Pages

Gedung MA. STIBA - Lantai 2

Ruang proses KBM MA. Sirojut Tholibin saat ini masih bergabung dengan Gedung MTs.

Gedung Lab. PAI MTs-MA STIBA

Gedung Lab. PAI sebagai sarana penunjang kegiatan PAI.

Gedung MTs - MA. - Tampak Depan

Mulai tahun 2011 sudah direncanakan pembangunan gedung baru.

Sebagian Dewan Asatidz - 2012

Personalia Guru dan Tenaga Kependidikan MA. STIBA berkomitmen mengutamakan kebersamaan.

Kegiatan PBB Santri MA.STIBA

Siswa-siswi MA. STIBA di kegiatan PBB dalam rangka HUT-RI.

Minggu, 24 Maret 2013

Islam Masa Nabi SAW.


Mekah dan Pengaruh Suku Kuraisy

Diantara sekian banyak kota di semenanjung Arabia, salah satu kota terpentingnya adalah Mekah. Kota Mekkah terkenal di antara kota-kota lain di seluruh jazirah Arab, karena kota ini menjadi jalur perdagangan penting yang menghubungkan antara negeri Yaman di selatan dan Suriah di belahan utara. Disamping itu, keberadaan Ka’bah di tengah-tengah kota Mekkah juga memberi pengaruh tersendiri bagi kota ini, karena ia menjadi pusat keagamaan berbagai kabilah dan suku-suku di seluruh negeri Arab. Ka’bah didatangi oleh kabilah-kabilah untuk beribadah dan berziarah. Di dalamnya terdapat kurang lebih 360 berhala yang mengelilingi patung utama, Hubal.[1]
Diantara suku-suku yang paling berpengaruh di sekitar Mekkah adalah suku Kuraisy. Suku Kuraisy sejak berabad-abad lamanya memainkan peranan penting dalam percaturan sosial masyarakat Arab karena mereka secara turun-temurun dikenal sebagai pengurus Ka’bah dan tempat-tempat bersejarah lainnya. Peranan tersebut menyebabkan Suku Kuraisy dimuliakan oleh kabilah-kabilah lainnya di seluruh Jazirah Arab.[2] Bahkan pergaulan kaum Kuraisy dengan bangsa-bangsa lain, seperti dengan dua bangsa yang memiliki peradaban tua dan imperium sangat luas, Persia dan Romawi, memberikan pengalaman dan pengetahuan yang sangat berarti bagi sejarah, politik, dan kebudayaan suku Kuraisy, suatu capaian yang tidak dimiliki oleh suku-suku lainnya di Jazirah Arab. Banyak diantara mereka yang terampil membaca, menulis, menghitiung, disamping pengetahuan yang luas tentang sejarang bangsa-bangsa tetangganya.[3]
Suku Kuraisy merupakan keturunan langsung dari Fihr, salah seorang putra Nabi Ismail as. Salah seorang keturunan Fihr yang bernama Qusay memiliki sepuluh orang putra yang kemudian menjadi tokoh-tokoh berpengaruh di Mekah. Ke sepuluh keturunan Qusay digelari dengan nama bapak mereka, yakni (1) Bani Hasyim, (2) Bani Umayyah, (3) Bani Nawfal, (4) Bani Abd al-Darr, (5) Bani Asad, (6) Bani Taym, (7) Bani Zuhrah, (8) Bani ‘Adiy, (9) Bani Jum’ah, dan (10) Bani Sahm. Setiap kepala keluarga dari tiap Bani memegang jabatan dalam majlis tertentu, seperti majlis al-Siqayah yang menangani masalah air Zamzam, al-Rifadah yang menangani konsumsi dan akomodasi jamaah haji, dan majlis al-Nadwa yang bertugas sebagai administratur kepemerintahan. Pembagian itu diputuskan sesuai kesepakatan yang diambil melalui musyawarah di suatu lembaga yang disebut Dar al-Nadwah. [4]
Bani Hasyim adalah klan yang mempunyai jabatan siqayah, yakni pengawas mata air Zamzam untuk digunakan oleh para peziarah. Jabatan ini sebenarnya kurang begitu prestius dibandingkan jabatan-jabatan lainnya, seperti liwa’ (ketentaraan), diyat (kehakiman), sifarah (usaha negara), khazinah (administrasi keuangan), atau nadwa (ketua dewan). Artinya, Bani Hasyim adalah salah satu keluarga terhormat namun relatif miskin. Bani Hasyim inilah yang menurunkan Nabi Muhammad melalui ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthallib, dan ibunya, Aminah binti Wahhab. Baik dari jalur ayah maupun ibu, silsilah Nabi Muhammad SAW. sampai kepada Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as.[5]

Kelahiran Muhammad SAW.

Hari itu, Senin, 12 Rabiul Awwal/20 April 570 M., Muhammad lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya, Abdullah, meninggal saat melakukan perjalanan dagang ke Yastrib (Madinah) dan dikebumikan di sana. Kematian Abdullah terjadi tiga bulah setelah menikah dengan Aminah. Kelahiran Nabi Muhammad SAW. berselang beberapa bulan setelah serangan raja Abrahah dari Yaman beserta tentara gajahnya ke Mekkah, sehingga tahun itu dikenal dengan sebutan Tahun Gajah.[6] Dan dalam usianya yang ke 6, Muhammad SAW. menjadi yatim-piatu karena ditinggal mati oleh ibunya, Aminah.
Sejak masih bayi, Nabi Muhammad sudah menunjukkan tanda-tanda kenabian. Saat kelahirannya, beliau sudah dalam keadaan di khitan, dan pertumbuhan badannya sangat cepat. Pada usia 5 bulan, Muhammad sudah pandai berjalan dan pada usia 9 bulan sudah dapat berbicara. Selain itu, anak-anak Halimah, perempuan yang mengasuh Muhammad sejak kecil, sering menemukan keajaiban-keajaiban pada diri Muhammad. Mereka sering mendengar suara yang memberikan salam, padahal mereka tidak melihat ada orang yang menyampaikan salam itu. Pada hari yang lain, salah seorang anak Halimah bernama Dimrah berlari-lari pulang sambil menangis. Dengan mulut terbata-bata, Dimrah mengatakan bahwa Muhammad ditangkap oleh orang yang besar-besar berpakaian putih. Halimah lalu bergegas menyusul ke tempat Muhammad bermain, dan didapatinya Muhammad sedang berdiri seorang diri sambil menengadah ke langit. Setelah ditanyai oleh Halimah, Muhammad SAW. lalu menjawab: Ada dua Malaikat turun dari langit. Mereka memberikan salam kepadaku, membaringkanku, membuka bajuku, lalu membelah dadaku. Setelah itu mereka membasuh dadaku dengan air yang mereka bawa, lalu mereka menutup dadaku kembali tanpa kurasakan sakit sedikitpun. Tidak ada luka dan tidak ada bekas luka. Kedua malaikat itu baru saja menghilang ke angkasa.[7]
Diantara tanda-tanda kenabian Muhammad SAW. lainnya adalah saat beliau mengikuti rombongan dagang milik pamannya, Abu Thalib, menuju Syam (Suriah). Saat itu usianya baru sekitar 12 tahun. Dalam perjalanan di tengah gurun pasir yang panas dan tandus itu, iring-iringan kafilah dagang ini selalu diiringi segumpal awan yang terus memayungi mereka dari terik matahari kemana saja mereka bergerak. Dari pagi hingga sore harinya, awan itu erus bergerak mengikuti gerak langkah mereka. Jika kafilah itu berhenti, maka awan itupun berhenti.
Pergerakan awan itu menarik perhatian seorang pendeta Kristen bernama Buhairah yang melihatnya dari atas biaranya di Bushra. Karena sang pendeta sangat menguasai betul isi kitab Taurat, seketika hatinya bergetar ketika melihat bahwa dibawah naungan awan itu terdapat serombongan kafilah dagang sedang mendatangi perkampungannya. Apalagi diantara mereka terdapat seorang anak kecil umur belasan tahun menyertai rombongan sambil menaiki seekor unta. Anak itulah yang sebenarnya sedang ”dilindungi” oleh segumpal awan tersebut dari sengatan matahari. ”Inilah roh kebenaran yang dijanjikan itu,” pikirnya.
Sang pendeta lalu menyongsong kedatangan kafilah itu dan mengundang mereka dalam satu perjamuan makan. Dalam perjamuan itu, pendeta Buhairah terlibat perbincangan serius dengan Abu Thalib. Selain membahas tentang awan itu, topik pembicaraan mereka juga berkisar tentang kabar akan datangnya Nabi akhir zaman yang termaktub dalam Taurat (Perjanjian Lama), dimana tanda-tanda itu terlihat pada diri kemenakan Abu Thalib, Muhammad SAW. Tanda-tanda itu semakin nyata tatkala pendeta Buhairah berbincang-bincang langsung dengan Muhammad SAW. dan melihat tanda kenabian yang ada di belakang bahunya. Ketika hendak berpisah, pendeta Buhairah berpesan kepada Abu Thalib: ”Saya harap tuan benar-benar berhati-hati dalam menjaga dia. Saya yakin dialah Nabi akhir zaman yang sudah lama ditunggu-tunggu seluruh umat manusia. Usahakan agar dia tidak diketahui oleh orang Yahudi, sebab mereka telah membunuh para Nabi sebelumnya. Apa yang saya katakan ini berdasarkan apa yang saya ketahui dari kitab Taurat dan Injil. Semoga tuan-tuan selamat dalam perjalanan”.
Ketika berusia 20-an tahun, Muhammad SAW. mendirikan Hifdz al-Fudlul, sebuah lembaga yang bertujuan membatu orang-orang miskin dan teraniaya. Baik penduduk Mekkah maupun pendatang mendapat perlindungan dan hak yang sama dari lembaga tersebut. Melalui Hifz al-Fudlul inilah sifat-sifat kepemimpinan Muhammad SAW. mulai terlihat dan namanya makin harum di kalnangan masyarakat Mekkah. Apalagi ia memang terkenal sebagai orang jujur yang tak pernah sekalipun berbohong. Kejujuran inilah yang membuat Muhammad SAW. mendapat gelar al-Amin, atau orang yang terpercaya.[8]
Nama baik Muhammad SAW. semakin harum tatkala ia banyak membebaskan budak-budak dengan harga yang mahal melalui lembaga Hifdz al-Fudlul yang dikelolanya. Bahkan semua budak yang dimiliki istrinya, Khadijah ra., sebelum pernikahan mereka, kini semua dimerdekakan tanpa syarat. Salah satu diantara mereka bernama Zaid bin Haritsah, yang kemudian menjadi anak angkat Nabi Muhammad SAW.
Sifat-sifat kemeimpinan dan kematangan berfikir Muhammad SAW. juga terlihat saat penduduk Mekkah bergotong royong membangun kembali beberapa bagian Ka'bah yang rusak berat akibat banjir. Saat pengerjaan itu hampir selesai dan tinggal pemasangan Hajar Aswad ke tempat semula, timbul perselisihan diantara mereka. Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan dan merasa paling berhak meletakkannya. Abu Ummayyah bin Mughirah, tokoh tertua diantara mereka, akhirnya tampil ke depan dan berkata: ”Serahkan permasalahan ini kepada orang yang oertama kali memasuki pintu Shafa” Ternyata semua kepala suku menyetujui usulan tersebut. Semuanya menunggu siapa yang mula-mula memasuki pintu Shafa. Tak lama berselang, muncullah seorang pemuda memasuki pintu tersebut. Dialah Muhammad SAW., orang yang memang sejak lama dikenal sebagai seorang bijak yang jujur. ”Itu dia, al-Amin, kami rela menerima keputusannya.” seru mereka.
Setelah persoalannya diketahui, Muhammad SAW. kemudian meminta membentangkan serbannya di atas tanah, lalu meletakkan Hajar Aswad di atas serban itu. Setelah itu, Muhammad SAW. kemudian meminta agar seluru kepala suku memegang tepi serban dan mengangkat bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu di sebelah tempat asal Hajar Aswad. Muhammad SAW. kemudian mengangkat dan meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan itu dapat diselesaikan secara bijaksana dan semua suku merasa puas atas penyelesaian seperti itu.[9]

