarik diri dari Madinah dan segera kembali ke Mekkah. Melihat pasukan Kuraisy
pulang kandang, pasukan-pasukan lainnya ikut-ikutan menarik pasukannya dan
pulang ke daerah masing-masing.
”Tidak ada
Tuhan selain Allah!” seru kaum Muslimin setelah melihat kenyataan ini. ”Allah
telah memehuhi janji-Nya, menolong hamba-hamba-Nya, memenangkan pasukan-Nya dan
mengalahkan pasukan Ahzab dengan kekuasaan-Nya.” tambah mereka sebagai ungkapan
rasa syukur atas pertolongan Allah SWT. yang datang secara tidak terduga. Semua
itu menambah keyakinan dan keimanan kaum Muslimin akan keberadaan Dzat yang
Maha Perkasa dan Maha Kuasa atas alam semesta.
Namun
persoalan tidak berenti sampai di situ. Bani Quraidzah yang membelot dan
berkomplot dengan kaum Kuraisy dan kabilah Ghathafan dikhawatirkan akan
melakukan pembelotan lagi. Karena itu, keesokan harinya kaum Muslimin langsung
melakukan pengepungan atas perkampungan Bani Quraidzah. Pengepungan itu
berlangung selama 25 hari. Karena merasa sudah tidak akan mampu bertahan lama,
akhirnya Bani Quraidzah menyerah kepada kaum Muslimin. Mengetahui bahwa lawan
sudah menyerah, Sa’ad bin Mu’ad, orang yang diberi kepercayaan oleh Rasulullah
SAW. untuk menangani masalah Bani Quraidzah, kemudian memerintahkan mereka
untuk meletakkan senjata dan keluar dari benteng peretahanan mereka. Bani
Quraidzah menaati perintah itu. Kemudian Sa’ad memberi keputusan bahwa anggota
Bani Quraidzah yang terlibat dalam kejahatan perang akan dijatuhi hukuman mati,
sementara kaum wanita dan anak-anak dijadikan tawanan perang dan harta benda
mereka akan dibagikan kepada kaum muslimin. Keputusan Sa’ad ini diusetujui oleh
Rsulullah SAW.
Sejak saat
itulah posisi kaum Muslimin semakin kokoh dan disegani oleh kabilah-kabilah
lain di seluruh semenanjung Arabia. Dua kemenangan beruntun itu tentu saja
membuat mereka memiliki daya tawar atau bargaining position dalam
pandangan kabilah-kabilah lainnya. …….
Fakta penting:
- bangunan tauhid semakin kokoh,
terutama setelah menyaksikan datangnya pertolongan dari Allah SWT. melalui
perantara angin topan
- kesabaran yang luar biasa selama
dua bulan masa pengepungan
- Bersikap obyektif, terutama saat
melihat jumlah pasukan lawan yang sangat besar dan jumlah kaum muslimin
sangat minim, sehingga mereka hanya bertahan di dalam kota Madinah
- dibutuhkannya usaha dan kerja
keras, tidak hanya berserah diri kepada Allah tanpa upaya apapun.
Contohnya strategi menggali parit, mengutus utusan pemecah-belah,
disamping berdoa kepada Allah.
- masih lekatnya budaya perang
tanding
- Penyerahan masalah tawanan Yahudi
Bani Quraidzah oleh Rasulullah pada ijtihad Sa’ad bin Mu’adz
- Untuk kesekian kalinya, suku-suku
Yahudi menghianati perjanjian dengan kaum Muslimin
- dll???????????
Tahun
Keenam
Sebagaimana
telah ditegaskan di muka, kaum muhajirin pada dasarnya masih belum bisa
melupakan tanah kelahiran mereka. Hasrat untuk bertemu dengan sanak saudara
merupakan sebuah keinginan yang wajar dan sangat alamiah dialami oleh mereka
yang lama berpisah. Keinginan itu seakan mendapat angin segar ketika pada tahun
keenam pasca hijrah ini, ibadah haji disyariatkan oleh Allah SWT. sebagai rukun
Islam yang kelima.[34]
Karena itulah
Rasulullah SAW. kemudian memimpin kurang lebih 1.400 orang kaum Muslimin
Madinah untuk melaksanakan ibadah umrah ke Mekkah. Mereka berangkat pada bulan
suci, bulan yang dilarang adanya perang, memakai pakaian ihram, membawa
perbekalan makanan, hewan-hewan kurban, serta membawa senjata seadanya untuk
berjaga-jaga. Nabi SAW. dan rombongannya menempuh jalur yang tidak biasa
dilalui orang, dengan naik turun bukit
yang terjal dan berbatu tajam. Ketika sampai di sebuah lembah yang bernama
Hudaibiyah, unta yang ditungganhi Nabi SAW. berhenti seketika dan tidak mau
meneruskan perjalanan. Hal ini dinilai sebagai isyarat dari Allah SWT. agar
Nabi SAW. dan rombongan berhenmti di lembah itu.
Sementara di
Mekkah, berita mengenai rencana kedatangan kaum Muslimin Madinah ke Mekkah
telah didengar oleh kaum Kuraisy. Karena itulah, mereka kemudian menyiapkan
pasukan perang dibawah pimpinan Khalid bin Walid[35]
untuk menangkal serangan kaum muslimin. Mereka mengira bahwa kedatangan kaum
Muslimin bertujuan untuk menyerang Mekkah. Untuk itu, mereka kemudian mengirim
seorang utusan bernama Budail bin Warqa’ untuk menemui Nabi SAW. di lembah
Hudaibiyah dan menanyakan maksud kedatangan Nabi SAW. dan rombongan ke Mekkah.