Kenabian dan Dakwah Pertama

Setelah mendapat wahyu pertama di Gua Hira’, Nabi Muhammad SAW. secara resmi diangkat oleh Allah SWT. sebagai utusan-Nya bagi seluruh umat manusia. Tak berapa lama kemudian beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi kepada keluarga dekatnya atau sahabat-sahabatnya. Orang pertama yang pertama kali masuk Islam adalah istrinya, Khadijah, lalu disusul oleh kemenakannya, Ali bin Abi Thalib, serta sahabat karibnya, Abu Bakar, dan Zaid bin Haritsah (anak angkatnya) serta Ummu Aiman (salah satu pengasuhnya sejak kecil).[10] Abu bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa temannya, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah. Mereka diajak oleh Abu Bkaar untuk menemui Nabi SAW. dan masuk Islam dihadapan Nabi SAW.
Beragam reaksi muncul dari keluarga dekat Nabi SAW. saat diajak oleh beliau untuk memeluk agama Islam. Ada yang menerima secara langsung dan ada pula yang menolaknya. Yang menolak ada yang dilakukan secara halus dan ada pula yang dilakukan dengan kasar. Namun karena Nabi Muhammad mendapat pembelaan dari Abu Thalib, sesepuh kaum Kuraisy yang sangat dihormati, penolakan kasar itu tidak tidak sampai menjurus kasar dan aniaya.
Dakwah Nabi Muhammad SAW. diketahui secara luas setelah beliau menerima wahyu dari Allah yang memerintahkan agar beliau berdakwah secara terang-terangan, yakni:وأنذر عشيرتك الاقربين واخفض جناحك لمن اتبعك من المؤمنين فان عصوك فقل إني بريء مما تعملون وتوكل على العزيز الرحيم الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين إنه هو السميع العليم Nabi SAW. kemudian pergi ke Bukit Shafa dan mengajak penduduk Mekkah untuk berkumpul di sana. Mereka tentu saja heran dengan perilaku Nabi SAW. tersebut. Sebab Muhammad SAW. selama ini dikenal sebagai orang yang jujur dan berbudi pekerti mulia, sehinga tidak mungkin ia mengajak mereka berkumpul di Bukit Shafa jika tidak ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikannya. ”Wahai saudara-saudaraku Bani Ka’b, Bani Qahr, dan Bani Abdul Muthallib, jika aku berkata bahwa di belakang gunung ini ada pasukan musuh yang sangat besar, apakah kalian mempercayainya?” tanya Nabi SAW. mengawali pembicaraan. ”Ya, kami percaya” seru mereka serentak. Mendengar jawaban itu, Nabi SAW. kemudian meneruskan, ”Jika begitu, maka dengarkanlah bahwa aku ini adalah seorang pemberi peringatan (nadzir). Allah telah emmerintahkanku agar aku memberi peringatan kepada saudara-saudara. Sembahlah Allah, karena tiada tuhan selain Dia. Jika kalian ingkar, maka kalian akan mendapat siksa yang pedih. Kalian akan menyesal, dan penyesalan di hari kemudian tidak akan ada gunanya.” Khutbah Nabi SAW tersebut membuat mereka tercenbgang. Semua terdiam. Ada yang marah, ada yang gusar, ada yang tertunduk, ada yang menegadahkan tangan, ada yang mulutnya tidak dapat terkatup, dan ada yang langsung pulang. ”Celaka kamu Muhgammad. Apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami!!” seru Abu Lahab secara tiba-tiba.[11]
Pada masa permulaan tersebut, Rasulullah saw sering mengadakan dialog dengan pemimpin-pemimpin Quraisy, seraya mengharap semoga mereka masuk Islam. Pada suatu hari beliau bertatap muka dengan 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, 'Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf dan Walid bin Mughirah, ayah Saifullah Khalid bin Walid.
Rasulullah berunding dan bertukar pikiran dengan mereka tentang Islam. Beliau sangat ingin mereka menerima dakwah dan menghentikan penganiayaan terhadap para sahabat beliau. Sementara, beliau berunding dengan sungguh-sungguh, tiba-tiba Abdullah bin Ummi Maktum datang mengganggu minta dibacakan kepada ayat-ayat Alquran. Kata Abdullah, "Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku ayat-ayat yang telah diajarkan Allah kepada Anda!"
Rasulullah terlengah memperdulikan permintaan Abdullah. Bahkan, beliau agak acuh terhadap interupsinya itu. Lalu beliau membelakangi Abdullah dan melanjutkan pembicaraan dengan para pemimpin Quraisy tersebut. Mudah-mudahan dengan Islamnya mereka, Islam bertambah kuat dan dakwah bertambah lancar. Selesai berbicara dengan mereka, Rasulullah saw bermaksud pulang. Tetapi, tiba-tiba penglihatan beliau menjadi gelap dan kepala beliau terasa sakit seperti kena pukul. Kemudian, Allah mewahyukan firman-Nya kepada beliau, "Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta datang kepadanya. Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal, tidak ada (celaan) atasmu kalau mereka tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bergegas (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu)! Sesungguhnya ajaran itu suatu peringatan. Maka siapa yang menghendaki, tentulah ia memperbaikinya. (Ajaran-ajaran itu) terdapat di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia lagi (senantiasa) berbakti." (Abasa: 1 -- 6).
Enam belas ayat itulah yang disampaikan Jibril al-Amin ke dalam hati Rasulullah saw sehubungan dengan peristiwa Abdullah bin Ummi Maktum, yang senantiasa dibaca sejak diturunkan sampai sekarang, dan akan terus dibaca sampai hari kiamat.
Sejak hari itu Rasulullah saw tidak lupa memberikan tempat yang mulia bagi Abdullah apabila dia datang. Beliau menyilakan duduk di tempat duduknya, beliau tanyakan keadaannya, dan beliau penuhi kebutuhannya. Tidaklah heran kalau beliau memuliakan Abdullah sedemikian rupa, bukankah teguran dari langit itu sangat keras!
Setelah menyampaikan tugas untuk mengajak kaumnya hanya menyembah Allah SWT., mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, beragam reaksi pun bermunculan. Para tokoh masyarakat, saudagar-saudagar kaya, kaum feodal, dan para pemilik budak umumnya menentang dakwah Nabi SAW. Mereka mungkin khawatir dengan ajaran Nabi SAW. yang menekankan keadilan sosial dan persamaan derajat antar umat manusia tanpa memandang kelas dan status sosial. Mereka ingin mempertahankan tradisi lama yang selalu memihak kepentingan orang-orang kaya dan terpandang. Beragam siasat pun dirancang untuk membatasi gerak Muhammad SAW. dalam mendakwahkan ajaran-ajaran barunya. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat juang Nabi SAW. Bahkan jumlah pengikut Nabi SAW. yang tadinya cuma belasan orang semakin hari semakin bertambah. Para pengikut Nabi SAW. itu umumnya terdiri dari kaum wanita, budak-budak, kaum pekerja, dan orang-orang miskin dan tertindas.
Melihat fenomena itu, kaum Kuraisy pro status quo melakukan langkah-langkah politik guna menangkal dakwah Nabi SAW. Upaya itu mereka lakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari cara-cara diplomatik maupun kekerasan. Namun upaya itu tidak mampu menggoyahkan semangat Nabi SAW. dan para pengikutnya untuk terus berjuang dan bertahan. Salah satu bentuk kekerasan itu adalah dengan menyiksa budak-budak mereka yang telah memeluk agama Islam, bahkan setiap kepala suku diminta agar menyiksa anggota keluarganya yang berani memeluk agama Islam. secara keseluruhan, umat Islam saat itu mendapat siksaan yang pedih dari kaum Kuraisy Mekkah. Mereka diejek, disoraki, dilempari batu atau kotoran binatang, dihalangi untuk melakukan ibadah di Ka'bah, dicambuk, atau dijkemur di terik matahari.

Hijrah ke Habasyah (Ethiopia)
Kekejaman yang dilakukan Kaum Kuraisy Mekkah itu mendoronmgh Nabi Muhammad SAW. untuk mengungsikan para pengikutnya ke luar dari Mekkah. Habasyah (Ethiopia) adalah tempat yang dipilih Nabi SAW. sebagai tujuan pengungsian, karena raja Habasyah dikenal sebagai raja yang adil dan lapang dada menerima tamu.
Pada bulan Rajab tahun kelima setelah kenabian, berangkatlah 15 orang yang terdiri dari 10 laki-laki dan dan 4 orang perempuan menuju Habasyah. Mereka yang berangkat antara lain, Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah binti Muhammad SAW.; Abu Hudzaifah bin Uthbah dan istrinya, Sahlah; Zubair bin Awwam; Mus’ab bin Umair; Abdurrahman bin Awf; Abu Salamah al-Makhzumi bersama istrinya; Utman bin Maz’un; dan Ibnu Mas’ud yang menyusul kemudian. Itulah gelombang pertama orang-orang Islam yang hijrah ke Habasyah. Sementara gelombang kedua berjumlah 80-an orang, termasuk diantaranya Ja’far bin  Abi Thalib. Dengan demikian, jumlah kaum Muslimin yang hijrah ke Habasyah berjumlah total 100 orang lebih. [12]
Kedatangan mereka disambut baik oleh raja Najasyi yang beragama Nashrani. Setelah kedatangan rombongan kedua, sang raja menanyakan maksud kedatangan mereka di negaranya. Ja’far bin Abi Thalib yang ditunjuk sebagai juru bicara menjawab, bahwa kedatangan kaum Muslimin ke negeri itu adalah dengan maksud baik dan demi menghindari siksaan orang-orang Kuraisy. Ja’far menambahkan bahwa mereka adalah orang-orang yang memeluk agama Islam atas kesadaran sendiri. Mereka ingin menjadi orang-orang yang menjalankan perbuatan baik dan meningalkan perbuatan buruk, seperti meyembah berhala. Ja’far lalau membacakan surat Maryam ayat 19 yang berisi kisah mukjizat Nabi Isa as. kepada raja Najasyi. Mendengar bacaan itu, Raja Najasyi beserta bawahannya tampak terharu. Mereka merasakan bahwa apa yang dibacakan Ja’far itu sangat sesuai dengan firman yang terdapat dalam kitab Bible (Injil). Dengan demikian, Raja Najasyi meyuakini bahwa keduanya berasal dari sumber yang sama, yakni Allah SWT.
Sejak saat itulah, Raja Najasyi memperlakukan kaum Muhajirin dengan sangat baik. Sebab dia berkeyakinan bahwa pertolongan atas mreka sama halnya dengan memberi pertolongan kepada sahabat yang seiman-seagama.
Keberangkatan para pengikut Nabi Muhammad SAW. ke Habasyah tentu saja membuat Kaum Kuraisy merasa gusar. Beragam cara mereka lakukan untuk menghalangi kepindahan umat Islam, seperti membujuk raja Habasyah untuk menolak kehadiran kaum Muslimin di negerinya. Kaum Kuraisy mengutus Amr bin Ash ke Habasyah guna menemui raja Najasyi dan memintanya untuk mengembalikan kaum Muhajirin ke Mekkah. Namun permintaan itu ditolak oleh sang raja.
Karena berbagai usaha belum juga berhasil, kaum Kuraisy semakin meningkatkan tekanan mereka kepada orang-orang Islam yang masih tinggal di Mekkah. Di tengah upaya resistensi yang kian meningkat itu, ternyata dua orang yang disegani dan ditakuti oleh orang-orang Kuraisy, yakni Hamzah bin Abdul Muthallib dan Umar bin al-Khatthab, masuk Islam. dengan masuknya dua orang yang dijuluki ”Singa Arab” ini, maka semakin menguatlah posisi kaum Muslimin kala itu.
Fenomena ini membuat reaksi kaum Kuraisy semakin keras. Mereka kemudian membuat strategi baru untuk menghalangi dakwah Nabi SAW., yakni dengan melumpuhkan Bani Hasyim yang selama ini selalu melindungi dan memberi ruang gerak atas dakwah Nabi SAW. Dalam pandangan mereka, kekuatan Nabi Muhammad SAW. terletak pada perlindungan Bani Hasyim terhadapnya, sehingga jika Bani Hasyim dilumpuhkan maka otomatis dakwah Nabi pun akan ikut lumpuh. Kaum Kuraisy melarang siapapun untuk melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk hubungan jual-beli, pernikahan, dan lain sebagainya. Akibatnya, para keluarga Bani Hasyim mengalami kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan mendalam, sehingga mereka memutuskan untuk mengungsi ke suatu lembah di luar kota Mekkah.
Pemboikotan yang berlangsung selama tiga tahun itu akhirnya dihentikan karena diantara pemimpin Kuraisy ada yang menyadari bahwa tindakan mereka itu sudah sangat keterlaluan. Kesadaran itulah yang membuat mereka menghentikan blokade massal itu dan membiarkan Bani Hasyim kembali ke kota Mekkah dan kembali bisa berinteraksi dengan dunia luar.
Walaupun telah membebaskan Bani Hasyim dari belenggu pemboikotan, namun resistensi Kaum Kuraisy terhadap Nabi dan para pengikutnya tidak banyak berubah. Apalagi sepeninggal Abu Thallib yang selama ini menjadi pelindung utamanya, yang tiga hari kemudian disusul oleh istrinya, Khadijah, serta berita bahwa Nabi SAW. melakukan perjalanan menghadap Tuhan di langit ketujuh selama satu malam dalam peristiwa isra’ dsan mi’raj, maka semakin keraslah propaganda kaum Kuraisy dan ejekan mereka kepada Nabi SAW. dan para sahabatnya. Walaupun demikian, propaganda kasar yang bertubi-tubi itu tidak menyurutkan semangat Nabi dan kaum Muslimin untuk terus berjuang mempertahankan akidah yang mereka yakini kebenarannya.
Fakta Penting:
  1. Dibutuhkan strategi dakwah yang matang dan bertahap, yakni dengan sembunyi-sebunyi, lalu terang-terangan
  2. keteguhan keyakinan dan iman umat Islam ditengah cobaan dan siksaan yang tak ber prikemanusiaan
  3. penolakan dari kaum Kuraisy hanya demi mempertahankan status quo, bukan karena tidak mengakui kebenaran ajaran Nabi SAW.
  4. dll???????

Madinah Pra-Hijrah

Sebagaimana telah diterangkan di muka, salah satu kawasan subur di semenanjung Arab adalah Yatsrib (Madinah). Madinah terletak di sebuah lembah subur yang di kelilingi tiga bukit, dan menjadi tempat pertemuan aliran air yang mengalir dari arah selatan dan timur saat musim hujan tiba. Dengan demikian, Madinah memiliki banyak oase yang dapat digunakan untuk lahan pertanian. Hasil pertanian di kota ini antara lain, sayur-sayuran, kurma, anggur, pisang, delima, persik, ara, dan lain sebagainya. Karena itu, mayoritas penduduk Madinah hidup dari bercocok tanam, disamping berdagang dan beternak.[13]
Masyarakat Madinah terdiri dari dua suku besar, yakni Yahudi dan Arab. Secara bertahap, keberadaan komunitas Yahudi di Madinah mampu menjadikan kota itu sebagai kota penting kedua di daratan Hijaz setelah Mekkah. Orang-orang Yahudi membangun pemukiman-pemukiman permanen, pasar, dismping benteng pertahanan agar mereka terhindar dari gangguan orang Badui yang hidup secara nomaden. Suku-suku Yahudi terkemuka adalah Bani Quraidzah, Bani Nadzir, dan Bani Qainuqa’.[14]
Sementara Bangsa Arab yang tingggal di Madinah terdiri dari penduduk asli dan dari kawasan Arab selatan yang pindah ke Madinah karena pecahnya bendungan Ma’arib. Selama menetap di Madinah, para pendatang ini memainkan peranan penting yang pada akhirnya menjadi suku terkemuka di kota itu. Kabilah yang memiliki pengaruh besar dalam percaturan kehidupan masyarakat Madinah adalah suku Aws dan suku Khazraj.
Layaknya suku-suku lain di Arab, permusuhan –bahkan peperangan- antar suku juga sering terjadi di Madinah. Di kota itu tidak ada kepemimpinan tunggal. Yang ada adalah pemimpin-pemimpin sukui yang hanya memikirkan kepentingan golongannya masing-masing. Mereka saling bersaing untuk menanamkan pengaruh dan fanatisme kesukuan.
Ditinjau dari segi ekonomi dan politik, maka kaum Yahudi Madinah merupakan golongan yang banyak mendominasi dua sektor kehidupan paling vital tertsebut. Sejak sebelum kedatangan Islam, kaum Yahudi umumnya menguasai kawasan-kawasan subur dan oase-oase penting seperti Taima, Fadak, dan Wadi al-Qura. Dominasi Yahudi itu juga terdapat pada jumlah penduduk Madinah. Jumlah orang Yahudi yang melebihi separuh jumlah penduduk dari komunitas lainnya, menjadikan mereka sebagai penduduk terbesar di kota itu. Namun dominasi Kaum Yahudi itu mendapat tantangan keras dari komunitas Arab, khususnya suku Aws dan Khazraj. Dua suku Arab selatan ini menjadi pesaing utama Yahudi dalam segala hal, termasuk dalam aspek penguasaan area perdagangan dan sentra-sentra ekonomi lainnya seperti pertanian dan perkebunan.
Tidak mau dirugikan oleh permusuhan yang semakin memuncak, kaum Yahudi kemudian melakukan politik adu domba dan siasat memecah-belah antar bangsa Arab. Intrik politik dengan menyebarkan permusuhan itu terutama ditujukan kepada dua musuh utamanya, suku Aws dan Khazraj. Siasat kotor ini terbukti berhasil dengan baik. Suku Aws yang dulunya membenci Yahudi, kini harus mencari mitra baru untuk memerangi saudaranya sendiri, Bani Khazraj, dan yang dipilih adalah Bani Qainuqa’ (salah satu kabilah Yahudi). Sedangkan Bani Khazraj juga melakukan hal yang sama; mereka bersekutu dengan dua suku Yahudi lainnya, Bani Nadzir dan Bani Quraidzah. Dari pertentangan itu, akhirnya pecahlah perang saudara yang dinamakan dengan Perang Bu’as pada tahun 618 M.
Walhasil, semua suku Yahudi yang tidak banyak berperan dalam perang saudara itu akhirnya mampu merebut kembali posisi kuat mereka, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan. Sentra-sentra ekonomi kini kembali ke pangkuan mereka setelah dua suku Arab yang menjadi sangan mereka sibuk dengan urusan peperanagan.
Fakta penting:
  1. Madinah adalah kawasan subur dan sangat representatif sebagai tempat berdakwah
  2. suku-suku berpengaruh di Madinah adalah pendatang, bukan suku asli
  3. semua kabilah itu saling bersaing memperebutkan lahan-lahan ekonomi dan perdagangan
  4. Suku Yahudi mempunyai posisi sentral yang diraih dengan cara-cara kotor
  5. dll?????????

Menemukan Pemimpin Ideal

Tak lama setelah perang Bu’as berakhir, baik suku Aws maupun suku Khazraj menyadari kesalahan mereka, sehingga mereka kemudian melakukan perdamaian dan bersatu kembali seperti sedia kala. Namun yang menjadi persoalan kemudian adalah, siapakah yang akan mereka angkat sebagai pemimpin. Baik suku Aws dan Suku Khazraj sama-sama mempunyai kandidat.
Pada musim haji tahun 620 M., di tengah kebingunan menetukan pemimpin baru, beberapa orang dari suku Khazraj pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Sementara perdebatan soal wacana kepemimpinan masih terus dibicarakan oleh mereka yang berada di Madinah.
Setelah selesai melaksanakan prosesi ibadah haji, rombongan itu ditemui oleh Nabi SAW. di sebuah kemah di Mekkah. Nabi memperkenalkan agama Islam dan mengajak mereka untuk mengesakan Allah SWT. Mendengar pokok-pokok ajaran Islam yang menekankan ketahuidan, kesederajatan, dan persaudaraan antar manusia, mereka mulai tertarik masuk Islam. Apalagi sebelumnya mereka sudah pernah mendengar ajaran kitab Taurat dari kaum Yahudi tentang hari kebangkitan, ganjaran dan balasan atas perbuatan setiap manusia, serta tentang akan datangnya Nabi terakhir yang akan meneruskan penyebaran agama monoteisme. Mereka semakin mantap dan yakin bahwa orang yang saat itu berada di hadapan mereka adalah orang yang selama ini ditunggu-tunggu. Karena itu, mereka langsung menyatakan masuk Islam dan berjanji akan mengajak penduduk Madinah untuk memeluk agama baru itu.[15] Sebelum berangakat pulang, salah seorang diantara mereka berkata: ”Bangsa Kami sudah lama terlibat permusuhan. Saat ini mereka benar-benar merindukan perdamaian. Harapan kami, kiranya Allah SWT. Mempersatukan mereka kembali melalui perantaraanmu dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Karena itu, kami akan berdakwah akan agama yang kami terima dari engkau.”[16]
Setibanya di Madinah, mereka bercerita kepada penduduk setempat tentang Nabi SAW. dan agama yang dibawanya, serta mengajak untuk memeluk agama Islam. Sejak saat itulah Nabi Muhammad SAW. menjadi bahan pembicaraan masyarakat Arab Madinah. Apalagi saat itu, baik suku Aws maupun Khazraj, memang sedang menghadapi pilihan sulit guna menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin mereka. Sementara dari kabar yang mereka terima, Nabi Muhammad adalah sosok pemimpin ideal. Nabi baru itu dikenal sebagai orang yang jujur, lemah-lembut, ramah, tegas, adil, arif, dan bijaksana, serta tidak pernah berbohong sejak masa kecilnya. Semakin besarlah ketertarikan mereka akan Nabi SAW.
Pada tahun berikutnya (621 M.), sebanyak 10 orang suku Khazraj dan 2 orang suku Aws pergi ke Mekkah menemui Nabi SAW. Mereka menyatakan diri masuk Islam dan melakukan baiat kepada nabi SAW. di ‘Aqabah yang kemudian dikenal sebagai baiat ‘Aqabah pertama.[17] Saat kembali ke Madinah, mereka ditemani oleh Mush’ab bin Umair sebagai juru dakwah di kota itu. Mush’ab bin Umair memang sengaja diutus oleh Nabi SAW. atas permintaan rombongan itu.
Di Madinah, Mush'ab bin Umair tinggal di rumah As'ad bin Zurarah, seorang bangsawan suku Khazraj. Selain menjadi tempat tinggalnya, rumah tersebut juga dijadikan sebagai tempat menebarkan dakwah islamiyah kepada penduduk Madinah sesuai tugas yang diembannya dari Rasulullah SAW.
Suatu hari, ketika Mush'ab bin Umair dan tuan rumahnya, As'ad bin Zurarah, pergi menemui kabilah Bani Abd Asy-hal untuk mengajarkan Islam kepada mereka, datanglah Usaid bin Hudhair, salah seorang pemimpin suku Aws. Usaid datang langsung berdiri di tengah-tengah jamaah seraya berkata, "Apa maksud tuan-tuan datang ke sini? Tuan-tuan hendak mempengaruhi rakyat kami yang bodoh-bodoh. Pergilah sekarang juga, jika tuan-tuan masih ingin hidup." bentaknya.
Mush'ab menoleh kepada Usaid dengan senyum mengembang. Dengan gaya bahasanya yang simpatik dan menawan, Mush’ab berkata, "Wahai Pemimpin Bani Aws! Maukah Anda mendengarkan yang lebih baik dari itu?” tanyanya. "Apa itu?" tanya Usaid. "Silahkan duduk bersama-sama kami, mendengarkan apa yang kami bicarakan. Jika Anda suka apa yang kami bicarakan, silakan ambil, dan jika Anda tidak, maka kami siap meninggalkan Madinah dan tidak akan kembali lagi ke sini." kata Mauh’ab masih dengan wajah berseri. "Anda memang pintar!" seru Usaid seraya duduk.
Mush'ab kemudian mengarahkan pembicaraan tentang hakikat Islam, sambil membaca ayat-ayat al-Quran di sela-sela pembicaraanya. Mendengar bacaan al-Quran, rasa gembira terpancar di muka Usaid. "Alangkah bagusnya apa yang Anda katakan, dan alangkah indahnya apa yang Anda baca. Apa yang harus saya lakukan jika hendak masuk Islam?" tanya Usaid kemudian. "Bersihkan badan, bersihkan pakaian, ucapkan dua kalimat syahadat, sesudah itu salat dua rakaat." jawab Mush'ab singkat. Setelah itu, Usaid langsung berdiri dan pergi ke telaga menyucikan badan, kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat, dan sesudah itu salat dua rakaat. Mulai hari itu bergabunglah ia ke dalam agama Islam.
Usaid adalah seorang Arab penunggang kuda yang tangkas, dan pemimpin suku Aws yang sangat diperhitungkan lawan-lawannya. Usaid digelari kaumnya sebagai "Al-Kamil" (yang sempurna) karena otaknya yang cemerlang dan kebangsawanannya yang luar biasa. Disamping mengusai ilmu pedang, Usaid juga dikenal ahli dalam membaca dan menulis. Sebagai penunggang kuda yang cekatan, dia memiliki ketepatan memanah yang luar biasa. Dengan Islamnya Usaid, maka beberapa pemimpin suku Aws lainnya ikut memeluk agama Islam, diantaranya Sa'ad bin Muadz. Inilah salah satu keberhasilah dakwah Mush’ab bin Umair di Madinah.
Pada musim haji tahun berikutnya (622 H.), sebanyak 73 orang Madinah, baik yang sudah datang oada tahun sebelumnya atau belum, pergi ke Mekah menemui Nabi SAW. Mereka melakukan baiat di ‘Aqabah yang kemudian dikenal sebagai baiat ‘Aqabah kedua. Setelah prosesi baiat, atas nama penduduk Madinah mereka mengajak Nabi SAW. dan kaum Muslimin Mekkah untuk hijrah ke Madinah, sebab situasi Mekkah tidak memungkinkan untuk menjadi pusat penyebaran agama Islam.[18] Mereka semua berjanji akan membela Nabi SAW. dan kaum Muslimin Mekkah dari semua ancaman. Tawaran untuk hijrah itu mendapat sambutan positif dari beliau, dan Nabi SAW. berjajnji untuk mempertimbangkannya. Sebagaimana telah dijelaskan di muka, Nabi SAW. dan kaum Muslimin Mekkah selalu mendapat teror dan intimidasi dari kaum Quraisy Mekkah yang tidak suka dengan dakwah beliau.
Fakta penting:
  1. Sebelum masuk Islam, suku Khazraj sedang menghadapi masalah krisis kepemimpinan
  2. Penduduk Arab Madinah sudah pernah mendengar berita akan datanganya Nabi akhir zaman
  3. jadi, selain bersifat agamis, ajakan kaum khazraj untuk hijrah juga bersifat politis
  4. dll????

Hijrah yang Penuh Rintangan

Setelah kaum Kuraisy mendengar adanya perjanjian antara Nabi SAW. dan penduduk Madinah, perlakuan kejam kaum Kuraisy semakin menjadi-jadi. Karena itu, beberapa bulan setelah baiat ‘Aqabah kedua, Nabi kemudian memerintahkan para sahabatnya untuk pindah ke Madinah. Dalam waktu kurang lebih dua bulan, kaum muslimin secara bergiliran dan diam-diam berangkat menuju Madinah. Orang pertama yang hijrah ke Madinah adalah Abu Salamah bersama istrinya, yang kemudian diikuti oleh kaum muhajirin lainnya secara berangsur-angsur. Dalam masa dua bulan, sudah ada 150 kaum Muslimin Mekkah yang berada di Madinah. Pada akhirnya, jumlah total kaum Muhajirin yang pindah ke Madinah kurang labih 200 orang. Sementara Nabi SAW. sendiri pada waktu itu tetap berada di Mekkah untuk terus memperjuangkan dakwah Islamiyah sekaligus menungggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau hijrah. Nabi SAW. ditemani oleh dua sahabat dekatnya, Abu Bakar al-Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib, serta beberapa orang sahabat lainnya yang belum memiliki bekal yang cukup di perjalanan, seperti Shahib dan Zayd bin Haritsah.[19]
Karena banyaknya orang-orang yang hijrah, akhirnya kepindahan kaum Muslimin diketahui juga oleh Kaum Kuraisy. Mereka kemudian merencanakan pembunuhan atas Nabi SAW. Mereka mengumpulkan para pemuda terkuat dari setiap suku yang kan mengepung kediaman Nabi SAW. Rencana pembunuhan itu ternyata sudah didengar oleh Nabi SAW. Pada malam yang telah ditentukan, para pemuda Kuraisy itu membuat pagar betis di sekeliling rumah Nabi SAW. Mereka mengepung rumah kecil itu dengan sangat rapat, sehinga tak ada celah sedikit pun untuk bisa lolos. Sementara di dalam rumah, Nabi SAW. hanya ditemani oleh Abu Bakar dan Ali tengah berbincang-bincang mengenai persiapan keberangkatan ke Madinah. Menjelang tengah malam, setelah segala perbekalan dipersiapkan, Nabi SAW. kemudian mengajak Abu Bakar untuk segera berangkat. Sementara Ali diminta untuk menggantikan Nabi SAW. di tempat tidurnya agar kaum Musyrikin mengira bahwa Nabi SAW. masih tidur. Selain itu, Ali juga diminta oleh Nabi SAW. untuk mengembalikan barang-barang yang dititipkan oleh orang lain kepada beliau, lalau menyusul kemudian ke Madinah. Setelah itu, Nabi SAW. dan Abu Bakar keluar dari rumah tanpa dapat dilihat oleh mata para pengepung. Nabi SAW. dan Abu Bakar dengan mudah dan leluasa dapat melewati blokade yang sangat rapat itu.[20]
Dari Mekkah, mereka berdua menuju ke arah selatan dan bersembunyi di dalam sebuah gua (gua Tsur) yang terletak kira-kira 3 mil dari Mekkah. Keesokan harinya, beberapa pemuda Kuraisy yang pada malam harinya mengepung rumah Nabi juga tiba di gua Tsur. Namun karena seluruh pintu masuk ke dalam gua ”dipagari” oleh lilitan sarang laba-laba, maka mereka mengira bahwa Nabi SAW. tidak berada di dalam gua itu. Nabi SAW. dan Abu Bakar sendiri berdiam diri di dalam gua Tsur selama tiga hari tiga malam menunggu keadaan aman. Dan pada malam keempat, setelah kaum Kuraisy mengendorkan usaha mereka karena mengira Nabi SAW. sudah sampai di Madinah, keluarlah Nabi SAW. bersama Abu Bakar dari gua itu. Sementara di luar sudah menunggu Abdullah bin Uraiqit yang sebelumnya memang telah diperintahkan oleh Abu Bakar untuk membawa dua ekor unta. Bersama dua orang sahabatnya itu, berangkatlah Nabi SAW. menuju Madinah dengan menyusuri pantai laut Merah, suatu jalan yang belum pernah dilalui oleh orang lain.
Setelah menempuh perjalanan selama tiga hari, rombongan kecil ini tiba di Quba’, sebuah desa kecil yang berjarak 5 km. dari Madinah. Di desa ini, Nabi SAW. menginap di rumah seorang warga bernama Kaltsum bin Hindun. Di halaman rumah Kaltsum inilah Nabi SAW. membangun Masjid Quba’, masjid pertama yang dibangun Nabi SAW. tak lama kemudian, Ali bin Abi Thalib datang bergabung dengan rombongan mereka.[21]
Fakta Penting:
  1. terdapat dua mu’jizat Nabi yang tak terbantahkan; pertama, tidak dapat dilihat oleh mata para pengepung saat beliau keluar dari kediamannya; kedua, pintu masuk Gua Tsur ditutupi sarang laba-laba yang sangat lebat berselang satu hari setelah masuknya Nabi dan Abu Bakar ke dalam gua
  2. tetap berusaha walaupun sebagai Nabi, misalnya dengan melakukan perjalanan melalui jalur yang belum pernah dilewati oleh orang lain, bersembunyi di dalam gua, dan menunggu konmdisi aman sebelum keluar gua, dll.
  3. kesetiaan kaum muslimin sangat luar biasa, terutama Abu Bakar (pendamping), Ali (pengganti tempat tidur), dan Abdullah bin Uraiqit (pembawa onta)
  4. dll???????

Menapaki Kehidupan Baru

Sementara non jauh di sana, penduduk Madinah sudah gusar menunggu kedatangan Nabi SAW. Sebab menurut perhitungan mereka, seharusnya Nabi SAW. dan rombongan saat itu sudah tiba di Madinah. Beragam reaksi ditunjukkan oleh kegusaran mereka. Beberapa penduduk pergi ke tempat-tempat tinggi memandang ke arah Quba’, menanti kedatangan rombongan Nabi SAW. Setelah kurang lebih tiga hari menunggu, salah seorang penduduk yang berada di atas bukit melihat iring-iringan kafilah kecil menuju Madinah. Diamatinya rombongan kafilah itu dengan seksama. Setelah merasa yakin bahwa yang datang itu adalah Nabi SAW. bersama rombongannya, ia pun segera turun ke perkampunagn penduduk. Dengan penuh rasa gembira, ia mengabarkan kepada penduduk setempat bahwa orang yang mereka tunggu-tunggu telah datang.[22]
Mendengar kabar kedatangan Nabi SAW., penduduk Madinah –terutama suku Aws, Khazraj, dan kaum Muslimin Mekkah yang sudah lebih dulu tiba di Madinah- langsung mempersiapkan prosesi penyambutan. Mereka berbaris di sepanjang jalan dengan raut muka berseri-seri. Dada mereka berdegup kencang menunggu saat-saat berjumpa dengan orang yang mereka kagumi, mereka dambakan, dan mereka bicarakan selama ini. Tak lama berselang, dari kejauhan muncul bayang-bayang kecil yang kian lama kian mendekat. Setelah memastikan bahwa yang datang benar-benar Nabi SAW. dan rombongan, maka secara serempak melantunlah lagu penyambutan yang kemudian dikenal dengan sebutan Shalawat Badar: ”Telah datang kepada kami bulan purnama, dari celah-celah bukit (tsaniah al-wada’). Kami harus bersyukur selama masih ada orang yang berseru kepada Ilahi. Wahai orang yang diutus kepada kami, engkaulah pembawa sesuatu yang kami taati”[23]
Hampir semua penduduk Madinah meminta agar Nabi SAW. bersedia mampir atau menginap di rumah mereka. Mereka berebutan agar Nabi SAW. bersedia singgah. Tapi karena permintaan itu tidak dapat dipenuhi seluruhnya, Nabi SAW. dengan ramah berkata: Aku akan menginap di mana untaku berhenti. Biarkanlah dia berhenti sekehendak hatinya.” Unta itu ternyata berhenti di tanah milik dua anak yatim, Sahal dan Suhail, yang berada di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian, maka Nabi SAW. memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap. Beliau tinggal di rumah itu selama tujuh bulan lamanya sambil menunggu selesainya pembangunan rumah beliau yang dikerjakan secara bergotong-royong oleh kaum Muslimin. Sejak kedatangan Nabi SAW. itulah, Madinah yang dulunya bernama Yatsrib diubah namanya menjadi al-Madinah al-Munawwarah atau kota yang memancarkan cahaya, karena dari situlah cahaya Islam tersebar ke seluruh dunia.
Fakta penting:
  1. bukti kecintaan kaum muslimin kepada Nabi; gelisah saat Nabi terlambat datang, menyambutnya dengan sambutan luar biasa saat kedatangannya, menawarkan diri agar rumahnya disinggahi, dan bergotong royong membangun rumah beliau
  2. hal diatas juga bukti masih lekatnya budaya paternalistik
  3. dll??????