Sekembalinya dari Hudaibiyah, Budail melaporkan bahwa kedatangan kaum Muslimin
ke Mekkah semata-mata untuk berziarah ke Baitullah, bukan untuk berperang. Para
pemimpin Kuraisy tidak serta merta mempercayai laporan itu. Mereka kemudian
mengutus Mi’raz bin Hafs untuk memastikan apakah laporan utusan pertama, Budail,
benar adanya. Dan ternyata setelah kembali ke Mekkah, Mi’raz juga melaporkan
hal yang sama; bahwa maksud kedatangan kaum Muslimin hanya untuk melaksnakan
ibadah haji. Laporan kedua ini pun belum dipercayai oleh para pemimpin Kuraisy,
sehingga mereka mengirimkan utusan untuk ketiga kalinya. Utusan itu bernama
Halis bin Alqamah. Lagi-lagi utusan ketiga itu melaporkan hal yang sama dengan
dua pendahulunya. Tapi apa lacur, Halis bin Alqamah justru dicaci maki oleh
para pemimpin Kuraisy dan dituduh bersekongkol dengan kaum Muslimin. Dan untuk
keempat kalinya, mereka mengutus Urwah bin Mas’ud ke Hudaibiyah. Walaupun
utusan keempat ini berlaku tidak sopan saat bertemu Nabi SAW., namun ia
melaporkan hal yang sebenarnya bahwa kaum muslimin memang benar-benar hanya
ingin melaksanakan ibadah haji.[36]
Nabi SAW. pun
tidak ketinggalan mengirimkan utusan untuk meyakinkan maksud kedatangan kaum
Muslimin kepada kaum Kuraisy Mekkah. Pertama-tama Nabi SAW. mengutus Khuza’ah
al-Khuza’i yang nyaris dianiaya oleh para pemimpin Kuraisy setibanya di kota
Mekkah. Namun Khuza’ah berhasil diselamatkan oleh Bani al-Habsyi. Setelah itu,
Nabi Muhammad SAW. kamudian mengutus Utsman bin Affan. Hal ini berdasar
pertimbangan bahwa Utsman mempunyai banyak keluarga di Mekkah yang seandainya sewaktu-waktu
Ustman dianiaya, maka keluarga Utsman akan menyelamatkannya. Dan ternyata
benar. Ata jaminan dari salah seorang kerabatnya yang bernama Aban bin Sa’id
bin Ash, Utsman dapat memasuki kota
Mekkah. Tapi kaum Kuraisy tenyata tidak menepati janji mereka. Setelah Ustman
menyampaikan amanah Nabi SAW., ia kemudian ditahan selama beberapa waktu.
Tak lama
kemudian, kaum muslimin mendengar desas-desus bahwa Utsman telah dibunuh oleh
Kaum Kuraisy. Karena itulah Nabi kemudian mengangkat sumpah setia bersama
seluruh rtombongan. Mereka berjanji untiuk saling membela, tidak akan lari,
siap mati, dan akan terus berjuan dlam kondisi apapun. Sumpah janji yang
dilaksanakan di bawah pohon itu kemudian dikenal dengan ”baiat al-ridlwan”.[37]
Pelaksanaan
Baiat al-Ridlwan ternyata membuat para kepala suku Kuraisy menjadi gentar.
Mereka kemudian membebaskan Utsman dan mengirim Suhail bin Amr untuk mengadakan
perundingan dengan kaum Muslimin. Tepat pada bulan Dzulqa’dah 6 H/Maret 628 M,
Suhail tiba di Hudaibiyah dan langsung diterima oleh Rasulullah SAW. Dalam
perundingan itu, kaum Kuraisy melalui Suhail mengajukan 5 butir tuntutan: (1)
kaum Muslimin belum boleh mengunjungi Baitullah pada tahun itu, akan tetapi
ditangguhkan sampai tahun berikutnya; (2) lama kunjungan dibatasi sampai tiga
hari saja, tidak boleh lebih. Saat kedatangan kaum Muslimin ke koota Mekkah,
orang-orang Kuraisy akan mengosongkan kota; (3) selama masa satu tahun itu,
kaum Muslimin Madinah diwajibkan mengembalikan (menyuruh pulang) pada
orang-orang Mekkah yang masuk Islam dan pindah ke Madinah. Sementara jika ada
orang Madinah yang membelot dan lari ke Mekkah, maka orang-orang Kuraisy tidak
wajib mengembalikannya ke Madinah; (4) masyarakat Madinah dan Mekkah melakukan
genjatan senjata dan tidak mengadakan peperangan selama sepuluh tahun sejak
perjanjian Hudaibiyah itu disetujui; (5) siapa saja yang ingin mengadakan
persekutuan dengan Muhammad SAW. diperbolehkan, begitupun siapa saja yang ingin
melakukan persekutuan dengan Kuraisy Mekkah juga diperbolehkan. Artinya, baik
Nabi SAW. maupun kaum Kuraisy dibebaskan mengadakan perjanjian dengan kabilah
manapun.[38]
Tuntutan Kaum
Kuraiys yang cenderung merugikan kaum Muslimin itui ternyata langsung diterima
tanpa syarat oleh Nabi SAW. Bahkan Rasulullah SAW. tidak mengajak
sahabat-sahabatnya untuk berunding dan membahas isi tuntutan itu. Padahal
biasanya beliau selalu meminta pertimbangan para sahabatnya saat mengahadapi
beragam persoalan penting, walaupun keputusan final tetap berada di tangan
beliau. Karena itulah, beberapa sahabat agak heran dengan sikap Nabi SAW. Salah
satunya adalah Umar bin al-Khatthab. Umar bertanya kepada Nabi SAW. mengapa
beliau menerima perjanjian yang merugikan umat Islam. Dengan ramah Nabi SAW.
menjawab: ”Umar, aku adalah utusan Allah. Jadi aku hanya melaksanakan
perintah-Nya. Dan Allah SWT. tidak mungkin akan menyia-nyiakan diriku”
Mendengar jawaban itu, Umar Rasulullah SAW. baru memahami bahwa apa yang
dilakukan Rasulullah SAW. merupakan perintah dari Allah SWT., disamping juga
strategi Nabi SAW. untuk menggapai tujuan yang lebih jauh ke depan dan lebih
fundamental.[39]
Setelah itu,
Nabi SAW. kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib untuk mencatat tuntutan kaum
Kuraisy yang dibawa Suhail dalam sebuah nota kesepakatan (memorandum of
understanding). Saat itu Nabi SAW. memerintahkan Ali Rasulullah SAW. untuk
menulis kalimat “Bismillah al-Rahman al-Rahim, wa Muhammad Rasul Allah”
pada awal naskah. Namun Suhail merasa keberatan. Akhirnya, kalimat itu dirubah
menjadi ”Bismika Allahumma (dengan menyebut nama-Mu ya Allah), Inilah
perjanjian yang dibuat oleh Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amr….dst”.
Setelah selesai menuliskan semua tuntutan itu, akhirnya pulanglah Suhail ke
Mekkah dan Kaum Muslimin ke Madinah. Perjanjian ini kemudian dinamai dengan
perjanjian Hudaibiyah, karena dilakukan di sebuah lembah yang bernama
Hudaibiyah.
Sesampainya di
Madinah, kaum Muslimin baru memahami bahwa isi perjanjian yang secara eksplisit
merugikan kaum Muslimin itu ternyata merupakan siasat Rasulullah SAW. untuk
menguasai Ka’bah yang merupakan pusat kegiatan keagamaan seluruh kabilah di
semenanjung Arab. Persetujuan tanpa syarat itu merupakan kemenangan diplomatik
yang besar artinya bagi Kaum Muslimin dalam upaya menguasai Mekkah beberapa
tahun berikutnya, untuk kemudian menyebarkan ajaran Islam ke daerah-daerah
lainnya. Disamping itu, ketika kaum Muslimin pada tahun berikutnya berhasil
melksanakan ibadah haji, diharapkan dapat menarik simpati kaum Kuraisy sehingga
mereka tertarik untuk masuk Islam. Dengan banyaknya kaum Kuraisy yang masuk
Islam, maka kabilah-kabilah lainnya akan ikut tertarik karena Kuraisy adalah
suku berpengaruh di Jazirah Arab.