Tahun Pertama

Setelah sampai di Madinah, Nabi Muhammad SAW. segera meletakkan dasar-dasar pembentukan suatu tatanan masyarakat baru. Dasar pertama adalah ukhuwah Islamiyah yakni antara kaum muslimin yang berasal dari Mekkah (muhajirin) dan muslimin Madinah (Anshar). Nabi Muhammad SAW.  mempersaudarakan individu-individu muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar. Dengan pertalian itu diharapkan tercipta rasa persaudaraan dan kekeluargaan diantara kedua golongan. Dengan demikian Rasulullah SAW. telah membentuk sitem persaudaraan baru, yakni persaudraan berdasarkan agama menggantikan persaudaraan berdasar keturunan dan kesukuan.
Dasar kedua adalah membangun sarana pendukung terwujudnya persaudaraan itu, yakni dengan membagun masjid Nabawi. Selain berfungsi sebagai sarana ibadah secara berjamaah, masjid Nabawi pada masa Nabi SAW. juga berfungsi sebagai pusat kegiatan berbagai hal, seperti belajar-mengajar, bermusyawarah, melatih tentara, menyusun strategi perang, atau mengadili perkara-perkara yang timbul di masyarakat. Masjid yang didirikan di atas sebidang tanah milik Abu Ayyub al-Anshari itu dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya terbuat dari pelepah kurma. Di dekat masjid itu juga didirikan rumah tempat tinggal Nabi SAW. bersama keluarga.
Dasar ketiga yang diletakkan Nabi SAW. adalah membangun hubungan persaudaraan dengan pihak-pihak lain yang ada di Madinah. Sebagaimana telah kita ketahui, di Madinah terdapat banyak golongan dan suku, seperti Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar sytabilitas negara bisa terwujud, Nabi Muhammad SAW. kemudian mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka yang dituangkan dalam sebuah piagam kesepahaman. Piagam yang dikenal dengan sebutan Piagam Madinah itu antara lain berisi kesepakatan untuk hidup bersama secara damai, dijaminnya kebebasan beragama dan berpolitik, serta kewajiban mempertahankan negara dari serangan luar bagi setiap masyarakat. Dalam piagam itu disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW.  menjadi kepala pemerintahan, sehingga tanggungjawab dan otoritas pengaturan ketertiban umum diserahkan kepada beliau. Segala perkara atau perselisihan yang terjadi di masyarakat diajukan kepada Nabi SAW. untuk diselesaikan. Inilah cikal-bakal terbangunnya civil society yang melampaui zamannya.
Dasar keempat adalah membuat perjanjian dengan suku-suku lain di luar Madinah. Hal ini dilakukan demi terciptanya stabilitas regional dan hubungan bilateral yang harmonis antar suku, agar tidak ada lagi perang antar suku seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya, disamping untuk mempertahankan negara Madinah yang baru dibangun. Misalnya, Nabi Muhammad SAW. mengadakan ekspedisi ke daerah Abwa dan mengadakan perjanjian dengan Bani Damrah, lalu ke Usyairah mengikat kesepakatan dengan Bani Mudij, serta mengutus beberapa sahabatnya ke kawasan Hijaz dan Laut Merah. Semua itu ditujukan untuk menciptakan hubungan bilateral dengan suku-suku tetangga serta sebagai upaya memperkuat kedudukan Madinah.
Dalam berbagai ekspedisi tersebut, dari wakrtu ke waktu para pemeluk agama Islam semakin bertambah banyak. Kondisi ini tentu saja merisaukan kaum Kuraiisy Mekkah yang pernah mengusir Nabi Muhammad SAW.  dan para pengikutnya dari tanah kelahiran merelka. Kaum Kuraisy khawatir kalau-kalau membalas dendam atas kekejaman yang pernah mereka perbuat. Disamping itu, mereka juga mengkhawatirkan keselamatan para kafilah dagang Mekkah yang hendak menuju Suriah, sebaba mereka harus melewati kawasan Madinah yang dikuasai kaum Muslimin. Hal ini tentu akan merugikan aktivitas perekonomian mereka.
Fakta penting:
  1. Membangun sebuah bentuk negara baru yang tidak berdasarkan ikatan keturunan maupun kesukuan; sebuah formulasi bentuk negara yang belum pernah ada sebelumnya.
  2. membangun hubungan persaudaraan baru antar kaum Muslimin berdasar ikatan keagamaan, menggantikan ikatan persaudaraan lama yang berdasarkan keturunan dan kesukuan.
  3. melakukan konsolidasi kekuatan dan menjadikan masjid sebagai pusat koordinasi
  4. mengadakan perjanjian untuk hidup bersama secara damai dengan pihak non Muslim di Madinah
  5. Membangun hubungan bilateral dengan pihak-pihak lain di luar Madinah
  6. semakin kukuhnya tauhid dan syariat uamt setelah adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai
  7. mmmmmmmm???????????????

Tahun Kedua

Setelah dua tahun menetap di Madinah, Rasulullah SAW. dan kaum muslimin telah berhasil membangun negara baru itu dengan baik sehingga stabilitas kemanan terus terpelihara. Kaum muslimin dibawah bimbingan Nabi Muhammad SAW. bersatu-padu membangun Madinah tanpa kenal lelah. Dengan semangat ukhuwah islamiyah dan dilandasi keyakinan akan masa depan yang cerah, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, umat Islam mampu menjadi komunitas yang utuh dan tangguh dibawah bimbingan junjungan sejati, Muhammad SAW.
Namun selama dua tahun itu pula, kerinduan akan tanah kelahiran, Mekkah, selalu mengganggu pikiran kaum muhajirin. Mereka memang belum bisa melupakan tempat dimana mereka dilahirkan dan dibesarkan dahulu. Kerinduan akan tanah kelahiran itu mendorong mereka mencari kesempatan untuk –paling tidak- bisa menunaikan ibadah haji ke Mekkah. 
nmnmmnmb
Pada tahun ini pula pecahlah perang Badr, yakni puncak pertikaian antara kaum Miuslimin Madinah dan Kuraisy Mekkah. Perang ini terjadi setelah berbagai upaya damai yang diusahakan Nabi Muhammad SAW. gagal dan menemui jalan buntu. Pada mulanya, kaum mUslimin mengahadap sebuah kafilah dagang Kuraisy yang datang dari Syam dan dipimpin oileh Abu Sufyan[24]……
Dengan dorongan keimanan kepada Allah SWT. dan kesetiaan kepada pemimpinya, Nabi Muhammad SAW., Kaum Muslimin Madinah yang hanya berjumlah 313 orang dengan 70 ekor unta dan 3 ekor kuda yang ditunggangi secara bergantian serta dengan peralatan seadanya, berhasil mengalahkan tentara Kuraisy Mekkah yang jumlahnya mencapai 1000 orang, dimana 600 orang di antaranya adalah prajurit infantri berbaju besi, 100 tentara berkuda, dan 300 laskar cadangan yang merangkap sebagai penabuh genderang perang.[25] Dalam perang ini, 14 orang Muslim tewas sebagai syahid. Sedangkan di pihak Kuraisy Mekkah, Abu Jahal tewas bersama 69 tentara Kuraisy lainnya, dan 70 orang menjadi tawanan. Kemenangan ini benar-benar merupakan pertolongan dari Allah SWT. sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran.3:123.[26]
Sepulang dari medan perang, Nabi Muhammad SAW. melakukan musyawarah dengan para sahabatnya untuk menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan ke 70 orang tawanan itu. Dalam musyawarah itu diputuskan bahwa para tawanan yang pandai membaca dan menulis akan dibebaskan jika bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta huruf dan tidak dapat menulis. Sementara tawanan yang mempunyai kemampuan finansial lebih dapat ditebus oleh keluarganya, dan tawanan yang tidak memiliki kekayaan apa-apa dan juga tidak bisa baca-tulis dibebaskan tanpa syarat.[27] Keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan kesetiakawanan, serta tidak memperlakukan lawan secara sewenang-wenang. Disamping itu, tebusan berupa mengajari baca-tulis merupakan upaya Nabi SAW. untuk memberantas buta huruf dan buta aksara, yang pada akhirnya nanti akan memberantas kebodohan di kalangan Umat Islam. Upaya taktis yang sangat sesuai dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Tak lama setelah situasi normal kembali dan suasana perang sudah mereda, Nabi Muhammad SAW. kembali dihadapkan dengan persoalan baru, yakni penghianatan yang dilakukan oleh Bani Qainuqa’, salah satu suku di Madinah yang berkomplot dengan Kuraisy Mekkah. Bani Qainuqa’ yang ikut menandatangani Piagam Madinah itu mengingkari isi piagam itu dan melakukan pemberontakan dari dalam. Akhirnya dengan sangat terpaksa Rasulullah SAW. mengusir mereka ke Syam (Suriah), setelah sebelumnya mereka dalam ditaklukkan dalam sebuah pertempuran singkat.
Selain tantangan dari dalam, Nabi Muhammad SAW. juga dihadapkan dengan persoalan eksternal yang rumit, yakni penghianatan oleh beberapa suku Badui (A’rabi) yang sebelumnya telah mengadakan perjanjian damai dan kerjasama bilateral dengan Nabi SAW. Namun penghianatan itu tidak menimbulkan ekses berarti karena pasukan nomad itu tidak begitu besar sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.

Fakta penting

  1. tauhid dan syariat????????
  2. Perlakuan manusiawi terhadap tawanan perang
  3. lekatnya budaya musyawarah
  4. Pemberantasan buta huruf, bukti kecintaan Islam pada ilmu pengetahuan.
  5. jumlah pasukan minim berhasil mengalahkan pasukan yang lebih besar
  6. dikhianati oleh beberapa suku, baik yang berada di Madinah maupun luar Madinah
  7. mmmmmm??????

Tahun Ketiga

Pada tahun yang ketiga pasca Hijrah ini, stabilitas keamanan sudah sangat terjkendali sehingga kaum Muslimin di Madinah dapat melaksanakan rutinitasnya sehari-hari. Aktivitas yang bersifat duniawi seperti bekerja atau berdagang, serta aktivitas ukhrawi seperti shalat atau menyantunhi fakir-miskin semakin semarak digalakkan. Sementara Rasulullah SAW. sebagai mubayyin atau pemberi kejelasan bersikap sangat terbuka dan kooperatif dalam memecahkan segala persoalan yang diahadapi umatnya. Aktivitas yang bersifat eksternal, seperti ekspedisi ke berbagai kawasan dan mengadakan perjanjian dengan suku-suku tetangga, tidak banyak dilakukan pada tahun ketiga ini. Segala energi kaum muslimin banyak dicurahkan untuk konsolidasi ke dalam.
Di tengah situasi aman dan tenteram itu, Nabi Muhammad SAW. mendapat kabar gembira karena pamanya, Abbas bin Abdul Muthallib, bersedia masuk Islam. Namun kabar baik itu juga diiringi dengan berita mengejutkan yang dibawa oleh Abbas ra. Abbas yang baru tiba dari Mekkah mengabarkan bahwa tentara Kuraisy akan menyerang Madinah. Menurut penuturan Abbas, kekalahan Kaum Kuraisy Mekkah dalam perang Badr tidak dapat mereka terima. Kekalahan itu mereka artikan sebagai noda hitam bagi kehormatan orang-orang Kuraisy. Karena itulah Kaum Kuraisy kemudian bersatu untuk membalas dendam dengan membawa tentara yang dua kali lebih besar daripada dalam Perang Badr.
Setelah mendengar berita tersebut, Nabi Muhammad SAW. langsung mengirimkan mata-mata ke gunung Uhud, empat kilometer sebelah timur laut Madinah, tempat pasukan Kuraisy berada. Ternyata, menurut laporan mata-mata itu, pasukan Kuraisy berjumlah 3.000 orang dengan 3000 ekor unta dan 200 ekor kuda, serta 700 tentaranya berbaju besi dan disertai beberapa pasukan wanita. Karena begitu besarnya pasukan musuh, Nabi Muhammad SAW. kemudia mempersiaplkan 1000 prajurit, yang sebenarnya belum sepadan dengan jumlah pasukan musuh.[28]
Sekitar tiga hari setelah menerima kabar itu, berangkatlah Rsulullah beserta pasukannya menuju bukit Uhud. Namun di tengah perjalanan, sekitar 300 orang munafik yang ketakutan akan besarnya pasukan lawan, melakukan pembelotan. Mereka kembali ke Madinah di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay. Akhirnya, pasukan Muslim tinggal 700 orang saja. Walaupun demikian, mereka tetap berangkat ke bukit Uhud.[29]
Rasulullah kemudian menyusun strategi dengan menempatkan 50 pasukan panah di atas bukit Uhud di bawah pimpinan Abdullah bin Zubair. Nabi Muhammad SAW. berpesan agar mereka tidak meninggalkan posisi mereka dalam kondisi apapun. Tak lama kemudian, pecahlah pertempuran tak seimbang itu. Setahap demi setahap, pasukan Muslimin yang hanya berjumlah 700 orang itu berhasil mendesak pasukan lawan yang jumlahnya 3000-an orang, sehingga pasukan lawan berai-berai dan akhirnya melarikan diri.
Melihat tentara musuh porak-poranda, pasukan panah yang ditenpatkan di atas bukit lupa akan pesan Nabi SAW. Mereka kemudian menuruni bukit untuk ikut berebut mendapatkan harta rampasan perang. Kesempatan itu dimanfaatkan pihak lawan dengan menyerang balik kaum muslimin yang sedang lengah. Alhasil, kini giliran pasukan muslim yang kocar-kacir dan tanpa koordinasi. Akibatnya, banyak kaum pasukan Muslim yang tewas, bahkan Nabi SAW. sendiri sempat mendapat luka-luka akibat serangan balik itu.
Di antara pasukan Muslim yang meninggal adalah Mus’ab bin Umair, pembawa panji perang Islam. Karena wajahnya mirip Rasulullah SAW., maka tentara Kuraisy mengira bahwa Nabi SAW. telah tewas. Berita gugurnya Rasulullah SAW. segera menyebar dan membuat lawan mengendurkan serangan mereka, disamping menimbulkan kegoncangan di kalangan pasukan Islam sendiri.  Akan tetapi, Ka’b bin Malik yang melihat Rasulullah SAW. masih hidup segera mengabarkan berita gembira itu guna mengobarkan semangat kaum muslimin yang mulai patah semangat. Mendengar berita tersebut, kaum Muslimin bangkit keberaniannya sehingga sedikit-demi sedikit berhasil mendesak lawan dan akhirnya berhasil memukul mundul mereka. Dalam perang ini, sekitar 70 orang pasukan muslim gugur sebagai syahid, termasuk diantaranya Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Nabi SAW. dan salah satu tokoh berpengaruh di kalanagan Umat Islam. Banyaknya korban di pihak Muslim ini sudah dinilai cukup oleh kaum Musyrikin sebagai pembalasan atas kekalahan mereka dalam pertempuran-pertempuran sebelumnya, sehingga mereka memutuskan untuk kembali ke Mekkah dan menghentikan pertempuran.
Selepas dari perang Uhud, Kaum Muslimin masih dihadapkan dengan persoalan baru, yakni upaya persekongkolan antara beberapa orang Yahudi Madinah dengan Kaum Kuraisy Mekkah. Kaum Yahudi membatalkan secara sepihak Piagam Madinah yang mereka tandatangani bersama Nabi SAW. dua tahun sebelumnya. Fakta ini membuat Nabi SAW. mengambil langkah taktis dengan……..(cari ibarot)
Fakta Penting:
  1. tauhid dan syarita?????
  2. Masih lekatnya budaya paternalistik (ingat ketika kabar wafatnya Nabi SAW. mempengaruhi semangat kaum muslimin)
  3. Masih lekatnya ghirah yang bersifat duniawi (seperti ketertarikan berebut harta rampasan perang) pada saat melakukan pekerjaan yang bersifat ukrawi (jihad)
  4. mmmmmmmm???????