Sementara
mengenai orang Islam yang membelot ke Mekkah, dalam pandangan Nabi SAW., dia
pasti orang yang murtad dan pengkhianat (munafik) sehingga tidak perlu
dikembalikan pulang ke Madinah. Sebaliknya, jika ada orang Kuraisy Mekkah yang
masuk Islam, maka keharusan mengembalikannya ke Mekkah tidak akan menggoyahkan
keimanannya. Sebab keberanian orang tersebut untuk pergi ke Madinah sudah
merupakan petunjuk bahwa dia memang masuk Islam dengan tekad kuat dan
benar-benar meyakini kebenaran Islam. Apalagi sebelumnya orang itu telah
mengetahui bahwa bila dirinya masuk Islam maka akan dikembalikan pulang ke
Mekkah. Itu menunjukkan keteguhan sikapnya sehingga imannya tidak akan goyah
meskipun dipulangkan kembali ke Mekkah.
Menurut
sejarawan Mesir, Husain Heikal (1888-1956), melalui perjanjian Hudaibiyah itu,
untuk pertama kalinya kaum Kuraisy mengakui Nabi Muhammad SAW. bukan sebagai pemberontak terhadap mereka,
melainkan sebagai pihak yang memiliki kedudukan sejajar. Dengan demikian secara
tidak langsung mereka telah mengakui kedaulatan Islam, tidak seperti
tahun-tahun sebelumnya dimana Islam diangap sebagai agama yang dibuat-buat,
agama pengacau, dan agama pemecah-belah kesatuan Kuraisy. Disamping itu, dengan
diterimanya perjanjian Hudaibiyah maka kaum Kuraisy mengakui bahwa kaum
Muslimin memiliki yang yang sama dengan kabilah lain untuk melaksanakan ibadah
haji ke Baitullah, dan Islam sebagai salah satu agama resmi di semenanjung
Arab.
Dalam masa
penantian selama satu tahun, kaum Muslimin melaksanakan aktivitas harian
seperti biasanya. ……..
Fakta Penting:
1. Siasat
taktis dan langkah politis Nabi SAW. menunjukkan bahwa beliau disamping sebagai
pelaksna perintah Allah, juga sebagai seorang ahli strategi yang handal
- musyawarah yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW. dengan para
sahabatnya adalah pada persoalan-persoalan yang tidak belum/tidak
dijelaskan oleh Allah soal teknis pelaksanaanya
- perjanjian Hudaibiyah
mengindikasikan keharusan bersabar demi mencapai tujuan yang leboih besar
- sikap kritis sahabat, seperti
dilakukan Umar ra., menunjukkan bahwa keterbukaan dan sikap kooperatif
sangat dihormati oleh Nabi SAW. dan kaum Muslimin pada masa ini
- dll???????????
Tahun
Ketujuh
Memasuki bulan
Haji tahu ketujuh hijriyah, kaum Muslimin Madinah dibawah komando langsung dari
Nabi SAW. mempersiapkan segala keperluan untuk menyongsong pelaksanaan ibadah
haji yang sempat tertunda satu tahun. Mereka kemudian berangkat ke Mekkah
sesuai rencana, dan dapat melaksanakan ibadah haji secara sempurna sesuai waktu
yang disepakati dalam perjanjian Hudaibiyah, yakni tiga hari tiga malam.
Prediksi Nabi SAW. ternyata benar. Ketika kaum Kuraisy menyaksikan dengan mata
kepala sendiri bagaimana prosesi ibadah haji orang-orang Muslim, serta
banyaknya kemajuan yang dicapai oleh para pengikut Rasulullah SAW. itu,
ditambah lagi kesungguhan Nabi SAW. dan kaum Muslimin untuk menepati janji dan
tidak ada penghianatan sedikit pun dari pihak Muslimin Madinah, maka banyak
kaum Kuraisy memeluk agama Islam. Sepulang kaum Muslimin ke Madinah, banyak
kaum Kuraisy yang menyusul dan berikrar untuk masuk agama Islam. Mereka tidak
khawatir atau takut akan dikembalikan ke Mekkah atau dianiaya oleh kepala Suku
Kuraisy sepulangnya ke Mekkah nanti. Salah seorang diantara yang masuk Islam
pada masa ini adalah mantan panglima perang Kuraisy, Khalid bin Walid.
Setelah
selesai melaksanakan ibadah haji, Nabi Muhammad SAW. kemudian melakukan
langkah-langkah strategis guna menyebarkan ajaran Islam ke negeri-negeri
lainnya. Genjatan senjata dengan kaum Kuraisy memberi peluang cukup besar pada
upaya pengambangan agama Islam, karena Nabi SAW. tidak perlu memikirkan akan
datangnya bahaya dari kaum Kuraisy. Nabi Muhammad SAW. lebih banyak mencurahkan
petrhatiannya pada pengembangan Islam ke wilayah-wilayah yang belum tersentuh
ajaran Islam. Pada tahun ketujuh ini, Rasulullah SAW. banyak mengirim utusan
atau berkirim surat kepada beberapa kepala negara dan kepala pemerintahan,
seperti kepada Raja Ghassam (Iran), Mesir, Abbessinia, Persia, dan Romawi.
Walaupun dari
usaha itu tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, namun setidaknya dakwah Islam
telah sampai kepada mereka. Di antara para raja yang mendapat kiriman surat
dari Nabi SAW. ada yang menolak secara baik-baik, namun ada pula yang menolak
secara kasar. Di antara yang menolak secara kasar adalah Raja Ghassam (Iran).
Utusan Rasulullah SAW. kepada raja Ghassam dibunuh secara kejam dan sadis.
Karena perlakuan kejam itutulah, Rasulullah SAW. kemudian mengirim 3000 tentara
yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah untuk memerangi raja Ghassam.
Kedatangan
tentara Muslimin ternyata sudah di ketahui oleh Raja Ghassam. Melalui kerjasama
dengan pasukan Romawi, raja Ghassam juga mengirim pasukan yang jumlahnya
ratusan ribu orang untuk menghadang pasukan Muslim. Kedua pasukan bertemu di
Mu’thah, sebelah selatan Laut Mati (Yordania), dan berkecamuklah perang besar
di sana, itu sehingga perang itu dinamakan perang Mu’thah. Pasukan Ghassam yang
dibantu lansung oleh tentara Romawi berhasil mendesak tentara Muslim. Dalam
pertempuran yang tidak seimbang itu, banyak kaum muslimin yang gugur sebagai
syahid, termasuk pimpinan pasukan, Zaid bin Haritsah. Melihat kenyataan ini,
Khalid bin Walid kemudian mengambil alih komando pimpinan dan memerintahkan
agar pasukan Muslim segera mundur dan kembali ke Madinah.
Kuaisy
Melanggar Perjanjian Hudaibiyah
Secara umum,
setelah berjalan selama kurang lebih dua tahun, perjanjian Hudaibiyah ternyata
menampakkan hasil yang memuaskan. Keleluasaan yang didapat oleh Kaum Muslimin
untuk mengadakan perjanjian atau persekutuan serta ekspansi ke beberapa kabilah
di seluruh jazirah Arab, telah berhasil memperkuat barisan kaum Mulimin. Hampir
seluruh Semenjanjung Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan sekali pun,
telah menggabungkan diri dengan barisan Kaum Muslimin. Hanya beberapa suku
kecil di dekat Mekkah yang belum menyatakan diri masuk Islam. Perjanjian
Hudaibiyah dua tahun sebelumnya ternyata telah dimanfaatkan oleh kaum Muslimin
untuk mengkonsolidasikan kekautan mereka. Kenyataa semacam ini tentu membuat
kaum Kuraisy Mekkah menjadi gusar, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa.
Menjelang
tahun ke 8 Hijriyah, Bani Bakar yang menjadi sekutu Kaum Kuraisy berselisih
dengan Bani Khuza’ah yang berada dibawah perlindungan Islam. Bani Bakar
kemudian meminta bantuan kepada kaum Kafir Kuraisy untuk bersama-sama menyerang
Bani Khuza’ah. Permintaan itu dikabulkan dan digempurlah pedukuhan Bani
Khuza’ah oleh dua kekuatan besar itu. Banyak diantara pendudyknya yang tewas
dan sisanya lari tercerai-berai. Penyerangan oleh pihak Kuraiys yang
bekerjasama dengan Bani Bakar itu merupakan penghianatan atas genjatan senjata
sepuluh tahun yang disepakati dalam perjanjian Hudaibiyah. Karena itulah, salah
seorang dari Bani Khuza’ah bernama Amr bin Salim, kemudian melapor kepada
Rasulullah SAW. dan meminta keadilan. Dia merasa dirugikan oleh komplotan
Kuraisy dan Bani Bakar yang telah menghancurkan pedukuhannya sekaligus melamnggar
perjanjian Hudaibiyah.[40]
Mengetahui
bahwa perjanjian Hudaibiyah dilanggar, Rasulullah SAW. kemudian mengumumkan
kepada sahabat-sahabatnya untuk bersiap-siap menyerang Mekkah. Mereka
diharapkan siap sedia untuk kembali ke tanah kelahiran mereka, atau mati secara
syahid di jalan Allah SWT. Berita tentang rencamna penyerangan itu kemudian
didengar oleh para petinggi Kuraisy. Mereka merasa bersalah karena telah
melanggar perjanjian yang telah mereka buat sendiri dengan Rasulullah SAW.
Sebagai tindak lanjut atas penyesalan itu, kaum Kuriisy kemudian menutus Abu
Sufyan ke Madinah untuk berunding dengan Nabi Muhammad SAW. Namun setelah
sampai di Madinah dan bertemu dengan Nabi SAW., Abu Sufyan ternyata tidak mau
mengakui kesalahannya. Kaum Kuraiisy melalui perantara Abu Sufyan justru
menginginkan untuk memperbaharui perjanjian yang telah mereka langgar.
Pengajuan untuk memperbaharui perjanjian tentu saja ditolak oleh Nabi SAW.
Beliau tetap berupaya konsisten dengan perjanjian lama, perjanjian Hudaibiyah.
Sementara Abu Sufyan pun tetap bertahan pada pendiriannya untuk memperbaharui
perjanjian. Akhirnya Rasulullah SAW. mempersilahkan Abu Sufyan untuk segera
pulang ke Mekkah dengan tangan hampa.
Fakta Penting:
- Bukti keberhasilan perjanjian
Hudaibiyah adalah banyaknya kaum Kuraisy yang memeluk agama Islam
- Islam mendapat simpati
–diantaranya- karena keteguhan memegang janji
- kekalahan dalam perang Muthah
menunjukkan bahwa umat Islam tidak sdelamanya mampu menundukkan musuh
dengan pasukan yang minim, tanpa didukung dengan strategi yang jitu.
Disamping itu, fakta ini menunjukkan bahwa setiap keputusan Nabi SAW. yang
bersiufat teknis-duniawi tidak selamanya tepat, terbukti dengan kalahnya
pasukan yang beliau kirim dalam perang Mu’thah ini
- Nabi tidak memaksakan agar semua
raja yang dikirimi surat harus masuk Islam.
- Perjanjian Hudaibiyah memberikan
kesempatan kepada Nabi SAW. untuk menguatkan barisan dan
mengkonsolidasikan kekuatan guna merebut kota Mekkah dan mengembangkan
Islam dari pusat peribadatan suku-suku di seluruih jazirah Arab itu.
- Bangunan Akidah kaum muslimin
semakin kokoh melihat fakta bahwa apa yang disampaikan Nabi SAW. saat
perjanjian Hudaibiyah menjadi kenyataan?
- dll??????????????/
Tahun
Kedelapan
a. Fath Mekkah
Pada bulan
Muharram tahun ke 8 Hihriyah, Rasulullah SAW. kemudian mengumpulkan sekitar
10.000 dan langsung bertolak menuju Mekkah. Ketika rombongan pasukan Muslim
sampai di daerah Mahrur Zahran, mereka kemudian berhenti dan menangkap tiga
mata-mata Kuraisy yang memergoki kedatangan kaum Muslimin. Salah seorang di
antara mata-mata itu adalah Abu Sufyan. Setelah tertangkap, Abu Sufyan kemudian
menyatakan diri masuk Islam. Sebagai ujian atas kesungguhan Abu Sufyan memeluk
Islam, Rasulullah SAW. kemudian mengutusnya untuk memberitahukan penduduk
Mekkah bahwa sebentar lagi kaum Muslimin akan menyerang kota itu, sebagai
balasan atas dilanggarnya perjanjian Hudaibiyah. Selain itu, Abu Sufyan juga
diminta untuk memberitahukan bahwa seluruh penduduk Mekkah akan diperangi,
kecuali mereka yang berada di rumah Abu Sufyan, atau tetap tinggal di dalam
rumah masing-masing dan menutup pintu, serta mereka yang berada di dalam
masjid.[41]
Abu Sufyan pun segera betolak ke Mekkah untuk menyampaikan berita tersebut.
Setelah Abu
Sufyan berangkat, Rasulullah SAW. kemudian mempersiapkan segala sesuatu guna
melakukan penyerangan, termasuk membagi pasukan menjadi empat kelompok.