Tahun Keempat

Aman damai
Fakta Penting:
  1. bangunan tauhid dan syariat
  2. mmmmmm??????

Tahun Kelima

Kondisi aman dan damai yang dirasakan oleh kaum Muslimin selama satu tahu terakhir ini tidak bertahan lama. Sebab Bani Nadzir dan Bani Wa’il, dua kabilah Yahudi Madinah, melakukan persekongkolan dengan Kaum Kuraisy Mekkah dan kabilah Ghatafan. Bani Nadzir dan Bani Wa’il merasa tidak puas dengan keputusan Nabi SAW. yang menempatkan mereka diu luar kota Madinah. Karena itulah mereka kemudian mengutus Huyayy bin Akhthab untuk melakukan hubungan diplomasi dengan Kaum Kuraisy. Huyayy menyampaikan keinginan mereka untuk melakukan pembelotan kepada para pemimpin Kuraisy dan mengajak untuk bersama-sama memerangi Nabi SAW. yang dinilai oleh orang Kuraisy sebagai orang yang telah memporak-porandakan sistem kemasyarakatan dan sistrem keagamaan Bangsa Kuraisy. Ajakan itu pada mulanya tidak lansung diterima, namun setelah diyakinkan oleh Huyayy akhirnya mereka sepakat untuk bekerjasama.
Setelah berhasil mempengaruhi Kaum Kuraisy, Huyayy kemudian menghubungi kabilah Ghathafan untuk diajak bersama dalam koalisi itu. Kabilah Ghathafan tentu tertarik dengan ajakan Huyayy, apalagi mereka dijanjikan akan mendapat hadiah berupa hasil perkebunan dan pertanian tanah Kahibar, sebuah kawasan subur di Madinah, disamping mereka bisa memperoleh harta rampasan perang bila kelak berhasil memenagkan pertempuran itu. Koslisi tiga kekuatan utama di semenanjung Arab itu berhasil menghimpun 10.000 pasukan dengan peralatan perang yang lengakap dan canggih. [30]
a. Membuat parit
Kabar mengenai rencana penyerbuan besar-besaran terhadap kota Madinah itu terdengar oleh Rasulullah SAW. dan kaum Muslimin. Namun karena pasukan Muslim sangat terbatas jumlahnya, maka untuk menyongsong kedatangan lawan jelas tidak mungkin. Untuk bertahan saja kaum Muslimin tentu akan kesukitan mengahadi jumlah lawan yang sangat besar itu. Padahal mempertahankan akidah, syariat, dan kehormatan merupakan kewajiban agama. Karena itulah Rasulullah kemudian melakukan musyawarah guna menyusun strategi mengahadpi lawan. Dalam musyawarah itu, Salman al-Farisi mengusulkan agar di perbatasan Madinah dibangun sistem pertahanan parit (khandaq). Dengan demikian, menurut Salman, gerakan musuh akan terhambat oleh parit sehingga mereka akan kesulitan memasuki Madinah. Dan jika pun mereka memaksakan diri menyeberangi parit, maka menurut Salman, kamum Muislimin akan dengan mudah memberondong mereka dengan serangan panah.
Usul cemerlang Salman al-Farisi itu diterima oleh Rasulullah SAW. belliau pun segera memerintahkan kaum Muslimin agar segera menggali parit besar dan dalam di sekitar Madfinah, tepat di arah datangnya musuh. Penggalian itu dipimpin langsung oleh Rsulullah SAW. dan selesai dalam waktu enam hari. Disamping membuat parit, kaum Muslimin juga memperkokoh sistem pertahanan di dalam kota Madinah sendiri. Rumah-rumah yang menghadap ke arah datanbgnya musuh di perkokoh, dan rumah- rumah yang terletakj di belakakng part di kosongkan. Wanita dan anak-anak di tempatkan di rumah yang kuat dan dengan pengawalan ketat. Sementara penjagaan kota yang tidak dikelilingi Parit diserahkan kepada Yahudi Bani Quraidzah yang telah membuat perjanjian damai den bersumpah untuk saling tolong-menolong.[31]
Sementara nun jauh di sana, pasukan musuh telah dipersiapkan dengan ssangat matang. Mereka dibagi dalam tiga kekuatan besar. Kelompok pertama dipimpin oleh A’war al-Salami dan bertugas menyerang dari atas lembah. Kelompok kedua yang dikoordinasi oleh Uyainah bin Hisn bertugas menyerang dari arah samping kota Madinah. Sementara kelompok ketiga yang dipimpin oleh Abu Sufyan akan menyerang Madinah dari arah depan atau pintu gerbang utama memasuki kota Madinah. Setelah semua persiapan matang, berangkatlah pasukan besar itu sesuai tugas masing-masing. Mereka tampak optimis akan mampu menghancurkan Madinah dalam waktu singkat.

b. Dikepung Pasukan Sekutu
Ketika telah tiba di Madinah, pasukan sekutu tersebut heran melihat sitem pertahanan parit yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Penerapan sistem pertahanan ala Salman al-Farisi itu ternyata mampu membendung laju lawan, sehingga mereka tertahan di seberang parit. Setelah mengetahui bahwa bila mereka menyeberangi parit itu, maka mereka akanm emnjadi sasran pasukan panah kaum Muslimin, akhirnya mereka hanya bertahan dan menyebar pasukan di sekeliling parit. Pasukan sekutu berniat memblokade Madinah dan memutus hubungan dengan kota-kota lain.
Selama satu bulan masa pengepungan, kaum Muslimin Madinah benar-benar mengalami penderitaan luar biasa karena terisolasi dari dunia luar dan semakin menipisnya suplai makanan. Namun dengan bekal keimanan yang kuat dan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW., mereka terus bertahan di dalam kota. Selamam satu bulan itu pula, tidak ada kontak antara pasukan Muslim dan sekutu, kecuali saling melepas anak panah dan perang tanding. Dalam setiap perang tanding, pasukan Mudlim yang dipimpin Ali ra. selalu mampu menaklukkan lawan.
Di tengah kondisi kaum Musliminn yang semakin terjepit, persoialan baru timbul dari dalam, yakni membelotnya Bani Quraidzah dan membatalkan secara sepihak perjanjian mereka dengan Rasulullah SAW. Keadaan ini tentu saja membuat kaum Muslimin terguncang hebat dan sempat menggoyahkan semangat mereka. Namun Nabi SAW. berhasil menenangkan mereka dengan menyatakan bahwa tidak lama lagi Allah SWT. akan memberikan pertolongan-Nya. Saat itu Rasulullah berdo’a kepada Allah: ”Ya, Allah. Dzat yang menurunkan wahyu dan maha cepat membuat perhitungan, kalahkan lah pasukan ahzab.[32] Kalahkanlah mereka dan menangkan kami atas mereka” (HR. Bukhari dan Muslim).[33]
Tak lama setelah itu, datanglah Nu’man bin Mu’adz, seorang anggota kabilah Bani Ghathafan, menemui Nabi SAW. dan menyatakan diri masuk Islam. Nu’man menyatakan bahwa dirinya membelot dari Bani Ghathafan tanpa sepengetahuan kawan-kawannya. Dia menyatakan bersedia diutus dan diberi tugas oleh Nabi SAW. untuk menemui pasukan lawan. Setelah meyakini kesungguhan niat Nu’man, akhirnya Rasulullah SAW. mengutusnya untuk menemui pasukan sekutu dan mencoba menurunkan semangat mereka. Rasulullah SAW. menyerahkan sepenuhnya kepada Nu’man mengenai siasat apa yang akan ia terapkan, yang jelas target utamanya adalah mengendorkan semangat musuh.
Setelah bergabung kembali dengan pasukan sekutu, Nu’man kemudian melakukan siasat penggembosan dari dalam. Mula-mula ia menghubungi kepala pasukan Bani Quraidzah, suku Yahudi yang membelot, dan menyarankan mereka untuk meminta jaminan kepada dua sekutu mereka, yakni Kaum Kuraiys dan Ghathafan, bahwa mereka tidak akan dibiarkan tinggal sendirian saat menghadapi kaum Muslimin. Bentuk jaminan itu adalah dengan dikirimkannya beberapa pimpinan Kuraisy dan Ghathafan untuk menemui pimpinan Yahudi Bani Quraidzah. Setelah itu, Nu’man juga mendatangi beberapa kepala pasukan Kuraisy dan meyarankan hal yang sama; yakni meminta jaminan dari dua suku lainnya dan mengirimkan beberapa kepala sukunya untuk menemui kepala pasukan Kuraisy sebagai jaminan kesetiakawanan. Setelah berhasil membujuk kepala suku Kuraiys, Nu’man kemudian menemui kepala pasukan Bani Ghathafan dan juga memberikan saran yang sama.
Siasat Nu’man ternyata berhasil. Hasutan itu berhasil menghilangkan rasa kepercayaan antar satu pasukan atas pasukan lainnya. Pada malam Sabtu tanggal 5 Syawal, Abu Sufyan sebagai kepala pasukan Kuraiys mengirimkan utusan kepada kepala suku Yahudi Bani Quraidzah dan berpesan bahwa keesokan harinya (Sabtu), mereka harus sudah melakukan penyerangan. Namun jawaban dari pihak Yahudi Bani Quraidzah ternyata diluar dugaan; mereka menolak menyerang pada hari Sabtu, karena hari itu dinilai sebagai hari suci umat Yahudi dan orang Yahudi tidak boleh bekerja pada hari itu. Yang lebih mengejutkan lagi, Yahudi Bani Quraidzah juga meminta jaminan kesetiaan Suku Kuraisy dan Ghathafan dengan mengirimkan beberapa kepala pasukan kepda mereka. Hal ini tentu membuat Abu Sufyan berang. Ternyata apa yang disampaikan Nu’man benar; bahwa kaum Yahudi memang tidak dapat dipercaya. Abu Sufyan bersumpah tidak akan mengirimkan beberapa kepala pasukannya kepada Bani Quraidzah dan menyuruh suku Yahudi itu berperang sendirian. Mendengar sumpah serapah Abu Sufyan, kaum Yahudi Bani Quraidzah pun membenarkan ucapan Nu’man, bahwa kaum Kuraisy tidak sepenuh hati bekerjasama dengan kaum Yahudi.

c. Datangnya pertolongan Allah SWT.
Ketika kemelut internal pasukan sekutu itu semakin memuncak, pada suatu malam tiba-tiba terjadi topan dahsyat yang memporak-porandakan perkemahan mereka. Angin topan itu disertai dengan hujan deras dan petir yang mengelegar-gelegar tanpa henti. Pasukan sekutru tentu saja panik melihat kondisi semacam itu. Mereka juga khawatir jangan-jangan kaum Muslimin Madinah akan menyerang mereka disaat mereka sedang lengah. Karena itulah Abu Sufyan kemudian memerintahkan pasukan Kuraiys untuk menarik diri dari Madinah dan segera kembali ke Mekkah. Melihat pasukan Kuraisy pulang kandang, pasukan-pasukan lainnya ikut-ikutan menarik pasukannya dan pulang ke daerah masing-masing.
”Tidak ada Tuhan selain Allah!” seru kaum Muslimin setelah melihat kenyataan ini. ”Allah telah memehuhi janji-Nya, menolong hamba-hamba-Nya, memenangkan pasukan-Nya dan mengalahkan pasukan Ahzab dengan kekuasaan-Nya.” tambah mereka sebagai ungkapan rasa syukur atas pertolongan Allah SWT. yang datang secara tidak terduga. Semua itu menambah keyakinan dan keimanan kaum Muslimin akan keberadaan Dzat yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa atas alam semesta.
Namun persoalan tidak berenti sampai di situ. Bani Quraidzah yang membelot dan berkomplot dengan kaum Kuraisy dan kabilah Ghathafan dikhawatirkan akan melakukan pembelotan lagi. Karena itu, keesokan harinya kaum Muslimin langsung melakukan pengepungan atas perkampungan Bani Quraidzah. Pengepungan itu berlangung selama 25 hari. Karena merasa sudah tidak akan mampu bertahan lama, akhirnya Bani Quraidzah menyerah kepada kaum Muslimin. Mengetahui bahwa lawan sudah menyerah, Sa’ad bin Mu’ad, orang yang diberi kepercayaan oleh Rasulullah SAW. untuk menangani masalah Bani Quraidzah, kemudian memerintahkan mereka untuk meletakkan senjata dan keluar dari benteng peretahanan mereka. Bani Quraidzah menaati perintah itu. Kemudian Sa’ad memberi keputusan bahwa anggota Bani Quraidzah yang terlibat dalam kejahatan perang akan dijatuhi hukuman mati, sementara kaum wanita dan anak-anak dijadikan tawanan perang dan harta benda mereka akan dibagikan kepada kaum muslimin. Keputusan Sa’ad ini diusetujui oleh Rsulullah SAW.
Sejak saat itulah posisi kaum Muslimin semakin kokoh dan disegani oleh kabilah-kabilah lain di seluruh semenanjung Arabia. Dua kemenangan beruntun itu tentu saja membuat mereka memiliki daya tawar atau bargaining position dalam pandangan kabilah-kabilah lainnya. …….
Fakta penting:
  1. bangunan tauhid semakin kokoh, terutama setelah menyaksikan datangnya pertolongan dari Allah SWT. melalui perantara angin topan
  2. kesabaran yang luar biasa selama dua bulan masa pengepungan
  3. Bersikap obyektif, terutama saat melihat jumlah pasukan lawan yang sangat besar dan jumlah kaum muslimin sangat minim, sehingga mereka hanya bertahan di dalam kota Madinah
  4. dibutuhkannya usaha dan kerja keras, tidak hanya berserah diri kepada Allah tanpa upaya apapun. Contohnya strategi menggali parit, mengutus utusan pemecah-belah, disamping berdoa kepada Allah.
  5. masih lekatnya budaya perang tanding
  6. Penyerahan masalah tawanan Yahudi Bani Quraidzah oleh Rasulullah pada ijtihad Sa’ad bin Mu’adz
  7. Untuk kesekian kalinya, suku-suku Yahudi menghianati perjanjian dengan kaum Muslimin
  8. dll???????????