Kelompok pertama dipimpin oleh Zubair bin Awwam yang bertugas memasuki Mekkah
dari arah utara. Kelompok kedua dipimpin oleh Khalid bin Walid dan bertugas
memasuki Mekkah dari arah selatan. Kelompok ketiga berada dibawah pimpinan Sa’d
bin Ubadah memasuki Mekkah dari arah barat, sementara kelmpok keempat dibawah
komando Ubaidah bin al-Jarrah ditugaskan memasuki Mekkah dari atas gunung
Hindi. Keempat kelompok pasukan oleh Rasulullah SAW. diperintahkan agar tidak
melakukan pertempuran dengan siapapun kecuali dalam keadaan sangat terpaksa.[42]
Rasulullah SAW. juga mewanti-wanti agar semua pasukan muslim jangan sampai
mengorbankan pihak sipil.
Setelah
semuanya siap, Rasulullah SAW. kemudian memberangkatkan pasukannya. Dari
keempat kelompok itu, hanya pasukan Khalid bin Walid yang mendapat perlawanan
dari pihak Kuraisy sebelum memasuki kota Mekkah. Sementara tiga pasukan lainnya
nyaris tidak mendapat perlawanan berarti. Pasukan Khalid bin Walid dihadang
oleh pasukan Kuriasy yang dipimpin oleh Shafwan, Suhail, dan Ikrimah bin Abu
Jahal. Mereka memang orang-orang yang sangat memusuhi Nabi SAW. dan yang
melanggar perjanjian Hudaibiyah. Khalid bin Walid dan pasukannya berhasil menaklukkan
pasukan penghadang itu dalam jangka waktu tidak begitu lama, untuk kemudian
ikut bergabung dengan pasukan Muslim lainnya yang telah lebih dahulu menduduki
kota Mekkah.
Setelah semua
pasukan berkumpul, Rasulullah SAW. kemudian membawa seluruh pasukan Muslimin
menuju Ka’bah. Setiba di Rumah Allah itu, Rasulullah SAW. memerintahkan kepada
mereka untuk menghancurkan berhala-berhala dan gambar-gambar berhala yang
berada di sekeliling dan di dalam Ka’bah sambil membacakan firman Allah
(QS:17:18): “Katakanlah, telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan.
Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap.”
Setelah itu,
Nabi SAW. dan seluruh kaum muslimin kemudian melakukan thawaf bersama
mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Selama tujuh kali putaran itu, kaum
Muslimin mengumandangkan talbiyah: ”labbaik Allahumma labbaik”
disertai pengesaan terhadap Allah: ”la ilaha illaLah” dan seruan takbir:
”Allahu Akbar”. Mendengar seruan-seruan itu, banyak penduduk Mekkah yang
kemudian berbondong-bondong meyaksikan prosesi thawaf yang dilaksanakan oleh
Nabi SAW. dan kaum Muslimin. Disamping tertarik dengan prosesi thawaf, penduduk
Mekkah diam-diam juga menaruh simpati kepada kaum Muslimin yang tidak
memperlakukan mereka sebagai musuh. Setelah berhasil menaklukkan Mekkah, kaum
Muslimin ternyata tidak memperlakukan warga Mekkah sebagai tawanan atau
merampas harta benda mereka, melainkan langsung melaksanakan thawaf
bersama-sama. Padahal jika kaum Muslimin mau, maka mereka dapat melakukan apa
saja terhadap warga Mekkah, termasuk membunuh tanpa sisa. Tapi yang terjadi
justru sebaliknya, kaum Muslimin tampak bersahabat dan tidak memperlihatkan
wajah permusuhan.
Setelah
prosesi thawaf selesai, Nabi Muhammad SAW. kemudian mengajak penduduk Mekkah
yang hadir di tempat itu untuk berkumpul bersama-sama. Setelah itu, Nabi SAW.
kemudian melakukan khutbah di hadapan mereka. Dalam khutbahnya, Nabi SAW.
menyatakan bahwa Allah SWT. akan memberikan ampunan-Nya bagi anggota suku
Kuraisy yang bersedia masuk Islam dan menghentikan kedzaliman mereka. Penduduk
Mekkah tidak akan diperlakukan sebagai tawanan oleh kaum Muslimin, sebagaimana
tradisi masa lalu dimana pihak yang kalah perang akan ditawan dan harta
bendanya dirampas. Nabi SAW. memberikan kebebasan bagi mereka sebagai orang
merdeka. Dan bila warga Mekkah bersedia masuk agama Islam, maka dosa-dosa yang
mereka lakukan di masa lalu akan diampuni oleh Allah SWT.[43]
Mendengar
khutbah yang ramah dan manusiawi itu, bulu kuduk warga Mekkah merinding.
Pikiran mereka diliputi rasa haru bercampur kagum pada sikap Nabi SAW. yang
memperlakukan mereka sebagai sahabat, bukan sebagai musuh. Padahal sebelumnya
mereka sangat memusuhi Nabi SAW., bahkan nyaris membunuhnya. Karena itulah,
sesaat setelah Nabi SAW. selesai berkhutbah, penduduk Mekkah lalu berbondong-bondong
menyatakan diri masuk Islam.
Tak lama
kemudian, Nabi SAW. menyuruh sahabat Bilal bin Rabah untuk mengumandangkan
adzan dari atas Ka’bah. Kemudian, semua yang hadir di situ diajak oleh Nabi
SAW. untuk shalat secara berjamaah dan Nabi SAW. bertindak sebagai imam.
Keesokan
harinya, terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Bani Khuza’ah terhadap
seorang Bani Hudzail. Mendengar berita itu, Nabi SAW. kemudian bersabda: ”Wahai
manusia! Allah SWT telah menjadikan Mekkah sebagai tanah suci sejak Allah
menciptakan langit dan bumi. Mekkah ini suci untuk kali pertama, kedua, dan
seterusnya hingga hari kiamat. Karena itu, barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menumpahkan darah dan menebang pohon di
sini, kecuali pada hari ini (Fath Mekkah)” Larangan inilah yang menjadikan
Mekkah kemudian dikenal sebagai tanah haram.[44]
Untuk menata
administrasi dan pemeliharaan Baitullah, beberapa hari setelah Fath
Mekkah, kunci Ka’bah diserahkan kepada
Rasulullah SAW. dan oleh beliau dipasrahkan penjagaanya kepada Utsman bin
Thalhah dan anak-anaknya. Nabi SAW. tidak membolehkan kunci Ka’bah dipindah
tangankan kepada pihak lain selain keturunan Utsman ban Thalhah. Sedangakan
mengenai pemeliharaan air zamzam, Nabi SAW. mempercayakannya kepada Abbas bin
Abdul Muthallib.[45]
b. Perang
Hunain
Fath Mekkah
sudah terjadi dan kemenangan penting diraih kaum Muslimin tanpa pertumpahan
darah. Dengan fath Mekkah, kaum Muslimin dapat melaksanakan ibadah haji
sebagaimana diperintahkan Allah SWT. lebih-lebih bagi kaum Muhajairin,
peristiwa fath Mekkah merupakan mo,mentum penting karena mereka bisa kembali
bertemu dan berkumpul besama keluarga yang yang sudah lama ditinggalkan. Dan
yang lebih menggembirakan lagi, penduduk Mekkah banyak yang memeluk Islam dengan
kesadaraan mereka sendiri.
Dibalik
kegembiraan kaum Muslimin itu, ternyata masuh ada suku-suku yang berdomisili di
sekitar Mekkah yang tidak dapat menerima hal itu. Peristiwa Fath Mekkah mereka
nilai sebagai kekalahan memalukan yang telah mencoreng nama baik kota Mekkah.
Suku-suku tersebut adalah Bani Tsaqif, Bani Hawazin, Bani Nashr, dan Bani
Jusyam. Mereka semua bersatu menyatukan barisan dan mengangkat Malik bin Auf
sebagai pemimpin guna melakukan perlawanan bersenjata terhadap Nabi SAW.
Gelagat pemberontakan
kaum Khawazin dan sekutunya itu dicium oleh Rasulullah SAW. Beliau kemudian
mengutus Suhail al-Handalayyah untuk melakukan mata-mata dan mengamati
aktivitas mereka. Sepulang dari tugasnya, Suhail al-Handalayyah melaporkan
bahwa Kaum Musyrikin itu sedang bergerak menuju lembah Hunain bersama istri,
anak-anak, harta benda, dan hewan piaraan mereka. Mendengar berita itu,
Rasulullah SAW. hanya mnyatakan bahwa besok paginya semua itu akan menjadi ghanimah
(harta rampasan perang) bagi kaum Muslimin.[46]
Setelah itu,
Nabi SAW. kemudian menyiapkan 12.000 tentaranya, 10.000 di antaranya adalah
kaum Muslimin Madinah dan 2000 lainnya adalah kaum Muslimin Mekkah yang baru
memeluk Islam setelah peristiwa Fath Mekkah. Pada siang harinya mereka bergerak
menuju Hunain dibawah komando langsung dari Nabi SAW. Lalu pada sore harinya,
pasukan tersebut sudah sampai di sebuah celah bukit yang merupakan jalan masuk
menuju lembah Hunaih dan bermalam di sana.[47]
Keesokan
harinya, ketika fajar telah tiba, pasukan Muslim kemudian bergerak menyusuri
tebing-tebing terjal di sekitar lembah Hunain. Pasukan terdepan berasal dari
Bani Sulaim yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, sementara Nabi Muhammad SAW.
berada di barisan paling belakang dengan menunggang seekor bighal putih. Ketika
pasukan muslim bagian depan mulai menuruni tebing, tiba-tiba datang serangan
panah dari balik bukit yang dilakukan oleh pasukan Musyrikin yang sudah lama
mengintai kedatangan mereka. Pasukan Muslimin tentu saja terkejut oleh serangan
mendadak itu. Mereka kacau balau dan lari terpontang-panting menyelamatklan
diri. Apalagi saat itu keadaan masih remang-remang.
Setelah
melihat kaum Muslimin kocar-kacir, pasukan Musyrikin yang dipimpin Malik bin
Auf itu kemudian menuruni bukit dan mengepung pasukan Muslim. Dalam keadaan
panik dan terkepung itu, Nabi SAW. kemudian meminta Abbas bin Abdul Muthallib
untuk menyeru kaumMuslimin yang sedang panik itu. Abbas kemudian menyeru:
”Wahai saudara-saudaraku kaum Anshar, wahai saudara-saudaraku kaum Muhajirin,
wahai saudara-saudara yang telah berbaiat di bawah pohon, mri kita terus
berjuang. Muhammad SAW. masih hidup.” Seuan itu diucapkan berulang-ulang. Dan
sedikit-demi sedikit, kaum muslimin yang asalnya tercerai-berai itu menyahut
satu-persatu dari segenap penjuru, ”Ya, kami datang! Kami siap!”.[48]
Tak lama
berselang, pasukan Muslimin mulai terkonsolidasi. Semangat mereka mulai tumbuh
kembali sehingga serangan maupun pertahanan mulai terarah. Bersamaan dengan
itu, pagi mulai datang dan hari mulai terang, sehingga kaum muslimin sudah
dapat membedakan mana lawan dan mana kawan. Sementara Nabi SAW. yang sejak
beberapa waktu sebelumnya masih berada di atas bighalnya, kini ikut turun.
Beliau mengambil segenggam pasir dan dilemparkannya ke arah lawan. Tak lama
setelahg Rasulullah SAW. melempar pasir, semangat kaum musyrikin muali patah.
Kepanikan segera menimpa mereka sehingga mereka lari kocar-kacir meninggalkan
arena pertempuran. Anak-anak, istri, dan harta benda mereka dibiarkan begitu
saja, begitupun dengan kawan-kawan mereka yang ditawan oleh pasukan Muslimin.
Kaum Muslimin
tidak membiarkan mereka lari begitu saja. Mereka terus di buru hingga sampai ke lembah Autas, bagian dari lembah
Hunain, dan digempur di tempat itu. Sebagian besar dari mereka yang tidzk mau
menyerah tewas di sana, sementara sebagian kecil lainnya berhasil melarikan
diri ke Tha’if.[49]
Sementara rampasan perang yang diperoleh kaum Muslimin dalam perang Hunain ini,
setelah dihitung, berjumlah; 22.000 ekor unta, 40.000 kambing, 4.0000 perak,
dan ditambah dengan 6.000 orang tawanan.[50]
Dengan
berakhirnya perang Hunain dan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Khawazin,
maka hampir seluruh semenanjung Arab telah berada di dalam kekuasaan Islam.
KESIMPULAN
SEMENTARA
Suku-suku di
Arab pada umumnya sangat mengagumi dan memuja kekuatan dan keperkasaan,
sehingga dengan modal kekuatan maka kaum muslimin akan dengan mudah menarik
simpati suku-suku lain. Hal ini sangat disadari oleh Nabi saw. Beliau selalu
mengupayakan agar kaum muslimin mempunyai kekuatan besar guna menarik simpati
bangsa Arab, baik melalui jalan penaklukan, mengadakan kerjasama militer, atau
mengikat perjanjian bilateral dengan suku-suku lain. Setelah kekuatan itu
dicapai, Nabi saw. Selalu menunjukkan sikap lemah lembut dan tidak menekan
rekan sekutunya dengan berbagai syarat yang memberatkan. Disamping itu, Nabi
saw. juga selalu menunjukkan sikap manusiawi terhadap lawan-lawan yang berhasil
ditaklukkannya. Sikap yang demikian ini membuat suku-suku lain bersimpati
sehingga mereka bersedia masuk islam. Walaupun Nabi saw. memiliki kekuatan maha
dahsyat, tapi Nabi saw. dan kaum muslimin sama sekali tidak pernah berlaku
sewenang-wenang terhadap lawan-lawannya. Suatu sikap yang tidak pernah dijumpai
pada kabilah-kabilah lain yang berhasil mengalahkan lawan-lawan mereka. Sebelum
kedatangan Islam, setiap suiku yang berhasil mengalahkan suku lain biasanya
akan memperlakukan pihak yang kalah dengan perlakuan sewenang-wenang. Sementara
kaum muslimin justru bersikap ramah dan lemah lembut terhadap kabilah yang
mereka taklukkan. Fakta inilah yang menimbulkan simpati bangsa Arab kepada Nabi
saw. Perilaku yang demikian ini pula yang membuat bangsa Arab menaruh minat
besar pada ajaran yang dibawa Nabi saw., sehingga mereka berbondong-bondong
masuk Islam khususnya beberapa saat sebelum dan setelah terjadinya peristiwa
Fath Makkah.