Tahun Keenam

Sebagaimana telah ditegaskan di muka, kaum muhajirin pada dasarnya masih belum bisa melupakan tanah kelahiran mereka. Hasrat untuk bertemu dengan sanak saudara merupakan sebuah keinginan yang wajar dan sangat alamiah dialami oleh mereka yang lama berpisah. Keinginan itu seakan mendapat angin segar ketika pada tahun keenam pasca hijrah ini, ibadah haji disyariatkan oleh Allah SWT. sebagai rukun Islam yang kelima.[34]
Karena itulah Rasulullah SAW. kemudian memimpin kurang lebih 1.400 orang kaum Muslimin Madinah untuk melaksanakan ibadah umrah ke Mekkah. Mereka berangkat pada bulan suci, bulan yang dilarang adanya perang, memakai pakaian ihram, membawa perbekalan makanan, hewan-hewan kurban, serta membawa senjata seadanya untuk berjaga-jaga. Nabi SAW. dan rombongannya menempuh jalur yang tidak biasa dilalui orang,  dengan naik turun bukit yang terjal dan berbatu tajam. Ketika sampai di sebuah lembah yang bernama Hudaibiyah, unta yang ditungganhi Nabi SAW. berhenti seketika dan tidak mau meneruskan perjalanan. Hal ini dinilai sebagai isyarat dari Allah SWT. agar Nabi SAW. dan rombongan berhenmti di lembah itu.
Sementara di Mekkah, berita mengenai rencana kedatangan kaum Muslimin Madinah ke Mekkah telah didengar oleh kaum Kuraisy. Karena itulah, mereka kemudian menyiapkan pasukan perang dibawah pimpinan Khalid bin Walid[35] untuk menangkal serangan kaum muslimin. Mereka mengira bahwa kedatangan kaum Muslimin bertujuan untuk menyerang Mekkah. Untuk itu, mereka kemudian mengirim seorang utusan bernama Budail bin Warqa’ untuk menemui Nabi SAW. di lembah Hudaibiyah dan menanyakan maksud kedatangan Nabi SAW. dan rombongan ke Mekkah. Sekembalinya dari Hudaibiyah, Budail melaporkan bahwa kedatangan kaum Muslimin ke Mekkah semata-mata untuk berziarah ke Baitullah, bukan untuk berperang. Para pemimpin Kuraisy tidak serta merta mempercayai laporan itu. Mereka kemudian mengutus Mi’raz bin Hafs untuk memastikan apakah laporan utusan pertama, Budail, benar adanya. Dan ternyata setelah kembali ke Mekkah, Mi’raz juga melaporkan hal yang sama; bahwa maksud kedatangan kaum Muslimin hanya untuk melaksnakan ibadah haji. Laporan kedua ini pun belum dipercayai oleh para pemimpin Kuraisy, sehingga mereka mengirimkan utusan untuk ketiga kalinya. Utusan itu bernama Halis bin Alqamah. Lagi-lagi utusan ketiga itu melaporkan hal yang sama dengan dua pendahulunya. Tapi apa lacur, Halis bin Alqamah justru dicaci maki oleh para pemimpin Kuraisy dan dituduh bersekongkol dengan kaum Muslimin. Dan untuk keempat kalinya, mereka mengutus Urwah bin Mas’ud ke Hudaibiyah. Walaupun utusan keempat ini berlaku tidak sopan saat bertemu Nabi SAW., namun ia melaporkan hal yang sebenarnya bahwa kaum muslimin memang benar-benar hanya ingin melaksanakan ibadah haji.[36]
Nabi SAW. pun tidak ketinggalan mengirimkan utusan untuk meyakinkan maksud kedatangan kaum Muslimin kepada kaum Kuraisy Mekkah. Pertama-tama Nabi SAW. mengutus Khuza’ah al-Khuza’i yang nyaris dianiaya oleh para pemimpin Kuraisy setibanya di kota Mekkah. Namun Khuza’ah berhasil diselamatkan oleh Bani al-Habsyi. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW. kamudian mengutus Utsman bin Affan. Hal ini berdasar pertimbangan bahwa Utsman mempunyai banyak keluarga di Mekkah yang seandainya sewaktu-waktu Ustman dianiaya, maka keluarga Utsman akan menyelamatkannya. Dan ternyata benar. Ata jaminan dari salah seorang kerabatnya yang bernama Aban bin Sa’id bin Ash,  Utsman dapat memasuki kota Mekkah. Tapi kaum Kuraisy tenyata tidak menepati janji mereka. Setelah Ustman menyampaikan amanah Nabi SAW., ia kemudian ditahan selama beberapa waktu.
Tak lama kemudian, kaum muslimin mendengar desas-desus bahwa Utsman telah dibunuh oleh Kaum Kuraisy. Karena itulah Nabi kemudian mengangkat sumpah setia bersama seluruh rtombongan. Mereka berjanji untiuk saling membela, tidak akan lari, siap mati, dan akan terus berjuan dlam kondisi apapun. Sumpah janji yang dilaksanakan di bawah pohon itu kemudian dikenal dengan ”baiat al-ridlwan”.[37]
Pelaksanaan Baiat al-Ridlwan ternyata membuat para kepala suku Kuraisy menjadi gentar. Mereka kemudian membebaskan Utsman dan mengirim Suhail bin Amr untuk mengadakan perundingan dengan kaum Muslimin. Tepat pada bulan Dzulqa’dah 6 H/Maret 628 M, Suhail tiba di Hudaibiyah dan langsung diterima oleh Rasulullah SAW. Dalam perundingan itu, kaum Kuraisy melalui Suhail mengajukan 5 butir tuntutan: (1) kaum Muslimin belum boleh mengunjungi Baitullah pada tahun itu, akan tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya; (2) lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja, tidak boleh lebih. Saat kedatangan kaum Muslimin ke koota Mekkah, orang-orang Kuraisy akan mengosongkan kota; (3) selama masa satu tahun itu, kaum Muslimin Madinah diwajibkan mengembalikan (menyuruh pulang) pada orang-orang Mekkah yang masuk Islam dan pindah ke Madinah. Sementara jika ada orang Madinah yang membelot dan lari ke Mekkah, maka orang-orang Kuraisy tidak wajib mengembalikannya ke Madinah; (4) masyarakat Madinah dan Mekkah melakukan genjatan senjata dan tidak mengadakan peperangan selama sepuluh tahun sejak perjanjian Hudaibiyah itu disetujui; (5) siapa saja yang ingin mengadakan persekutuan dengan Muhammad SAW. diperbolehkan, begitupun siapa saja yang ingin melakukan persekutuan dengan Kuraisy Mekkah juga diperbolehkan. Artinya, baik Nabi SAW. maupun kaum Kuraisy dibebaskan mengadakan perjanjian dengan kabilah manapun.[38]
Tuntutan Kaum Kuraiys yang cenderung merugikan kaum Muslimin itui ternyata langsung diterima tanpa syarat oleh Nabi SAW. Bahkan Rasulullah SAW. tidak mengajak sahabat-sahabatnya untuk berunding dan membahas isi tuntutan itu. Padahal biasanya beliau selalu meminta pertimbangan para sahabatnya saat mengahadapi beragam persoalan penting, walaupun keputusan final tetap berada di tangan beliau. Karena itulah, beberapa sahabat agak heran dengan sikap Nabi SAW. Salah satunya adalah Umar bin al-Khatthab. Umar bertanya kepada Nabi SAW. mengapa beliau menerima perjanjian yang merugikan umat Islam. Dengan ramah Nabi SAW. menjawab: ”Umar, aku adalah utusan Allah. Jadi aku hanya melaksanakan perintah-Nya. Dan Allah SWT. tidak mungkin akan menyia-nyiakan diriku” Mendengar jawaban itu, Umar Rasulullah SAW. baru memahami bahwa apa yang dilakukan Rasulullah SAW. merupakan perintah dari Allah SWT., disamping juga strategi Nabi SAW. untuk menggapai tujuan yang lebih jauh ke depan dan lebih fundamental.[39]
Setelah itu, Nabi SAW. kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib untuk mencatat tuntutan kaum Kuraisy yang dibawa Suhail dalam sebuah nota kesepakatan (memorandum of understanding). Saat itu Nabi SAW. memerintahkan Ali Rasulullah SAW. untuk menulis kalimat “Bismillah al-Rahman al-Rahim, wa Muhammad Rasul Allah” pada awal naskah. Namun Suhail merasa keberatan. Akhirnya, kalimat itu dirubah menjadi ”Bismika Allahumma (dengan menyebut nama-Mu ya Allah), Inilah perjanjian yang dibuat oleh Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amr….dst”. Setelah selesai menuliskan semua tuntutan itu, akhirnya pulanglah Suhail ke Mekkah dan Kaum Muslimin ke Madinah. Perjanjian ini kemudian dinamai dengan perjanjian Hudaibiyah, karena dilakukan di sebuah lembah yang bernama Hudaibiyah.
Sesampainya di Madinah, kaum Muslimin baru memahami bahwa isi perjanjian yang secara eksplisit merugikan kaum Muslimin itu ternyata merupakan siasat Rasulullah SAW. untuk menguasai Ka’bah yang merupakan pusat kegiatan keagamaan seluruh kabilah di semenanjung Arab. Persetujuan tanpa syarat itu merupakan kemenangan diplomatik yang besar artinya bagi Kaum Muslimin dalam upaya menguasai Mekkah beberapa tahun berikutnya, untuk kemudian menyebarkan ajaran Islam ke daerah-daerah lainnya. Disamping itu, ketika kaum Muslimin pada tahun berikutnya berhasil melksanakan ibadah haji, diharapkan dapat menarik simpati kaum Kuraisy sehingga mereka tertarik untuk masuk Islam. Dengan banyaknya kaum Kuraisy yang masuk Islam, maka kabilah-kabilah lainnya akan ikut tertarik karena Kuraisy adalah suku berpengaruh di Jazirah Arab.
Sementara mengenai orang Islam yang membelot ke Mekkah, dalam pandangan Nabi SAW., dia pasti orang yang murtad dan pengkhianat (munafik) sehingga tidak perlu dikembalikan pulang ke Madinah. Sebaliknya, jika ada orang Kuraisy Mekkah yang masuk Islam, maka keharusan mengembalikannya ke Mekkah tidak akan menggoyahkan keimanannya. Sebab keberanian orang tersebut untuk pergi ke Madinah sudah merupakan petunjuk bahwa dia memang masuk Islam dengan tekad kuat dan benar-benar meyakini kebenaran Islam. Apalagi sebelumnya orang itu telah mengetahui bahwa bila dirinya masuk Islam maka akan dikembalikan pulang ke Mekkah. Itu menunjukkan keteguhan sikapnya sehingga imannya tidak akan goyah meskipun dipulangkan kembali ke Mekkah.
Menurut sejarawan Mesir, Husain Heikal (1888-1956), melalui perjanjian Hudaibiyah itu, untuk pertama kalinya kaum Kuraisy mengakui Nabi Muhammad SAW.  bukan sebagai pemberontak terhadap mereka, melainkan sebagai pihak yang memiliki kedudukan sejajar. Dengan demikian secara tidak langsung mereka telah mengakui kedaulatan Islam, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana Islam diangap sebagai agama yang dibuat-buat, agama pengacau, dan agama pemecah-belah kesatuan Kuraisy. Disamping itu, dengan diterimanya perjanjian Hudaibiyah maka kaum Kuraisy mengakui bahwa kaum Muslimin memiliki yang yang sama dengan kabilah lain untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, dan Islam sebagai salah satu agama resmi di semenanjung Arab.
Dalam masa penantian selama satu tahun, kaum Muslimin melaksanakan aktivitas harian seperti biasanya. ……..
Fakta Penting:
1.       Siasat taktis dan langkah politis Nabi SAW. menunjukkan bahwa beliau disamping sebagai pelaksna perintah Allah, juga sebagai seorang ahli strategi yang handal
  1. musyawarah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.  dengan para sahabatnya adalah pada persoalan-persoalan yang tidak belum/tidak dijelaskan oleh Allah soal teknis pelaksanaanya
  2. perjanjian Hudaibiyah mengindikasikan keharusan bersabar demi mencapai tujuan yang leboih besar
  3. sikap kritis sahabat, seperti dilakukan Umar ra., menunjukkan bahwa keterbukaan dan sikap kooperatif sangat dihormati oleh Nabi SAW. dan kaum Muslimin pada masa ini
  4. dll???????????

Tahun Ketujuh

Memasuki bulan Haji tahu ketujuh hijriyah, kaum Muslimin Madinah dibawah komando langsung dari Nabi SAW. mempersiapkan segala keperluan untuk menyongsong pelaksanaan ibadah haji yang sempat tertunda satu tahun. Mereka kemudian berangkat ke Mekkah sesuai rencana, dan dapat melaksanakan ibadah haji secara sempurna sesuai waktu yang disepakati dalam perjanjian Hudaibiyah, yakni tiga hari tiga malam. Prediksi Nabi SAW. ternyata benar. Ketika kaum Kuraisy menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana prosesi ibadah haji orang-orang Muslim, serta banyaknya kemajuan yang dicapai oleh para pengikut Rasulullah SAW. itu, ditambah lagi kesungguhan Nabi SAW. dan kaum Muslimin untuk menepati janji dan tidak ada penghianatan sedikit pun dari pihak Muslimin Madinah, maka banyak kaum Kuraisy memeluk agama Islam. Sepulang kaum Muslimin ke Madinah, banyak kaum Kuraisy yang menyusul dan berikrar untuk masuk agama Islam. Mereka tidak khawatir atau takut akan dikembalikan ke Mekkah atau dianiaya oleh kepala Suku Kuraisy sepulangnya ke Mekkah nanti. Salah seorang diantara yang masuk Islam pada masa ini adalah mantan panglima perang Kuraisy, Khalid bin Walid.
Setelah selesai melaksanakan ibadah haji, Nabi Muhammad SAW. kemudian melakukan langkah-langkah strategis guna menyebarkan ajaran Islam ke negeri-negeri lainnya. Genjatan senjata dengan kaum Kuraisy memberi peluang cukup besar pada upaya pengambangan agama Islam, karena Nabi SAW. tidak perlu memikirkan akan datangnya bahaya dari kaum Kuraisy. Nabi Muhammad SAW. lebih banyak mencurahkan petrhatiannya pada pengembangan Islam ke wilayah-wilayah yang belum tersentuh ajaran Islam. Pada tahun ketujuh ini, Rasulullah SAW. banyak mengirim utusan atau berkirim surat kepada beberapa kepala negara dan kepala pemerintahan, seperti kepada Raja Ghassam (Iran), Mesir, Abbessinia, Persia, dan Romawi.
Walaupun dari usaha itu tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, namun setidaknya dakwah Islam telah sampai kepada mereka. Di antara para raja yang mendapat kiriman surat dari Nabi SAW. ada yang menolak secara baik-baik, namun ada pula yang menolak secara kasar. Di antara yang menolak secara kasar adalah Raja Ghassam (Iran). Utusan Rasulullah SAW. kepada raja Ghassam dibunuh secara kejam dan sadis. Karena perlakuan kejam itutulah, Rasulullah SAW. kemudian mengirim 3000 tentara yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah untuk memerangi raja Ghassam.
Kedatangan tentara Muslimin ternyata sudah di ketahui oleh Raja Ghassam. Melalui kerjasama dengan pasukan Romawi, raja Ghassam juga mengirim pasukan yang jumlahnya ratusan ribu orang untuk menghadang pasukan Muslim. Kedua pasukan bertemu di Mu’thah, sebelah selatan Laut Mati (Yordania), dan berkecamuklah perang besar di sana, itu sehingga perang itu dinamakan perang Mu’thah. Pasukan Ghassam yang dibantu lansung oleh tentara Romawi berhasil mendesak tentara Muslim. Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu, banyak kaum muslimin yang gugur sebagai syahid, termasuk pimpinan pasukan, Zaid bin Haritsah. Melihat kenyataan ini, Khalid bin Walid kemudian mengambil alih komando pimpinan dan memerintahkan agar pasukan Muslim segera mundur dan kembali ke Madinah.