Dari hipotesa
di atas dapat diambil satu kesimpulan bahwa, tuduhan beberapa pihak (terutama
kaum orientalis) yang menyatakan bahwa agama Islam disebarkan dengan pedang dan
darah, menjadi terbantahkan dengan sendirinya, sebab setiap peperangan yang
dilakukan Nabi saw. dan kaum Muslimin bukan merupakan tujuan utama penyebaran
Islam, melainkan sekedar upaya meraih simpati dan mempertahankan diri. Perang
yang dilakukan kaum muslimin tidak dengan tujuan untuk menguasai, melainkan
untuk menarik simpati dari bangsa-bangsa lain agar mereka mau memeluk agama
Islam. Dengan diraihnya rasa simpati itu, lalu diiringi dengan perlakuan yang
manusiawi terhadap lawan-lawannya, maka mereka akan tertarik untuk masuk Islam.
Jadi ajaran Islam yang hakiki bukanlah peperangan, melainkan sikap saling
menyayangi dan mengasihi antar sesama, sedangkan perang hanya salah satu media
untuk mencapai tujuan hakiki tersebut.
يا أيها الذين آمنوا إنما
المشركون نجس فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا وإن خفتم عيلة فسوف يغنيكم
الله من فضله
TAHUN
KESEMBILAN
Pada musim
panas awal tahun ke sembilan Hijriyah, Heraclius, pemimpin Romawi menyusun
pasukan besar di Syam (Suriah) yang terdiri dari beberapa suku, termasuk Bani
Ghassam dan Bani Lachmides. Mereka berencana menyerang kaum Muslimin yang
dinilai sebagai kekuatan baru di semenanjung Arab yang bisa membahayakan
kekuasaan Romawi.
Rencana
penyerangan pasukan Romawi itu terdengar oleh Nabi SAW. Tepat pada pertengahan
antara bulan Dzul Hijjah dan Rajab, beliau menghimbau kepada kaum Muslimin
untuk bersiap-siap mengahadapi tentara Romawi. Seruan Rasulullah SAW. mendapat
sambutan yang beraneka ragam. Ada yang menyambutnya dengan nada kurang gairah,
karena pada saat itu sedang musim panas. Tapi ada pula yang menyambut seruan
itu dengan semangat membara, seperti yang dilakukan oleh Utsman bin Affan. Dia
melakukan sebuah pengorbanan yang tak pernah terjadi pada masa itu, yakni
menyerahkan seribu uang dinar yang dimilikinya.
Setelah
melakukan mengajak kabilah-kabilah lain di seluruh semenanjung Arab, akhirnya
Rasulullah SAW. berhasil mengumpulkan sekitar 30.000 orang tentara. Dibawah
komando langsung Rasulullah SAW., mereka kemudian berangkat menyongsong
kedatangan pasukan Romawi. Namun ketika pasukan Romawi mengetahui besarnya
jumlah pasukan Muslimin melalui mata-mata yang mereka kirimkan, akhirnya
pasukan koalisi itu menarik diri dari peperangan. Mereka pulang kembali ke
daerah masing-masing dan batal mengadakan pertem[puran dengan pasukan muslim.
Tentara Muslimin sendiri tidak berusaha mengejar mereka. Pasukan Nabi SAW. itu
beristirahat dan berkemah di sebuah kawasan bernama Tabuk, perbatasan Syam
(Suriah). Di sini, Nabi SAW. melakukan perjanjian dengan beberapa kabilah yang
bertempat tingal di perbatasan tersebut. Mereka pada akhirnya dapat dirangkul
dalam barisan kaum Muslimin. Ekspedisi perang Tabuk ini merupakan perang
terakhir yang diikuti Nabi SAW.
Seusai perang
Tabuk, kekuatan kaum Muslimin sudah nyaris sempurna. Hal ini membuat aktivitas
di bidang pertahanan dan keamanan tidak begitu merisaukan pikiran Rasulullah
SAW. Pada akhir tahun kesembilan Hijriyah, aktivitas keamanan oleh Nabi SAW.
lebih diprioritaskan untuk upaya konsolidasi ke dalam. Sejarah mencatat bahwa,
pada tahun ini banyak suku-suku dari seluruh penjuru Arab yang mengutus
delegasinya kepada Rasulullah SAW. dan menyatakan masuk Islam serta mengakui
beliau sebagai pemimpin tertinggi. Kedatangan mereka ke Madinah umumnya melalui
rombongan-rombongan kafilah. Di kota Nabi itu, mereka belajar tentang agama
Islam dan kemudian pulang ke negeri masing-masing serta mengajarkan Islam
kepada penduduk setempat. Dari sini agama Islam semakin luas di anut oleh
suku-suku di seluruh Arab, sehingga terciptalah kesatuan masyarakat Arab.
Peperangan antar suku yang selama ini selalu membelenggu kebersamaan masyarakat
Arab kini berubah menjadi persaudaraan yang berdasarkan kesatuan akidah dan
kepercayaan (Islam). Kondisi semacam ini merupakan realisasi dari janji Allah
dalam Surat al-Fath:1-3: apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan;
dan kamu (Muhammad) melihat manusia datang berbondong-bondong (masuk Islam),
maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepeda-Nya”.
Karena seringnya utusan-utusan yang datang menemui Nabi SAW., maka tahun ini
biasa dikenal dengan ‘am al-bitsah (tahun perutusan).
Fakta Penting:
- kekuatan kaum muslimin sudah
nyaris sempurna
Tahun
Kesepuluh
Pada tahun ini
tugas yang diemban oleh Nabi SAW. sudah mulai mendekati titik kesempurnaan.[51]
Setelah bertahun-tahun berjuang bersama sahabat-sahabatnya, dan berhasil
memberi sinar kehidupan dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia, khususnya
bagi yang saat itu berada di semenanjung Arab. Kini, perjalanan hidup
Nabi wafat
(tahun ke 10, dua bulan setelah haji wada’)
[1]Katalog Dalam Terbitan (KDT), pen. PT Ichtiar Baru van Hoeve,
Jakarta, vol. Kelima tahun 1999, jilid 3 huruf ”M”, hal. 258.
[2] Peranan Kuraisy semakin penting setelah diutusnya Nabi Muhammad
SAW., salah seorang keturunan Kuraisy, sebagai Rasul terakhir bagi umat
manusia. Apalagi intonasi bahasa Arab (lahjah) yang digunakan al-Quran
adalah lahjah Suku Kuraisy. Lihat antara lain dalam Ahmad bin Abi
Ya’qub bin Ja’far al-Abbasi, Tarikh al-Ya’qubi, Dar Shadir, Beirut,
(t.t.), jilid 1, hal. 261.
[3] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”K” jilid 3 hal. 80.
[4] Ibid, hal. 78.
[5] Ensiklopedi Islam, Op. cit. jilid 3 huruf ”K”, hal. 78.
[6] Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihaya,
[7] Ensiklopedi Islam, op. cit. huruf ”M” hal. 260-261.
[8] Ibid.
[9] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”M”, hal. 262.
[10] Abu
al-Fada’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi, al-Bidayah wa al-Nihayah,
Maktabah al-Ma’arif, Beirut, (t.t.), jilid. 3, hal.
[11]Abu al-Fada’
Ismail bin Umar bin Katsir, Ibid. dan Muhammad bin Muhammad bin Abdul Wahid al-Syaibani, al-Kamil fi
al-Tarikh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, vol. 2, tahun 1415 H./1995 M.
1/584 dan seterusnya.
[12] Muhammad bin
Muhammad bin Abdul Wahid al-Syaibani, Op. cit. jilid
1 hal. 592-093. dan Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”M” hal. 252.
[13] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf “M”, hal. 101- 102.
[14] Ibid. hal 102
[15] Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Op. cit. 3/94 dan
seterusnya, atau Ensiklopedi Islam, Ibid. hal. 103.
[16] Ensiklopedi Islam. Ibid. hal. 267.
[17] Ibid. 103.
[18] Ensiklopedi, Op. cit. hal. 103.
[19] Ibid. hal. 253.
[24] Sebelum masuk Islam
[25] mereka terdiri dari koalisi berbagai suku, seperti Sukuy Kuraisy
Mekkah, Arab Tihamah, Kinanah, Bani Haris, Bani Haun, dan Bani Musthaliq. Periksa dalam Ensiklopedi
Islam, Op. cit. huruf ”B” hal. 212. dan Ibid. huruf ”A” hal. 47.s
[26] Ibid. Huruf ”M” hal. 270.
[27] Ibid.
[28] Ibid. huruf ”U” hal. 119.
[29] Ibid.
[30] Ibid. huruf ”K” hal. 38-39
[31] Ibib hal 39.
[32] Ahzab: (golongan-golongan) nama lain dari pasukan sekutu. Mereka
dinamakan Ahzab karena terdiri dari persekutuan beberapa golongan.
[33] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”K” hal. 40.
[34] Syariat berupa kewajiban haji tercermin dari firman Allah surat
al-Hajj ayat 26 dan 27.
[35] Sebelum masuk Islam
[36] Ibid. jilid 2, huruf ”H”, hal. 125.
[37] seusai palaksanaan baiat, Allah SWT. kemudian menurunkan wahyu
kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai tanda kerelaan Allah SWT atas baiat
al-ridlwan tersebut. Wahyu itu tertera dalam Surah al-Fath ayat 18.
[38] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”M” jilid 3, hal. 271.
[39] Wahyu yang diturunkan Allah SWT mengenai perjanjian Hudaibiyah
adalah surah al-Fath ayat 1-3, yang artinya adalah: ”Sesungguhnya Kami telah
memberikan kemenangan yang nyata, supaya Allah memberikan ampunan
kepadamu akan dosa-dosamu yang telah lalu dan yanag akan datang, serta
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin ke jalan yang lurus. Dan agar
Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat”. Para ahli tafsir seperti
Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan al-Zuhri menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ”
kemenangan yang nyata” dalam ayat tersebut adalah akan diraihnya kemenangan
politik dan diplomatik dengan perjanjian Hudaibiyah. Jadi seperti apapuin isi
perjanjian itu, kaum Muslimin akan mengalami kemenangan dan akan membawa
kemajuan bagi pengembangan agama Islam ke depan. Periksa antara lain dalam
Ensiklopedi Islam, Op. cit. jilid 1, huruf ”F” hal. 107.
[40] Ibid. Huruf ”M” jilid. 3, hal. 272.
[41] Ibid. huruf ”F” jilid 1, hal. 108.
[42] Ensiklopedi Islam, ibid. hal. 108.
[43] Ibid.
[44] Ibid. 108-109.
[45] Ibid. hal. 109.
[46] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”H” jilid 2, hal. 135.
[48] Ibid. hal. 135-136.
[49] Sisa pasukan yang lari ke Tha’if ini dipimpin oleh Malik bin Auf.
Mereka dikejar sekitar dua minggu setelah perang Hunain, dan akhirnya dikepung
di sebuah kawasan benama Awthas. Setelah beberapa lama dalam pengepungan,
bahkan sempat terjadi beberapa pertempuran kecil, akhirnya mereka menyerah dan
menjadi tawanan. Saat itu kaum Muslimin memperlakukan para tawanan dengan
sangat manusiawi, sehingga banyak di antara mereka yang akhirnya memeluk agama
Islam. Pertempuran di sana dinamakan perang Awthas. Lihat dalam Ibnu Katsir,
al-Bidayah wa al-Nihayah, Op. cit. hal. 227.
[51] Kesempurnaan di sini harus diartikan sebagai masa paripurna
kenabian, bukan kesempurnaan semua desain hukum syariat. Artinya, seluruh tugas
yang diemban Nabi SAW. telah berakhir secara baik dan sukses, serta dasar-dasar
hukum syariat telah diletakkan secara sempurna. Setelah Nabi SAW. meninggal,
maka tugas umatnya (baca: ulama) untuk meneruskan perjuangan beliau dan
menggali dasar-dasar hukum yang telah ditanamkan Rasulullah SAW. melalui media
ijtihad. Dalam perkembangan selanjutnya, dasar-dasar hukum itu terus
dieksplorasi oleh para sahabat dan generasi-generasi berikutnya walaupun
keputusan yang diambil belum pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Contohnya adalah
pembukuan al-Quran, hadits, penataan management pemerintahan, dll., dimana
semua itu belum pernah dilakukan pada masa hidupnya Rasulullah SAW. Hal ini
menjadi bukti bahwa desain dan formulasi hukum akan terus berkembang seiring
perkembangan zaman dan tuntutan yang dihadapi umat Islam, dan pondasi pijaknya
adalah apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.