Kuaisy Melanggar Perjanjian Hudaibiyah

Secara umum, setelah berjalan selama kurang lebih dua tahun, perjanjian Hudaibiyah ternyata menampakkan hasil yang memuaskan. Keleluasaan yang didapat oleh Kaum Muslimin untuk mengadakan perjanjian atau persekutuan serta ekspansi ke beberapa kabilah di seluruh jazirah Arab, telah berhasil memperkuat barisan kaum Mulimin. Hampir seluruh Semenjanjung Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan sekali pun, telah menggabungkan diri dengan barisan Kaum Muslimin. Hanya beberapa suku kecil di dekat Mekkah yang belum menyatakan diri masuk Islam. Perjanjian Hudaibiyah dua tahun sebelumnya ternyata telah dimanfaatkan oleh kaum Muslimin untuk mengkonsolidasikan kekautan mereka. Kenyataa semacam ini tentu membuat kaum Kuraisy Mekkah menjadi gusar, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa.
Menjelang tahun ke 8 Hijriyah, Bani Bakar yang menjadi sekutu Kaum Kuraisy berselisih dengan Bani Khuza’ah yang berada dibawah perlindungan Islam. Bani Bakar kemudian meminta bantuan kepada kaum Kafir Kuraisy untuk bersama-sama menyerang Bani Khuza’ah. Permintaan itu dikabulkan dan digempurlah pedukuhan Bani Khuza’ah oleh dua kekuatan besar itu. Banyak diantara pendudyknya yang tewas dan sisanya lari tercerai-berai. Penyerangan oleh pihak Kuraiys yang bekerjasama dengan Bani Bakar itu merupakan penghianatan atas genjatan senjata sepuluh tahun yang disepakati dalam perjanjian Hudaibiyah. Karena itulah, salah seorang dari Bani Khuza’ah bernama Amr bin Salim, kemudian melapor kepada Rasulullah SAW. dan meminta keadilan. Dia merasa dirugikan oleh komplotan Kuraisy dan Bani Bakar yang telah menghancurkan pedukuhannya sekaligus melamnggar perjanjian Hudaibiyah.[40]
Mengetahui bahwa perjanjian Hudaibiyah dilanggar, Rasulullah SAW. kemudian mengumumkan kepada sahabat-sahabatnya untuk bersiap-siap menyerang Mekkah. Mereka diharapkan siap sedia untuk kembali ke tanah kelahiran mereka, atau mati secara syahid di jalan Allah SWT. Berita tentang rencamna penyerangan itu kemudian didengar oleh para petinggi Kuraisy. Mereka merasa bersalah karena telah melanggar perjanjian yang telah mereka buat sendiri dengan Rasulullah SAW. Sebagai tindak lanjut atas penyesalan itu, kaum Kuriisy kemudian menutus Abu Sufyan ke Madinah untuk berunding dengan Nabi Muhammad SAW. Namun setelah sampai di Madinah dan bertemu dengan Nabi SAW., Abu Sufyan ternyata tidak mau mengakui kesalahannya. Kaum Kuraiisy melalui perantara Abu Sufyan justru menginginkan untuk memperbaharui perjanjian yang telah mereka langgar. Pengajuan untuk memperbaharui perjanjian tentu saja ditolak oleh Nabi SAW. Beliau tetap berupaya konsisten dengan perjanjian lama, perjanjian Hudaibiyah. Sementara Abu Sufyan pun tetap bertahan pada pendiriannya untuk memperbaharui perjanjian. Akhirnya Rasulullah SAW. mempersilahkan Abu Sufyan untuk segera pulang ke Mekkah dengan tangan hampa.

Fakta Penting:
  1. Bukti keberhasilan perjanjian Hudaibiyah adalah banyaknya kaum Kuraisy yang memeluk agama Islam
  2. Islam mendapat simpati –diantaranya- karena keteguhan memegang janji
  3. kekalahan dalam perang Muthah menunjukkan bahwa umat Islam tidak sdelamanya mampu menundukkan musuh dengan pasukan yang minim, tanpa didukung dengan strategi yang jitu. Disamping itu, fakta ini menunjukkan bahwa setiap keputusan Nabi SAW. yang bersiufat teknis-duniawi tidak selamanya tepat, terbukti dengan kalahnya pasukan yang beliau kirim dalam perang Mu’thah ini
  4. Nabi tidak memaksakan agar semua raja yang dikirimi surat harus masuk Islam.
  5. Perjanjian Hudaibiyah memberikan kesempatan kepada Nabi SAW. untuk menguatkan barisan dan mengkonsolidasikan kekuatan guna merebut kota Mekkah dan mengembangkan Islam dari pusat peribadatan suku-suku di seluruih jazirah Arab itu.
  6. Bangunan Akidah kaum muslimin semakin kokoh melihat fakta bahwa apa yang disampaikan Nabi SAW. saat perjanjian Hudaibiyah menjadi kenyataan?
  7. dll??????????????/

Tahun Kedelapan

a. Fath Mekkah
Pada bulan Muharram tahun ke 8 Hihriyah, Rasulullah SAW. kemudian mengumpulkan sekitar 10.000 dan langsung bertolak menuju Mekkah. Ketika rombongan pasukan Muslim sampai di daerah Mahrur Zahran, mereka kemudian berhenti dan menangkap tiga mata-mata Kuraisy yang memergoki kedatangan kaum Muslimin. Salah seorang di antara mata-mata itu adalah Abu Sufyan. Setelah tertangkap, Abu Sufyan kemudian menyatakan diri masuk Islam. Sebagai ujian atas kesungguhan Abu Sufyan memeluk Islam, Rasulullah SAW. kemudian mengutusnya untuk memberitahukan penduduk Mekkah bahwa sebentar lagi kaum Muslimin akan menyerang kota itu, sebagai balasan atas dilanggarnya perjanjian Hudaibiyah. Selain itu, Abu Sufyan juga diminta untuk memberitahukan bahwa seluruh penduduk Mekkah akan diperangi, kecuali mereka yang berada di rumah Abu Sufyan, atau tetap tinggal di dalam rumah masing-masing dan menutup pintu, serta mereka yang berada di dalam masjid.[41] Abu Sufyan pun segera betolak ke Mekkah untuk menyampaikan berita tersebut.
Setelah Abu Sufyan berangkat, Rasulullah SAW. kemudian mempersiapkan segala sesuatu guna melakukan penyerangan, termasuk membagi pasukan menjadi empat kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh Zubair bin Awwam yang bertugas memasuki Mekkah dari arah utara. Kelompok kedua dipimpin oleh Khalid bin Walid dan bertugas memasuki Mekkah dari arah selatan. Kelompok ketiga berada dibawah pimpinan Sa’d bin Ubadah memasuki Mekkah dari arah barat, sementara kelmpok keempat dibawah komando Ubaidah bin al-Jarrah ditugaskan memasuki Mekkah dari atas gunung Hindi. Keempat kelompok pasukan oleh Rasulullah SAW. diperintahkan agar tidak melakukan pertempuran dengan siapapun kecuali dalam keadaan sangat terpaksa.[42] Rasulullah SAW. juga mewanti-wanti agar semua pasukan muslim jangan sampai mengorbankan pihak sipil.
Setelah semuanya siap, Rasulullah SAW. kemudian memberangkatkan pasukannya. Dari keempat kelompok itu, hanya pasukan Khalid bin Walid yang mendapat perlawanan dari pihak Kuraisy sebelum memasuki kota Mekkah. Sementara tiga pasukan lainnya nyaris tidak mendapat perlawanan berarti. Pasukan Khalid bin Walid dihadang oleh pasukan Kuriasy yang dipimpin oleh Shafwan, Suhail, dan Ikrimah bin Abu Jahal. Mereka memang orang-orang yang sangat memusuhi Nabi SAW. dan yang melanggar perjanjian Hudaibiyah. Khalid bin Walid dan pasukannya berhasil menaklukkan pasukan penghadang itu dalam jangka waktu tidak begitu lama, untuk kemudian ikut bergabung dengan pasukan Muslim lainnya yang telah lebih dahulu menduduki kota Mekkah.
Setelah semua pasukan berkumpul, Rasulullah SAW. kemudian membawa seluruh pasukan Muslimin menuju Ka’bah. Setiba di Rumah Allah itu, Rasulullah SAW. memerintahkan kepada mereka untuk menghancurkan berhala-berhala dan gambar-gambar berhala yang berada di sekeliling dan di dalam Ka’bah sambil membacakan firman Allah (QS:17:18): “Katakanlah, telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan. Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap.”
Setelah itu, Nabi SAW. dan seluruh kaum muslimin kemudian melakukan thawaf bersama mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Selama tujuh kali putaran itu, kaum Muslimin mengumandangkan talbiyah: ”labbaik Allahumma labbaik” disertai pengesaan terhadap Allah: ”la ilaha illaLah” dan seruan takbir: ”Allahu Akbar”. Mendengar seruan-seruan itu, banyak penduduk Mekkah yang kemudian berbondong-bondong meyaksikan prosesi thawaf yang dilaksanakan oleh Nabi SAW. dan kaum Muslimin. Disamping tertarik dengan prosesi thawaf, penduduk Mekkah diam-diam juga menaruh simpati kepada kaum Muslimin yang tidak memperlakukan mereka sebagai musuh. Setelah berhasil menaklukkan Mekkah, kaum Muslimin ternyata tidak memperlakukan warga Mekkah sebagai tawanan atau merampas harta benda mereka, melainkan langsung melaksanakan thawaf bersama-sama. Padahal jika kaum Muslimin mau, maka mereka dapat melakukan apa saja terhadap warga Mekkah, termasuk membunuh tanpa sisa. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, kaum Muslimin tampak bersahabat dan tidak memperlihatkan wajah permusuhan.
Setelah prosesi thawaf selesai, Nabi Muhammad SAW. kemudian mengajak penduduk Mekkah yang hadir di tempat itu untuk berkumpul bersama-sama. Setelah itu, Nabi SAW. kemudian melakukan khutbah di hadapan mereka. Dalam khutbahnya, Nabi SAW. menyatakan bahwa Allah SWT. akan memberikan ampunan-Nya bagi anggota suku Kuraisy yang bersedia masuk Islam dan menghentikan kedzaliman mereka. Penduduk Mekkah tidak akan diperlakukan sebagai tawanan oleh kaum Muslimin, sebagaimana tradisi masa lalu dimana pihak yang kalah perang akan ditawan dan harta bendanya dirampas. Nabi SAW. memberikan kebebasan bagi mereka sebagai orang merdeka. Dan bila warga Mekkah bersedia masuk agama Islam, maka dosa-dosa yang mereka lakukan di masa lalu akan diampuni oleh Allah SWT.[43]
Mendengar khutbah yang ramah dan manusiawi itu, bulu kuduk warga Mekkah merinding. Pikiran mereka diliputi rasa haru bercampur kagum pada sikap Nabi SAW. yang memperlakukan mereka sebagai sahabat, bukan sebagai musuh. Padahal sebelumnya mereka sangat memusuhi Nabi SAW., bahkan nyaris membunuhnya. Karena itulah, sesaat setelah Nabi SAW. selesai berkhutbah, penduduk Mekkah lalu berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam.
Tak lama kemudian, Nabi SAW. menyuruh sahabat Bilal bin Rabah untuk mengumandangkan adzan dari atas Ka’bah. Kemudian, semua yang hadir di situ diajak oleh Nabi SAW. untuk shalat secara berjamaah dan Nabi SAW. bertindak sebagai imam.
Keesokan harinya, terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Bani Khuza’ah terhadap seorang Bani Hudzail. Mendengar berita itu, Nabi SAW. kemudian bersabda: ”Wahai manusia! Allah SWT telah menjadikan Mekkah sebagai tanah suci sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Mekkah ini suci untuk kali pertama, kedua, dan seterusnya hingga hari kiamat. Karena itu, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menumpahkan darah dan menebang pohon di sini, kecuali pada hari ini (Fath Mekkah)” Larangan inilah yang menjadikan Mekkah kemudian dikenal sebagai tanah haram.[44]
Untuk menata administrasi dan pemeliharaan Baitullah, beberapa hari setelah Fath Mekkah,  kunci Ka’bah diserahkan kepada Rasulullah SAW. dan oleh beliau dipasrahkan penjagaanya kepada Utsman bin Thalhah dan anak-anaknya. Nabi SAW. tidak membolehkan kunci Ka’bah dipindah tangankan kepada pihak lain selain keturunan Utsman ban Thalhah. Sedangakan mengenai pemeliharaan air zamzam, Nabi SAW. mempercayakannya kepada Abbas bin Abdul Muthallib.[45]

b. Perang Hunain
Fath Mekkah sudah terjadi dan kemenangan penting diraih kaum Muslimin tanpa pertumpahan darah. Dengan fath Mekkah, kaum Muslimin dapat melaksanakan ibadah haji sebagaimana diperintahkan Allah SWT. lebih-lebih bagi kaum Muhajairin, peristiwa fath Mekkah merupakan mo,mentum penting karena mereka bisa kembali bertemu dan berkumpul besama keluarga yang yang sudah lama ditinggalkan. Dan yang lebih menggembirakan lagi, penduduk Mekkah banyak yang memeluk Islam dengan kesadaraan mereka sendiri.
Dibalik kegembiraan kaum Muslimin itu, ternyata masuh ada suku-suku yang berdomisili di sekitar Mekkah yang tidak dapat menerima hal itu. Peristiwa Fath Mekkah mereka nilai sebagai kekalahan memalukan yang telah mencoreng nama baik kota Mekkah. Suku-suku tersebut adalah Bani Tsaqif, Bani Hawazin, Bani Nashr, dan Bani Jusyam. Mereka semua bersatu menyatukan barisan dan mengangkat Malik bin Auf sebagai pemimpin guna melakukan perlawanan bersenjata terhadap Nabi SAW.
Gelagat pemberontakan kaum Khawazin dan sekutunya itu dicium oleh Rasulullah SAW. Beliau kemudian mengutus Suhail al-Handalayyah untuk melakukan mata-mata dan mengamati aktivitas mereka. Sepulang dari tugasnya, Suhail al-Handalayyah melaporkan bahwa Kaum Musyrikin itu sedang bergerak menuju lembah Hunain bersama istri, anak-anak, harta benda, dan hewan piaraan mereka. Mendengar berita itu, Rasulullah SAW. hanya mnyatakan bahwa besok paginya semua itu akan menjadi ghanimah (harta rampasan perang) bagi kaum Muslimin.[46]
Setelah itu, Nabi SAW. kemudian menyiapkan 12.000 tentaranya, 10.000 di antaranya adalah kaum Muslimin Madinah dan 2000 lainnya adalah kaum Muslimin Mekkah yang baru memeluk Islam setelah peristiwa Fath Mekkah. Pada siang harinya mereka bergerak menuju Hunain dibawah komando langsung dari Nabi SAW. Lalu pada sore harinya, pasukan tersebut sudah sampai di sebuah celah bukit yang merupakan jalan masuk menuju lembah Hunaih dan bermalam di sana.[47]
Keesokan harinya, ketika fajar telah tiba, pasukan Muslim kemudian bergerak menyusuri tebing-tebing terjal di sekitar lembah Hunain. Pasukan terdepan berasal dari Bani Sulaim yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, sementara Nabi Muhammad SAW. berada di barisan paling belakang dengan menunggang seekor bighal putih. Ketika pasukan muslim bagian depan mulai menuruni tebing, tiba-tiba datang serangan panah dari balik bukit yang dilakukan oleh pasukan Musyrikin yang sudah lama mengintai kedatangan mereka. Pasukan Muslimin tentu saja terkejut oleh serangan mendadak itu. Mereka kacau balau dan lari terpontang-panting menyelamatklan diri. Apalagi saat itu keadaan masih remang-remang.
Setelah melihat kaum Muslimin kocar-kacir, pasukan Musyrikin yang dipimpin Malik bin Auf itu kemudian menuruni bukit dan mengepung pasukan Muslim. Dalam keadaan panik dan terkepung itu, Nabi SAW. kemudian meminta Abbas bin Abdul Muthallib untuk menyeru kaumMuslimin yang sedang panik itu. Abbas kemudian menyeru: ”Wahai saudara-saudaraku kaum Anshar, wahai saudara-saudaraku kaum Muhajirin, wahai saudara-saudara yang telah berbaiat di bawah pohon, mri kita terus berjuang. Muhammad SAW. masih hidup.” Seuan itu diucapkan berulang-ulang. Dan sedikit-demi sedikit, kaum muslimin yang asalnya tercerai-berai itu menyahut satu-persatu dari segenap penjuru, ”Ya, kami datang! Kami siap!”.[48]
Tak lama berselang, pasukan Muslimin mulai terkonsolidasi. Semangat mereka mulai tumbuh kembali sehingga serangan maupun pertahanan mulai terarah. Bersamaan dengan itu, pagi mulai datang dan hari mulai terang, sehingga kaum muslimin sudah dapat membedakan mana lawan dan mana kawan. Sementara Nabi SAW. yang sejak beberapa waktu sebelumnya masih berada di atas bighalnya, kini ikut turun. Beliau mengambil segenggam pasir dan dilemparkannya ke arah lawan. Tak lama setelahg Rasulullah SAW. melempar pasir, semangat kaum musyrikin muali patah. Kepanikan segera menimpa mereka sehingga mereka lari kocar-kacir meninggalkan arena pertempuran. Anak-anak, istri, dan harta benda mereka dibiarkan begitu saja, begitupun dengan kawan-kawan mereka yang ditawan oleh pasukan Muslimin.
Kaum Muslimin tidak membiarkan mereka lari begitu saja. Mereka terus di buru hingga  sampai ke lembah Autas, bagian dari lembah Hunain, dan digempur di tempat itu. Sebagian besar dari mereka yang tidzk mau menyerah tewas di sana, sementara sebagian kecil lainnya berhasil melarikan diri ke Tha’if.[49] Sementara rampasan perang yang diperoleh kaum Muslimin dalam perang Hunain ini, setelah dihitung, berjumlah; 22.000 ekor unta, 40.000 kambing, 4.0000 perak, dan ditambah dengan 6.000 orang tawanan.[50]
Dengan berakhirnya perang Hunain dan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Khawazin, maka hampir seluruh semenanjung Arab telah berada di dalam kekuasaan Islam.


KESIMPULAN SEMENTARA
Suku-suku di Arab pada umumnya sangat mengagumi dan memuja kekuatan dan keperkasaan, sehingga dengan modal kekuatan maka kaum muslimin akan dengan mudah menarik simpati suku-suku lain. Hal ini sangat disadari oleh Nabi saw. Beliau selalu mengupayakan agar kaum muslimin mempunyai kekuatan besar guna menarik simpati bangsa Arab, baik melalui jalan penaklukan, mengadakan kerjasama militer, atau mengikat perjanjian bilateral dengan suku-suku lain. Setelah kekuatan itu dicapai, Nabi saw. Selalu menunjukkan sikap lemah lembut dan tidak menekan rekan sekutunya dengan berbagai syarat yang memberatkan. Disamping itu, Nabi saw. juga selalu menunjukkan sikap manusiawi terhadap lawan-lawan yang berhasil ditaklukkannya. Sikap yang demikian ini membuat suku-suku lain bersimpati sehingga mereka bersedia masuk islam. Walaupun Nabi saw. memiliki kekuatan maha dahsyat, tapi Nabi saw. dan kaum muslimin sama sekali tidak pernah berlaku sewenang-wenang terhadap lawan-lawannya. Suatu sikap yang tidak pernah dijumpai pada kabilah-kabilah lain yang berhasil mengalahkan lawan-lawan mereka. Sebelum kedatangan Islam, setiap suiku yang berhasil mengalahkan suku lain biasanya akan memperlakukan pihak yang kalah dengan perlakuan sewenang-wenang. Sementara kaum muslimin justru bersikap ramah dan lemah lembut terhadap kabilah yang mereka taklukkan. Fakta inilah yang menimbulkan simpati bangsa Arab kepada Nabi saw. Perilaku yang demikian ini pula yang membuat bangsa Arab menaruh minat besar pada ajaran yang dibawa Nabi saw., sehingga mereka berbondong-bondong masuk Islam khususnya beberapa saat sebelum dan setelah terjadinya peristiwa Fath Makkah.
Dari hipotesa di atas dapat diambil satu kesimpulan bahwa, tuduhan beberapa pihak (terutama kaum orientalis) yang menyatakan bahwa agama Islam disebarkan dengan pedang dan darah, menjadi terbantahkan dengan sendirinya, sebab setiap peperangan yang dilakukan Nabi saw. dan kaum Muslimin bukan merupakan tujuan utama penyebaran Islam, melainkan sekedar upaya meraih simpati dan mempertahankan diri. Perang yang dilakukan kaum muslimin tidak dengan tujuan untuk menguasai, melainkan untuk menarik simpati dari bangsa-bangsa lain agar mereka mau memeluk agama Islam. Dengan diraihnya rasa simpati itu, lalu diiringi dengan perlakuan yang manusiawi terhadap lawan-lawannya, maka mereka akan tertarik untuk masuk Islam. Jadi ajaran Islam yang hakiki bukanlah peperangan, melainkan sikap saling menyayangi dan mengasihi antar sesama, sedangkan perang hanya salah satu media untuk mencapai tujuan hakiki tersebut.

  يا أيها الذين آمنوا إنما المشركون نجس فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا وإن خفتم عيلة فسوف يغنيكم الله من فضله

TAHUN KESEMBILAN

Pada musim panas awal tahun ke sembilan Hijriyah, Heraclius, pemimpin Romawi menyusun pasukan besar di Syam (Suriah) yang terdiri dari beberapa suku, termasuk Bani Ghassam dan Bani Lachmides. Mereka berencana menyerang kaum Muslimin yang dinilai sebagai kekuatan baru di semenanjung Arab yang bisa membahayakan kekuasaan Romawi.
Rencana penyerangan pasukan Romawi itu terdengar oleh Nabi SAW. Tepat pada pertengahan antara bulan Dzul Hijjah dan Rajab, beliau menghimbau kepada kaum Muslimin untuk bersiap-siap mengahadapi tentara Romawi. Seruan Rasulullah SAW. mendapat sambutan yang beraneka ragam. Ada yang menyambutnya dengan nada kurang gairah, karena pada saat itu sedang musim panas. Tapi ada pula yang menyambut seruan itu dengan semangat membara, seperti yang dilakukan oleh Utsman bin Affan. Dia melakukan sebuah pengorbanan yang tak pernah terjadi pada masa itu, yakni menyerahkan seribu uang dinar yang dimilikinya.
Setelah melakukan mengajak kabilah-kabilah lain di seluruh semenanjung Arab, akhirnya Rasulullah SAW. berhasil mengumpulkan sekitar 30.000 orang tentara. Dibawah komando langsung Rasulullah SAW., mereka kemudian berangkat menyongsong kedatangan pasukan Romawi. Namun ketika pasukan Romawi mengetahui besarnya jumlah pasukan Muslimin melalui mata-mata yang mereka kirimkan, akhirnya pasukan koalisi itu menarik diri dari peperangan. Mereka pulang kembali ke daerah masing-masing dan batal mengadakan pertem[puran dengan pasukan muslim. Tentara Muslimin sendiri tidak berusaha mengejar mereka. Pasukan Nabi SAW. itu beristirahat dan berkemah di sebuah kawasan bernama Tabuk, perbatasan Syam (Suriah). Di sini, Nabi SAW. melakukan perjanjian dengan beberapa kabilah yang bertempat tingal di perbatasan tersebut. Mereka pada akhirnya dapat dirangkul dalam barisan kaum Muslimin. Ekspedisi perang Tabuk ini merupakan perang terakhir yang diikuti Nabi SAW.
Seusai perang Tabuk, kekuatan kaum Muslimin sudah nyaris sempurna. Hal ini membuat aktivitas di bidang pertahanan dan keamanan tidak begitu merisaukan pikiran Rasulullah SAW. Pada akhir tahun kesembilan Hijriyah, aktivitas keamanan oleh Nabi SAW. lebih diprioritaskan untuk upaya konsolidasi ke dalam. Sejarah mencatat bahwa, pada tahun ini banyak suku-suku dari seluruh penjuru Arab yang mengutus delegasinya kepada Rasulullah SAW. dan menyatakan masuk Islam serta mengakui beliau sebagai pemimpin tertinggi. Kedatangan mereka ke Madinah umumnya melalui rombongan-rombongan kafilah. Di kota Nabi itu, mereka belajar tentang agama Islam dan kemudian pulang ke negeri masing-masing serta mengajarkan Islam kepada penduduk setempat. Dari sini agama Islam semakin luas di anut oleh suku-suku di seluruh Arab, sehingga terciptalah kesatuan masyarakat Arab. Peperangan antar suku yang selama ini selalu membelenggu kebersamaan masyarakat Arab kini berubah menjadi persaudaraan yang berdasarkan kesatuan akidah dan kepercayaan (Islam). Kondisi semacam ini merupakan realisasi dari janji Allah dalam Surat al-Fath:1-3: apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan; dan kamu (Muhammad) melihat manusia datang berbondong-bondong (masuk Islam), maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepeda-Nya”. Karena seringnya utusan-utusan yang datang menemui Nabi SAW., maka tahun ini biasa dikenal dengan ‘am al-bitsah (tahun perutusan).

Fakta Penting:
  1. kekuatan kaum muslimin sudah nyaris sempurna
  2.  
  3.  

Tahun Kesepuluh
Pada tahun ini tugas yang diemban oleh Nabi SAW. sudah mulai mendekati titik kesempurnaan.[51] Setelah bertahun-tahun berjuang bersama sahabat-sahabatnya, dan berhasil memberi sinar kehidupan dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia, khususnya bagi yang saat itu berada di semenanjung Arab. Kini, perjalanan hidup


Nabi wafat (tahun ke 10, dua bulan setelah haji wada’)




[1]Katalog Dalam Terbitan (KDT), pen. PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, vol. Kelima tahun 1999, jilid 3 huruf ”M”, hal. 258.
[2] Peranan Kuraisy semakin penting setelah diutusnya Nabi Muhammad SAW., salah seorang keturunan Kuraisy, sebagai Rasul terakhir bagi umat manusia. Apalagi intonasi bahasa Arab (lahjah) yang digunakan al-Quran adalah lahjah Suku Kuraisy. Lihat antara lain dalam Ahmad bin Abi Ya’qub bin Ja’far al-Abbasi, Tarikh al-Ya’qubi, Dar Shadir, Beirut, (t.t.), jilid 1, hal. 261.
[3] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”K” jilid 3 hal. 80.
[4] Ibid, hal. 78.
[5] Ensiklopedi Islam, Op. cit. jilid 3 huruf ”K”, hal. 78.
[6] Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihaya,
[7] Ensiklopedi Islam, op. cit. huruf ”M” hal. 260-261.
[8] Ibid.
[9] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”M”, hal. 262.
[10] Abu al-Fada’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi, al-Bidayah wa al-Nihayah, Maktabah al-Ma’arif, Beirut, (t.t.), jilid. 3, hal.
[11]Abu al-Fada’ Ismail bin Umar bin Katsir, Ibid. dan Muhammad bin Muhammad bin Abdul Wahid al-Syaibani, al-Kamil fi al-Tarikh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, vol. 2, tahun 1415 H./1995 M. 1/584 dan seterusnya.
[12] Muhammad bin Muhammad bin Abdul Wahid al-Syaibani, Op. cit. jilid 1 hal. 592-093. dan Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”M” hal. 252.
[13] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf “M”, hal. 101- 102.
[14] Ibid. hal 102
[15] Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Op. cit. 3/94 dan seterusnya, atau Ensiklopedi Islam, Ibid. hal. 103.
[16] Ensiklopedi Islam. Ibid. hal. 267.
[17] Ibid. 103.
[18] Ensiklopedi, Op. cit. hal. 103.
[19] Ibid. hal. 253.
[20] Ibid, hal 268
[21] ibid, hal 268.
[23] Ibid, hal 268
[24] Sebelum masuk Islam
[25] mereka terdiri dari koalisi berbagai suku, seperti Sukuy Kuraisy Mekkah, Arab Tihamah, Kinanah, Bani Haris, Bani Haun,  dan Bani Musthaliq. Periksa dalam Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”B” hal. 212. dan Ibid. huruf ”A” hal. 47.s
[26] Ibid. Huruf ”M” hal. 270.
[27] Ibid.
[28] Ibid. huruf ”U” hal. 119.
[29] Ibid.
[30] Ibid. huruf ”K” hal. 38-39
[31] Ibib hal 39.
[32] Ahzab: (golongan-golongan) nama lain dari pasukan sekutu. Mereka dinamakan Ahzab karena terdiri dari persekutuan beberapa golongan.
[33] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”K” hal. 40.
[34] Syariat berupa kewajiban haji tercermin dari firman Allah surat al-Hajj ayat 26 dan 27.
[35] Sebelum masuk Islam
[36] Ibid. jilid 2, huruf ”H”, hal. 125.
[37] seusai palaksanaan baiat, Allah SWT. kemudian menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai tanda kerelaan Allah SWT atas baiat al-ridlwan tersebut. Wahyu itu tertera dalam Surah al-Fath ayat 18.
[38] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”M” jilid 3, hal. 271.
[39] Wahyu yang diturunkan Allah SWT mengenai perjanjian Hudaibiyah adalah surah al-Fath ayat 1-3, yang artinya adalah: ”Sesungguhnya Kami telah memberikan kemenangan yang nyata, supaya Allah memberikan ampunan kepadamu akan dosa-dosamu yang telah lalu dan yanag akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin ke jalan yang lurus. Dan agar Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat”. Para ahli tafsir seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan al-Zuhri menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ” kemenangan yang nyata” dalam ayat tersebut adalah akan diraihnya kemenangan politik dan diplomatik dengan perjanjian Hudaibiyah. Jadi seperti apapuin isi perjanjian itu, kaum Muslimin akan mengalami kemenangan dan akan membawa kemajuan bagi pengembangan agama Islam ke depan. Periksa antara lain dalam Ensiklopedi Islam, Op. cit. jilid 1, huruf ”F” hal. 107.
[40] Ibid. Huruf ”M” jilid. 3, hal. 272.
[41] Ibid. huruf ”F” jilid 1, hal. 108.
[42] Ensiklopedi Islam, ibid. hal. 108.
[43] Ibid.
[44] Ibid. 108-109.
[45] Ibid. hal. 109.
[46] Ensiklopedi Islam, Op. cit. huruf ”H” jilid 2, hal. 135.
[48] Ibid. hal. 135-136.
[49] Sisa pasukan yang lari ke Tha’if ini dipimpin oleh Malik bin Auf. Mereka dikejar sekitar dua minggu setelah perang Hunain, dan akhirnya dikepung di sebuah kawasan benama Awthas. Setelah beberapa lama dalam pengepungan, bahkan sempat terjadi beberapa pertempuran kecil, akhirnya mereka menyerah dan menjadi tawanan. Saat itu kaum Muslimin memperlakukan para tawanan dengan sangat manusiawi, sehingga banyak di antara mereka yang akhirnya memeluk agama Islam. Pertempuran di sana dinamakan perang Awthas. Lihat dalam Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Op. cit. hal. 227.
[51] Kesempurnaan di sini harus diartikan sebagai masa paripurna kenabian, bukan kesempurnaan semua desain hukum syariat. Artinya, seluruh tugas yang diemban Nabi SAW. telah berakhir secara baik dan sukses, serta dasar-dasar hukum syariat telah diletakkan secara sempurna. Setelah Nabi SAW. meninggal, maka tugas umatnya (baca: ulama) untuk meneruskan perjuangan beliau dan menggali dasar-dasar hukum yang telah ditanamkan Rasulullah SAW. melalui media ijtihad. Dalam perkembangan selanjutnya, dasar-dasar hukum itu terus dieksplorasi oleh para sahabat dan generasi-generasi berikutnya walaupun keputusan yang diambil belum pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Contohnya adalah pembukuan al-Quran, hadits, penataan management pemerintahan, dll., dimana semua itu belum pernah dilakukan pada masa hidupnya Rasulullah SAW. Hal ini menjadi bukti bahwa desain dan formulasi hukum akan terus berkembang seiring perkembangan zaman dan tuntutan yang dihadapi umat Islam, dan pondasi pijaknya adalah apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.